Sukses

Polri Antisipasi Potensi Kerawanan Usai Penembakan di Masjid Selandia Baru

Polri tengah melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasi potensi 'kerawanan' di Tanah Air yang mungkin terinspirasi penembakan di masjid Selandia Baru.

Liputan6.com, Jakarta - Pascainsiden penembakan di masjid Selandia Baru, tepatnya di Christchurch dan Linwood, pada 15 Maret 2019 lalu, Polri mengatakan tengah melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasi potensi 'kerawanan' di Tanah Air yang mungkin terinspirasi dari peristiwa yang telah menewaskan 50 orang itu, termasuk seorang WNI.

"Polri sudah mempersiapkan langkah-langkah antisipasi untuk memitigasi potensi kerawanan tersebut ...  berkoordinasi bersama Polda, Pam Obvit, kantor-kantor kedutaan besar dan konsulat jenderal (di Indonesia)" kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen. Pol. Dedi Prasetyo saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (17/3/2019).

Dedi menjawab pertanyaan Liputan6.com mengenai 'potensi kemarahan sekelompok oknum' atau parahnya, 'potensi aksi teror balas dendam' di dalam negeri yang mungkin bertalian dengan kejadian di Selandia Baru.

Karopenmas menambahkan bahwa Detasemen Khusus 88 dan Satgas Anti-Teror "terus melaksanakan monitoring setiap pergerakan sleeping cells yang sudah di-profiling."

Ia juga mengingatkan bahwa "Polri bisa melakukan preventive strike kepada para terduga yang akan melaksanakan aksi teror, sesuai dengan UU No.5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme."

Peristiwa di dua masjid Christchurch (Al Noor dan Linwood Islamic Centre) yang telah didefinisikan sebagai aksi teror oleh Selandia Baru, melibatkan setidaknya seorang tersangka, Brenton Tarrant, yang disebut sebagai seorang ekstremis sayap kanan dan 'supremasi kulit putih'.

Tarrant telah didakwa oleh penegak hukum Selandia Baru pada 16 Maret 2019. Ia dituntut dengan pasal pembunuhan.

Aparat Penegak Hukum AS Juga Waspada

Sementara itu, Biro Investigasi Federal Amerika Serikat juga dilaporkan tengah memeriksa kembali basis data intelijennya sebagai langkah pencegahan atas potensi kekerasan di dalam negeri yang terinspirasi teror penembakan di masjid Selandia Baru.

Menurut laporan CNN seperti dikutip dari TVNZ.co.nz, sejak 15 Maret 2019, FBI telah meminta semua kantor cabangnya di seluruh negara bagian AS untuk "meninjau kembali dokumen kasus dan me-manajemen kembali subjek individu atau kelompok yang mungkin telah menyatakan minatnya untuk menyerang institusi keagamaan" pasca-penembakan di Selandia Baru.

Otoritas penegak hukum tertinggi AS itu "juga menugaskan agen di kantor cabang untuk menghubungi informan mereka dengan informasi terkait potensi serangan serupa di Amerika."

"Situasi saat ini di Christchurch sedang dipantau, dan FBI sedang terlibat dengan polisi setempat pada saat ini," sumber CNN melaporkan.

 

Simak vidieo pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Polri Minta Masyarakat Tenang

Muncul kekhawatiran bahwa penembakan di masjid Selandia Baru mampu menimbulkan efek riak, terutama bagi masyarakat di Indonesia --negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Terlebih, penembakan itu ikut menelan seorang korban jiwa WNI dan melukai 7 lainnya.

Menyikapi kekhawatiran itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen. Pol. Dedi Prasetyo mengimbau masyarakat Indonesia untuk tenang dan tidak terpancing 'siklus kekerasan dan kebencian' pasca-insiden tersebut.

Dedi juga mengatakan bahwa "Polri telah bekerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dan para tokoh lintas agama untuk tetap mendinginkan masyarakat," jelasnya kepada Liputan6.com.

"Pemerintah juga telah mengambil sikap dengan mengutuk tindakan terorisme yang dilakukan tersangka di Selandia Baru," tambahnya.