Liputan6.com, Al Hawl, Suriah - Seorang perempuan Australia bersama dua anaknya yang berada di kamp pengungsi untuk keluarga ISIS menyatakan ingin pulang kembali ke negaranya. Anaknya, katanya, sangat membutuhkan perawatan medis.
Perempuan itu menolak memberitahu identitasnya, tetapi ABC meyakini dia adalah Zehra Duman, perempuan berusia 24 tahun asal Melbourne, demikian seperti dikutip dari ABC Indonesia, Jumat (15/3/2019).
Zehra kini ditahan di kamp pengungsian Al Hawl di Suriah.
Advertisement
Baca Juga
Dalam wawancara dengan ABC, perempuan simpatisan ISIS itu mengaku ingin membawa putranya yang berusia dua tahun dan putrinya yang berusia enam bulan kembali ke Australia.
"Kedua anak saya sakit. Mereka sangat kekurangan gizi," katanya seraya menambahkan, putrinya kini begitu kurus.
Dia mengaku sudah tak punya uang dan mengeluhkan kurangnya makanan di kamp pengungsi. "Mereka tidak membiarkan kami menghubungi keluarga kami," katanya.
Perempuan itu mengatakan kehidupan putrinya sangat kritis.
"Anakku butuh susu dan saya tak punya uang membeli susu. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi," ujarnya.
Dia juga mengatakan ingin kembali ke Australia. "Saya ingin kembali ke negara saya. Saya kira semua orang menghendaki hal itu karena saya warga negara Australia," katanya.
"Saya memahami kemarahan mereka terhadap kami semua di sini. Tapi anak-anak ini tak perlu menderita," katanya seraya menambahkan, anak-anaknya pun berhak diperlakukan seperti anak-anak normal.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan mereka yang pergi ke luar negeri untuk mendukung kelompok teroris seperti ISIS harus menyadari konsekuensi perbuatan mereka.
"Mereka harus bertanggungjawab atas keputusan bergabung dengan teroris yang memerangi Australia," tegasnya.
"Saya tidak ingin membahayakan penduduk Australia dengan mengambil orang-orang dari situasi tersebut," kata PM Morrison.
Dia menambahkan, mereka akan menghadapi proses hukum di Australia jika berusaha kembali lagi.
Simak videonya di bawah ini:
Â
Meninggalkan Australia pada Usia 19 Tahun
Kepada ABC, perempuan Australia ini mengaku telah berusaha melarikan diri dari ISIS selama dua tahun. Namun dia tidak pernah punya peluang.
"Sangat berbahaya untuk melarikan diri. Jika tertangkap oleh pihak yang satu atau pihak yang lain, kita akan menghadapi masalah besar," ujarnya.
Dia mengatakan orang tak bisa meninggalkan daerah tersebut tanpa uang, sementara ISIS melarang pengiriman uang dari luar.
Kisah perempuan Australia ini tampaknya cocok dengan yang dialami Zehra Duman. Remaja 19 tahun asal Melbourne itu bergabung dengan ISIS pada November 2014.
Zehra pindah ke Raqqa yang diklaim sebagai ibukota ISIS, menikahi kombatan ISIS asal Australia Mahmoud Abdullatif.
Dia dikenal sangat vokal mendukung retorika ISIS di media sosial, serta menjadi perekrut untuk kelompok teroris tersebut.
Di tahun 2015 Zehra, yang menyebut dirinya Umm Abdullatif Australi, memposting foto perempuan memegang senjata otomatis, dengan kalimat, "Tangkap aku jika kamu mampu".
Akun Twitter yang diyakini milik Zehra tersebut sudah ditutup tahun 2015, namun sebelumnya dia banyak menyerukan aksi kekerasan terhadap non-Muslim.
Pada Februari lalu, ABC memperoleh rekaman seorang perempuan yang diyakini sebagai Zehra Duman dan putrinya di Suriah, yang saat itu tampak sehat.
Video itu direkam pekerja kemanusiaan asal AS David Eubank di Suriah utara.
Perempuan yang kini berada di kamp pengungsi itu, menolak memastikan apakah dirinya adalah Zehra Duman.
Dia mengaku mengikuti pacarnya ke Suriah. "Aku mengenalnya sejak masih remaja di sekolah," ujarnya.
"Saya bukan Muslim sebelumnya. Saya ke sini untuk menikah dengannya," katanya.
Dia mengatakan suaminya itu sudah meninggal dan dia mengaku tak ada jalan keluar dari sana.
Setelah kematian Abdulatiff, Zehra menikah lagi dengan kombatan ISIS lainnya yang juga meninggal dalam pertempuran di kota Al Soussa, dekat Baghouz.
"Suamiku terbunuh. Saya berusaha keluar dari sana. Saya pergi sendiri bersama anak-anakku," ujarnya.
Â
Advertisement
Minta Tolong Keluarga...
Bulan lalu, Pasukan Demokrat Suriah (SDF) bernegosiasi dengan ISIS agar mengizinkan warga sipil pergi dari wilayah ISIS.
Perempuan yang diyakini sebagai Zehra Duman pun ikut dalam konvoi dan tiba di area pemrosesan pengungsi tiga pekan lalu.
Dia mengaku belum melakukan kontak dengan pihak berwenang Australia.
"Saya belum melihat orang kedutaan sama sekali. Kami tak tahu apa yang terjadi. Kami tak diizinkan memiliki telepon, tak diizinkan berbicara dengan keluarga kami," katanya.
Dia sangat berharap bisa segera keluar dari wilayah tersebut.
"Pada akhirnya, kami ini manusia. Kami memiliki hak asasi manusia," ujarnya.
Dia mengaku keluarganya sudah tahu dia berada di kamp pengungsi karena sempat menghubungi mereka sebelum meninggalkan Baghouz.
Wilayah Suriah utara saat ini dipenuhi sekitar 30.000 anggota keluarga ISIS yang meninggalkan Baghouz dalam beberapa pekan terakhir.
Pihak berwenang Kurdi menyatakan mereka menyiapkan tiga kali makan sehari bagi perempuan dan anak-anak. Mereka juga berusaha semaksimal mungkin menyiapkan perawatan kesehatan.
Namun mereka mengaku sangat membutuhkan bantuan dan menghendaki negara seperti Australia mengambil kembali warganya.
Juru bicara SDF Mustafa Bali mengatakan sejauh ini belum ada tanggapan atas permintaan bantuan tersebut.
"Jika ada teroris Australia di sini dan kami memulangkannya, mereka mungkin dipenjara dalam waktu singkat. Lalu mereka akan membahayakan penduduk di Australia," katanya.
Sejauh ini puluhan anak-anak meninggal dunia di kamp pengungsi itu.
Awal pekan ini, anak pengantin ISIS asal Inggris Shamima Begum dilaporkan meninggal dunia.
Kematian bayi itu memicu perdebatan di Inggris, apakah akan mengizinkan anak-anak militan ISIS kembali ke negara asal orangtua mereka.