Sukses

Petaka Ethiopian Airlines Bikin Airbus Semakin Dilirik Maskapai Global?

Jatuhnya Ethiopian Airlines disebut-sebut memicu banyak maskapai dunia berpaling ke pesawat produksi Airbus. Benarkah demikian?

Liputan6.com, Washington DC - Tragedi jatuhnya Ethiopian Airlines pada Minggu 10 Maret, memicu turun drastisnya pamor Boeing 737 MAX, dan bahkan mendorong banyak maskapai global untuk mempertimbangkan kembali pembelian pesawat senilai total US$ 57 miliar, atau setara Rp 813 triliun.

Maskapai asal Vietnam, VietJet, yang menggandakan pesanan Boeing 737 MAX 8 menjadi 200 pesawat --dengan harga sekitar US$ 25 miliar-- pada Februari lalu, mengatakan akan mempertimbangkan kembali masa depan transaksi itu, setelah penyebab tragedi jatuhnya Ethiopian Airlines ditemukan.

Sementara itu, sebagaimana dikutip dari Bloomberg.com pada Kamis (14/3/2019), maskapai Kenya Airways juga tengah meninjau proposal untuk membeli Boeing 737 MAX, dan kemungkinan bisa beralih ke rivalnya, Airbus A320.

Maskapai berbiaya murah asal Indonesia, Lion Air, turut dikabarkan berpotensi mengubah kesepakatan pemesanan Boeing 737 MAX senilai US$ 22 miliar, dan mempertimbangkan untuk berbicara dengan Airbus.

Secara terpisah, pesanan maskapai Flyadeal senilai US$ 5,9 miliar juga dikatakan "tergantung pada peninjauan lebih lanjut".

Jatuhnya Ethiopian Airlines ET 302, di mana menewaskan 157 orang di dalamnya, diketahui memiliki kemiripan dengan tragedi serupa yang menimpa Lion Air JT 610 pada Oktober lalu.

Hal itu memicu kekhawatiran bahwa fitur yang dimaksudkan untuk membuat seri 737 MAS terbang lebih aman dari seri-seri sebelumnya, justru memicu kerumitan bagi pilot.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Airbus Saingan Nyata

Boeing 737, yang pertama kali dikenalkan pada akhir 1960-an, adalah model terlaris dari pabrikan pesawat Boeing. Adapun versi MAX yang merupakan hasil regenerasi, telah dipesan lebih dari 5.000 unit hingga akhir tahun lalu, dengan total senilai sekitar US$ 600 miliar.

Namun, jatuhnya Ethiopian Airlines ET 302 menyebabkan nilai sahamnya jatuh 12 persen pada pekan ini, di mana bisa memicu risiko keuangan yang besar pada pabrikan asal Chicago, AS itu.

Apalagi ditambah dengan fakta bahwa kejadian serupa pada Air JT 610 terjadi berselang kurang dari 6 bulan, menyebakan tekanan global semakin meningkat terhadap Boeing.

Banyak maskapai penerbangan di seluruh dunia menangguhkan operasional Boeing 737 MAX, dan bahkan regulator aviasi di beberapa negara menolak penuh akses pesawat tersebut.

Meski begitu, menurut Cai von Rumohr, seorang analis pada biro konsultan ekonomo Cowen & Co, mengatakan dalam sebuah catatan, bahwa tidak terlihat risiko jangka panjang yang berarti atas tekanan global terhadap Boeing.

"Ini karena Boeing sedang menyiapkan pembaruan untuk perangkat lunak pada kontrol penerbangannya, dan ini termasuk tindakan cepat," ujar von Rumohr.

Namun, von Rumohr tidak memungkiri bahwa Airbus adalah saingan nyata bagi Boeing dalam krisis ini. "Apalagi timpalan seri 737, Airbus A320 segera memasuki generasi terbarunya," katanya.