Sukses

Dua Masjid Target Penembakan Selandia Baru akan Dibuka Lagi untuk Salat Jumat

Masjid Al Noor dan Linwood di Kota Christchurch akan kembali dibuka esok hari untuk pelaksanaan salat Jumat sepekan pasca-penembakan di Selandia Baru.

Liputan6.com, Wellington - Dua masjid target penembakan di Selandia Baru pada Jumat 15 Maret lalu, akan kembali digunakan untuk salat Jumat pada pekan ini.

Masjid Al Noor dan Masjid di Linwood direncanakan akan dibuka kembali esok hari, sepekan pasca-penembakan di Selandia Baru, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia, pada Kamis (21/3/2019).

Saat ini, Masjid Al Noor di Kota Christchurch, salah satu lokasi penembakan di Selandia Baru tengah dibersihkan, diperbaiki, dan dicat sebagai persiapan salat Jumat 22 Maret 2019.

Jumlah personel kepolisian yang berjaga di sejumlah masjid Negeri Kiwi juga akan diperbanyak untuk mengawasi ibadah Jumat.

"Kami akan meningkatkan penjagaan besok, untuk memberikan jaminan (keselamatan) bagi orang-orang yang hadir salat Jumat," kata pihak kepolisian dalam sebuah pernyataan pada Kamis, 21 Maret 2019.

Polisi juga mengatakan bahwa proses pengumpulan bukti di tempat kejadian perkara telah dilakukan secepat mungkin, dengan maksud agar masjid dapat segera digunakan kembali.

"Kepolisian telah bekerja tanpa henti, mengerahkan segala kekuatan untuk mengumpulkan bukti yang sesuai dari tempat terjadinya kejahatan, sehingga kami dapat memperbolehkan warga untuk kembali ke masjid sesegera mungkin," pungkas sumber yang sama.

Sebagaimana diketahui bahwa telah terjadi serangan teror dengan 50 orang tewas pada 15 Maret 2019 lalu, bertepatan dengan salat Jumat. Sebagian besar korban adalah imigran, berasal dari Pakistan, India, Turki, Somalia, Afghanistan, Malaysia, Indonesia, dan Bangladesh.

Kepolisian setempat sebelumnya menahan empat orang -- tiga pria dan satu wanita -- diduga terkait penembakan di Selandia Baru.

Seorang tersangka, Brenton Tarrant, pria berkewarganegaraan Australia yang diyakini merupakan pelaku tunggal. Ia telah disidang oleh pengadilan Selandia Baru pada Sabtu lalu, dijatuhi satu dakwaan pembunuhan. Diduga tuntutan terhadapnya akan bertambah pada sidang kedua yang dijadwalkan awal April tahun ini.

Sementara seorang wanita dinyatakan terlibat dalam insiden tersebut sudah dibebaskan karena tak ada bukti yang memberatkanya. Lalu dua orang sisanya masih dalam penahanan menunggu persidangan.

 

Simak pula video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

PM Selandia Baru Serukan Penghentian Rasisme

Sementara itu, menyusul insiden pembantaian massal di dua masjdi Kota Christchurch, PM Selandia Baru Jacinda Ardern menyerukan perjuangan global untuk membasmi rasisme berideologi sayap kanan.

Dalam salah satu wawancara pertamanya sejak tragedi terkelam dalam sejarah Selandia Baru, Ardern juga mengatakan ia menolak gagasan bahwa meningkatnya imigrasi memicu rasisme.

Ditanya tentang kebangkitan ideologi nasionalisme sayap kanan, Jacinda Ardern mengatakan, "Pelaku adalah warga negara Australia, tetapi itu tidak berarti bahwa kita tidak memiliki ideologi di Selandia Baru yang akan menjadi penghinaan bagi mayoritas warga," demikian seperti dilansir BBC.

Ardern mengatakan, "ada tanggung jawab untuk membuang nasionalisme sayap kanan ada dan memastikan bahwa kita tidak akan pernah menciptakan lingkungan di mana ideologi itu dapat berkembang."

"Tapi saya akan membuat seruan global (untuk hal itu)," tambahnya.

"Apa yang Selandia Baru alami di sini adalah kekerasan yang dibawa kepada kami oleh seseorang yang tumbuh dan belajar ideologi mereka di tempat lain. Jika kita ingin memastikan secara global bahwa kita adalah dunia yang aman dan toleran dan inklusif kita tidak dapat memikirkan hal ini menjadi sebuah pembatas."

Jacinda Ardern membela catatan Selandia Baru tentang menerima pengungsi, dengan mengatakan, "Kami adalah negara yang ramah. Dalam upaya memastikan bahwa kami memiliki sistem yang menjaga mereka yang memilih untuk memanggil Selandia Baru sebagai rumah, kami telah menolak ide bahwa kami melestarikan lingkungan di mana ideologi (nasionalisme sayap kanan) semacam ini bisa ada."

Sang perdana menteri Selandia Baru itu juga membela keputusannya untuk tidak menyebut nama tersangka.