Liputan6.com, Wellington - Seorang pengusaha di Kota Christchurch, Selandia Baru, hadir di pengadilan hari ini, Rabu 20 Maret 2019. Ia menjadi tersangka kasus kriminal akibat mendistribusikan rekaman penembakan di salah satu masjid yang terjadi pada Jumat lalu.
Tuduhan itu diberikan kepada Arps pertama kali pada Sabtu, 16 Maret 2019, sehari setelah penembakan terjadi di Christchurch dengan 50 orang tewas.
Advertisement
Baca Juga
Philip Neville Arps (44) menghadiri sidang di Pengadilan Distrik Christchurch, Selandia Baru, dengan mengenakan kaus biru polos, celana olahraga, dan tangan diborgol. Dalam sebuah foto tampak ia dikawal ketat oleh seorang polisi.
Sidang hari ini tidak diputuskan satupun dakwaan kepadanya.
Ia kembali ke tahanan, dan akan hadir kedua kalinya di meja hijau pada 15 April mendatang, sebagaimana dikutip dari New Zealand Herald pada Rabu (20/3/2019).
Jika terbukti bersalah, ia harus menjalani hukuman maksimal 14 tahun penjara, sesuai undang-undang setempat.
Perlu diketahui bahwa Arps merupakan direktur Beneficial Insulation. perushaaan itu juga tengah diawasi karena memiliki logo Nazi dalam logonya, simbol yang sama dengan apa yang ditampilkan Brenton Tarrant -pelaku penembakan masjid Selandia Baru- dalam manifesto yang disebarkan.
Logo perusahaan memiliki roda matahari, simbol yang digunakan dalam konteks post-Third Reich, merujuk pada rezim ketiga Nazi Jerman (1933-1945) yang digunakan oleh neo-Nazi.
Â
Simak pula video pilihan berikut:
Facebook: Siaran Langsung Penembakan Hanya Dilihat 200 Orang
Pihak Facebook mengatakan video serangan di Selandia Baru "hanya dilihat 200 kali selama siaran berlangsung" pada Jumat, 15 Maret 2019. Kendati demikian jumlah jauh bertambah hingga akhirnya dihapus pada hari yang sama.
Rekaman telah ditonton 4.000 kali oleh pemilik akun berbeda hingga akhirnya dihapus, demikian dilaporkan oleh perusahaan Mark Zuckerberg tersebut.
Dalam laporan yang sama, perusahaan juga mengatakan tidak menerima laporan dari pengguna facebook hingga 12 menit setelah video berakhir.
Sayangnya, meskipun video hanya dilihat oleh sedikit orang, beberapa pengguna telah merekam ulang dengan fitur tangkapan layar; selanjutnya dibagikan secara sporadis.
Mengutip The Verge, rekaman dibagikan ulang sebanyak 1,5 juta kali hingga 24 jam pascapenembakan. Belum lagi video itu sudah disebar melalui berbagai media sosial berbeda.
Laporan Facebook nyatanya diragukan oleh beberapa pihak.
Pertama, sebagian pihak meragukan angka tersebut. Di antara mereka mengatakan, bisa jadi angka itu terlalu tinggi, mengingat beberapa platform media sosial sering menggelembungkan jumlah penonton untuk menarik iklan.
Sedangkan pengakuan kedua terkait klaim Facebook atas "tidak adanya laporan" hingga 12 menit pascasiaran dilakukan.
Peneliti dari Right Wing Watch, Jared Holt, mengaku ia telah melaporkan video tidak lama setelah ia menemukan di 8chan, sebuah platform media sosial yang turut digunakan oleh pengguna untuk menyebar ulang manifesto dan video serangan Selandia Baru.
Holt kemudian mengatakan bahwa laporannya "tampak belum diserahkan" beberapa saat setelahnya.
Sebagai tambahan informasi, saat ini Facebook telah menghapus video penembakan di Selandia Baru. Namun langkah penghapusan dilakukan setelah dihubungi oleh kepolisian, bukan karena laporan pengguna.
Advertisement