Liputan6.com, Astana - Kepala negara era Soviet terakhir yang tersisa telah mundur. Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa 19 Maret 2019, setelah hampir tiga dekade menjabat.
Mantan pejabat Partai Komunis itu adalah yang terakhir dari para pemimpin yang menjalankan 15 republik Soviet ketika Uni Soviet runtuh pada tahun 1991.
Baca Juga
Dalam pidato yang disiarkan secara nasional, seperti dikutip dari CNN, Selasa (19/3/2019), Nazarbayev menyinggung transisi Kazakhstan menuju kemerdekaan setelah pecahnya Uni Soviet, dengan penandatanganan Kesepakatan Belovezh dan kudeta yang gagal terhadap pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev.
Advertisement
"Saya telah memutuskan untuk mengakhiri kekuasaan sebagai presiden," kata Nazarbayev, menurut transkrip pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita Rusia, TASS.
"Tahun ini menandai tahun ke-30 saya di kantor sebagai pemimpin tertinggi negara. Saya mendapat kehormatan besar dari orang-orang hebat untuk menjadi presiden pertama Kazakhstan yang merdeka."
Nazarbayev tidak dikenal secara internasional sebagai orang yang menjalankan negara seperti di utara Kazakhstan, Presiden Rusia Vladimir Putin. Tapi dia telah mendominasi kehidupan politik di negaranya dengan cara yang bahkan pemimpin Kremlin tak bisa tandingi.
Di Bawah 'Bayang-Bayang' Nazarbayev
Kekuasaan Nazarbayev sebagai presiden kabarnya akan digantikan ke Kassym-Jomart Tokayev, ketua Senat Kazakhstan, sampai berakhirnya masa pemilihan saat ini. Tapi jangan berharap Nazarbayev tidak ikut campur.
Pemerintahan akan masih berada dalam bayang-bayang pria 78 tahun itu, sebab ia akan tetap menjadi ketua Dewan Keamanan negara. Mempertahankan gelar Elbasy (Pemimpin Bangsa).
Cita-cita pemimpin Kazakhstan soal kemegahan sering terdengar seperti parodi. Sebagai contoh, relokasi ibu kotanya ke Astana, sebuah kota futuristik di padang rumput beku di utara Kazakhstan.
Komedian Sacha Baron Cohen bahkan sukses melakoni peran soal 'impian' Kazakhstan.
Kendati demikian Kazakhstan juga terletak di wilayah yang berubah dengan cepat, dan secara tak terduga.
Uzbekistan, negara terpadat di bekas Soviet, telah mengalami pencairan politik setelah kematian Islam Karimov. Pembicaraan damai telah meningkatkan harapan untuk mengakhiri konflik di Afghanistan, yang berbatasan dengan beberapa negara di wilayah tersebut.
Dan kemudian ada lokasi strategis Kazakhstan sebagai koridor perdagangan baru yang potensial antara pasar China dan Eropa. Nazarbayev bahkan menyambut investasi Tiongkok dalam infrastruktur baru sebagai bagian dari inisiatif One Belt, One Road Beijing.
Inisiatif itu, yang kadang-kadang digambarkan sebagai penciptaan Jalur Sutra Abad 21, juga berpotensi memacu kompetisi kekuatan besar di kawasan itu.
Â
Â
Saksikan juga video berikut ini:
30 Tahun Berkuasa
Presiden Kazakhstan yang berkuasa hampir 30 tahun ini melompat ke tampuk kekuasaan sebagai sekretaris pertama Partai Komunis SSR Kazakhstan, yang secara geografis merupakan republik terbesar di Asia Tengah dari bekas Uni Soviet. Dengan kemerdekaan, otomatis Nazarbayev lah yang mengelola sebuah negara di atas cadangan minyak dan mineral yang besar, menarik perhatian perusahaan energi internasional dan pembuat kebijakan di Washington.
Kazakhstan juga mewarisi senjata nuklir. Dengan runtuhnya Uni Soviet, negara yang baru terbentuk itu memiliki lebih dari 1.000 hulu ledak nuklir strategis di wilayahnya.
Negara itu juga merupakan rumah bagi salah satu tempat uji coba nuklir utama Uni Soviet, Semipalatinsk, tempat Soviet menguji bom atom pertama mereka. Nazarbayev mengawasi pemindahan hulu ledak nuklir ke Rusia, dan negaranya melepaskan persenjataan nuklir, sebuah sejarah yang ia ceritakan dalam bukunya, "Epicenter of Peace."
Sementara orang-orang Kazakhstan tidak memiliki kendali operasional atas senjata-senjata itu, sang pemimpin mampu menjadikan dirinya sebagai pemimpin visioner yang mengurangi ancaman proliferasi nuklir.
Presiden juga menyatakan dirinya sebagai seorang mantan pemimpin Soviet yang relatif berpandangan luas, setidaknya dibandingkan dengan beberapa tetangganya di Asia Tengah. Saparmurat Niyazov dari Turkmenistan, misalnya, sosok pemimpin kultus kepribadian aneh yang mencakup patung emas berputar dan mengganti nama hari dalam sepekan.
Sementara Islam Karimov dari Uzbekistan dikenal karena secara brutal memenjarakan dan menyiksa lawan politiknya.
Setidaknya berbeda dengan kepemimpinan Nazarbayev yang menjalankan Kazakhstan seperti otokrat klasik. Laporan hak asasi manusia Departemen Luar Negeri 2018 mencatat pemilihan presiden Kazakhstan 2015, di mana Nazarbayev menerima 98% suara, "ditandai oleh penyimpangan dan tidak memiliki persaingan politik yang sesungguhnya."
Advertisement