Liputan6.com, Milan - Opera House La Scala Italia siap mengembalikan lebih dari 3 juta euro atau sekitar Rp 48 miliar ke Arab Saudi, gara-gara rencana pendanaan dengan negara kerajaan itu memicu reaksi publik terkait kasus kematian Jamal Khashoggi.
Kesepakatan itu akan memungkinkan Menteri Budaya Saudi duduk di dewan.
Catatan hak asasi manusia Arab Saudi berada di bawah pengawasan ketat setelah pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul pada Oktober 2018 lalu.
Advertisement
Rencana kemitraan antara Italia dan Arab Saudi itu memicu kritik oleh kelompok hak asasi dan politisi.
"Kami dengan suara bulat memutuskan untuk mengembalikan uang itu," kata presiden opera house Giuseppe Sala, yang juga wali kota Milan, kepada wartawan setelah pertemuan dewan pada hari Senin yang dilaporkan BBC, Selasa (19/3/2019).
"Kami akan kembali melakukan pencarian hari ini. Kami akan melihat apakah ada peluang lain untuk kolaborasi."
Dana sebesar 3 juta euro yang sudah dikirimkan Arab Saudi sejatinya adalah bagian dari proposal kemitraan lima tahun senilai 15 juta euro, yang diusulkan dengan Kementerian Budaya Saudi. Tetapi rencana itu menuai kecaman luas, termasuk dari anggota Partai Liga yang memerintah Italia.
Pemimpin liga dan Wakil Perdana Menteri Matteo Salvini mendesak pihak opera house untuk membatalkan perjanjian sementara gubernur wilayah Lombardy, yang juga anggota Liga, menuntut Direktur Artistik Opera House, Alexander Pereira, dipecat.
Sala mengatakan bahwa Pereira, yang menegosiasikan kesepakatan tak akan mencopot jabatan tersebut.
Sejauh ini belum ada komentar dari pejabat Saudi.
Arab Saudi dianggap sebagai dalang pembunuhan Jamal Khashoggi oleh sejumlah intelijen. Kendati demikian keterlibatan Putra Mahkota Mohammed bin Salman atas kasus tersebut sejauh ini dibantah.
Saksikan juga video berikut ini:
Arab Saudi Dikecam 36 Negara
Sebelumnya, sebanyak 36 negara mengutuk Arab Saudi atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Kecaman disuarakan dalam sebuah pertemuan di Dewan HAM PBB di Jenewa pada Kamis 7 Maret 2019.
Sebuah pernyataan yang dibacakan oleh Islandia atas nama sekelompok negara menyatakan "keprihatinan signifikan" tentang pelanggaran yang dilaporkan di Arab Saudi dan menuntut keadilan setelah pembunuhan Khashoggi.
"Investigasi atas pembunuhan itu harus cepat, efektif dan menyeluruh, independen dan tidak memihak, dan transparan. Mereka yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban," tambah pernyataan yang dibacakan oleh Duta Besar Islandia untuk PBB di Jenewa, Harald Aspelund, dikutip dari NDTV India, Sabtu 9 Maret 2019.
Ia meminta pihak berwenang Saudi "untuk mengungkapkan semua informasi yang tersedia" tentang penyelidikannya sendiri ketika bekerja sama dengan penyelidikan PBB yang terpisah mengenai kematian Jamal Khashoggi.
Pernyataan itu didukung oleh negara-negara Uni Eropa, Australia, Kanada, dan Selandia Baru.
Organisasi masyarakat sipil, Human Rights Watch (HRW) mengatakan pernyataan itu adalah "aksi kolektif pertama" di Dewan HAM tentang situasi hak asasi manusia di Arab Saudi, yang selama ini dianggap kerapp berhasil menghindari kritik di badan PBB tersebut.
Langkah Penting Menuju Keadilan
Direktur HRW Jenewa John Fisher menyebutnya "langkah penting menuju keadilan" dan mendesak "lebih banyak pengawasan" terhadap negara itu.
Menanggapi pernyataan itu, Duta Besar Arab Saudi untuk PBB di Jenewa mengutuk penggunaan "pernyataan bersama untuk tujuan politik."
"Gangguan dalam urusan dalam negeri dengan kedok membela hak asasi manusia sebenarnya merupakan serangan terhadap kedaulatan kita," kata duta besar Abdulaziz Alwasil.
Khashoggi, seorang kontributor Washington Post dan pengkritik Putra Mahkota Mohammed bin Salman, dibunuh di konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober.
Arab Saudi awalnya mengatakan tidak tahu nasib Jamal Khashoggi, namun kemudian mengubah pengakuannya setelah dunia mendesak Riyadh untuk bersikap transparan.
Sejak itu Negeri Petrodollar menyalahkan "sekelompok agen jahat" atas kematian Khashoggi dan jaksa penuntut umum kerajaan telah mendakwa 11 orang atas pembunuhannya.
Pelapor khusus PBB untuk eksekusi di luar proses hukum dan sewenang-wenang, Agnes Callamard, sedang melakukan penyelidikan atas pembunuhan tersebut.
Tetapi Callamard adalah seorang ahli hak asasi manusia independen yang tidak berbicara untuk PBB. Di sisi lain, komunitas internasional telah menyerukan Sekretaris Jenderal Antonio Guterres untuk mendorong penyelidikan penuh yang didukung PBB.
Advertisement