Sukses

Saingi China, AS Ungkap Pembuatan Komputer Super Senilai Rp 7,1 Triliun

Amerika Serikat mengumumkan rencana pembuatan super komputer senilai Rp 7,1 triliun untuk saingi teknologi China.

Liputan6.com, Washington DC - Awal pekan ini, Kementerian Energi Amerika Serikat (AS) mengungkapkan rincian dari salah satu komputer paling mahal yang sedang dibangun, yakni sebuah mesin senilai US$ 500 juta (setara Rp 7,1 triliun) yang didasarkan pada teknologi lansiran Intel dan Cray.

Oleh beberapa pengamat, proyek tersebut dinilai penting karena kemungkinan besar menjawab perlombaan teknologi berisiko tinggi antara Amerika Serikat dan China, demikian sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Selasa (19/3/2019).

Super komputer, yang disebut Aurora, adalah perbaikan dari upaya pengembangan yang pertama kali diumumkan pada 2015, dan dijadwalkan akan dikirim ke Laboratorium Nasional Argonne di dekat Chicago pada 2021 mendatang.

Pejabat laboratorium memperkirakan super komputer ini akan menjadi mesin pertama Amerika yang mencetak sejarah sebagai "exascale", di mana performanya melampaui kuintiliun kalkulasi per detik.

Kuintiliun adalah sepuluh pangkat tiga puluh (di Amerika Serikat: sepuluh pangkat lima belas).

Nilai itu kira-kira tujuh kali peringkat kecepatan sistem komputer yang paling kuat saat ini, atau 1.000 kali lebih cepat dari sistem "petascale" pertama yang mulai diproduksi sejak 2008.

Para pendukungnya berharap mesin baru ini akan memungkinkan para peneliti membuat simulasi fenomena yang jauh lebih akurat seperti respons obat, perubahan iklim, cara kerja mesin pembakaran dan panel surya.

Super komputer, yang memainkan peran utama dalam tugas-tugas seperti desain senjata dan pemecahan kode, telah lama dianggap sebagai proxy untuk daya saing nasional dalam sains dan teknologi.

AS memimpin bidang ini selama beberapa dekade, tetapi China telah menjadi saingan yang agresif dalam beberapa tahun terakhir.

Sistem IBM yang disebut Summit, dibangun untuk Oak Ridge National Laboratory di negara bagian Tennessee, mengambil kembali posisi pertama pada 2018 dalam daftar 500 sistem paling kuat di dunia, yang dirilis setiap dua tahun sekali.

Posisi tersebut sebelumnya dipegang oleh China selama lima kali berturut-turut, dan daftar peringkat terbaru pun masih menempatkan Negeri Tirai Bambu sebagai penyumbang sistem terbanyak, yakni 227 unit, dibandingkan 109 yang dimiliki oleh AS.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Harapan Komputasi Exascale Tersedia untuk Semua Orang

Aurora, yang pengerjaannya memakan biaya lebih mahal US$ 200 juta dari Summit, merupakan rekor kontrak antara pemerintah dan Intel, di mana sekaligus menjadi ujian atas kepemimpinan berkelanjutan dalam perang super komputer.

Produsen prosesor raksasa asal Lembah Silikon itu bertugas memberi daya pada sebagian besar operasional Aurora.

Versi Aurora yang diumumkan pada 2015 didasarkan pada chip akselerator Intel, yang kemudian dihentikan produksinya. Rencana revisi untuk mencari target kinerja yang lebih ambisius diumumkan dua tahun kemudian.

Fitur yang dibahas pada hari Senin termasuk chip akselerator Intel yang belum dirilis, berupa versi prosesor Xeon standarnya, dengan memori baru dan teknologi komunikasi dan desain yang mengemas chip satu sama lain untuk menghemat ruang dan daya.

Cray, pembuat super komputer lawas, menyediakan desain sistem yang disebut Shasta, serta teknologi untuk mempercepat aliran data di dalam Aurora, kata Peter Ungaro, kepala eksekutif Intel.

Kedua perusahaan juga memasok perangkat lunak baru untuk membuat super komputer canggih lebih mudah pada operasional program terkait.

"Kami ingin membuat komputasi exascale tersedia untuk semua orang," kata Raja Koduri, wakil presiden senior kelompok inti dan komputasi visual Intel.

Rick Stevens, seorang direktur laboratorium di Argonne, mengakui bahwa Aurora mewakili pertaruhan pada kumpulan teknologi baru.

"Kita harus mengambil risiko untuk memajukan kondisi terkini," katanya. "Jika kamu tidak melakukan itu, kamu tidak akan menjadi yang terdepan dalam teknologi."

Â