Sukses

Keluarga Korban Ethiopian Airlines Kubur Peti Mati Kosong, Kenapa?

Keluarga korban Ethiopian Airlines mengubur peti mati kosong.

Liputan6.com, Addis Ababa - Keluarga korban insiden jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines mengubur peti mati kosong pada pekan lalu di Ibu Kota Addis Ababa.

Peti kosong tersebut mewakili korban, mengingat belum terdapat satu-pun jenazah yang diidentifikasi secara formal dari keseluruhan 157 penumpang yang dinyatakan tewas. Sebelumnya, otoritas setempat telah memberitahukan bahwa diperlukan waktu hingga enam bulan untuk proses identifikasi jasad.

Dalam prosesi pemakaman, suasana suram penuh duka terlihat saat lilin dinyalakan di Katedral Holy Trinity, Addis Ababa. Tampak kerabat diliputi kesedihan yang mendalam dengan sebagian dari mereka tak bisa lepas dari peti mati yang dibungkus bendera Ethiopia.

Hadir dalam acara itu, kerabat dari 36 korban warga negara Kenya, serta diplomat dari lebih dari 30 negara yang warganya meninggal dalam kecelakaan nahas itu. Mereka berkumpul untuk memberi penghormatan.

Dalam prosesi, diketahui bahwa sebagian keluarga korban telah diberikan tanah hangus dari lokasi jatuhnya Ethiopian Airlines, untuk membantu mengingat orang yang mereka cintai sebagaimana dikutip dari BBC News pada Senin (18/3/2019).

Selain prosesi pemakaman peti, diadakan pula upacara khusus di Bandara Internasional Bole di kota itu untuk memberi penghormatan kepada delapan kru Ethiopian Airlines.

 

Simak pula video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Perkembangan Terkini

Saat ini, para penyelidik Prancis tengah memeriksa kotak hitam dari pesawat nahas Ethiopian Airlines ET 302 berpesawat Boeing 737 MAX 8. Proses itu telah dimulai sejak Kamis 14 Maret 2019.

Kotak hitam dari pesawat yang jatuh pada 10 Maret 2019 dan menewaskan 157 penumpang di dalamnya itu telah tiba di Prancis pada Kamis untuk diperiksa di kantor pemeriksaan dan analisis Badan Keselamatan Penerbangan Sipil (BEA) di Paris.

"Delegasi Ethiopia yang dipimpin oleh Biro Investigasi Kecelakaan (AIB) telah menerbangkan Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR) ke Paris, Prancis untuk penyelidikan," kata maskapai itu dalam sebuah pernyataan seperti diwartakan oleh Al Jazeera.

Ethiopia mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka akan mengirim FDR dan CVR ke Prancis karena negara Afrika timur tidak memiliki fasilitas untuk melakukan analisis terperinci yang diperlukan untuk menentukan penyebab bencana mematikan itu.

Kata juru bicara BEA sebelumnya, ia tidak tahu bagaimana keadaan kotak pencatat data penerbangan itu, tapi ia berharap, data-data yang cukup bisa diperoleh untuk mengetahui mengapa pesawat Boeing 737 MAX 8 itu tiba-tiba menghunjam ke tanah hanya beberapa menit setelah tinggal landas.

Sementara itu, seperti dikutip dari BBC, Jumat, seorang petugas BEA mengatakan bahwa pembacaan pertama bisa memakan waktu berhari-hari, tetapi banyak tergantung pada kondisi kotak hitam Ethiopian Airlines ET 302.

"Pertama kita akan mencoba membaca data," kata juru bicara itu, seraya menambahkan bahwa analisis pertama bisa memakan waktu antara setengah hari dan beberapa hari.

Badan penyelidik Perancis BEA akan mengadakan analisis atas kotak hitam itu dalam kapasitas sebagai penasihat, karena peraturan internasional mengharuskan Ethiopia yang memimpin penyelidikan.

Badan keselamatan penerbangan Amerika Serikat, NTSB juga akan memainkan peran penting dalam penyelidikan Ethiopian Airlines itu, karena pesawat Boeing 737 MAX 8 tersebut dibuat di AS.