Liputan6.com, Jakarta - November lalu, peristiwa seismik besar mengguncang Bumi di sekitar Samudera Hindia. Para ahli bertanya-tanya tentang sumber gempa tersebut. Mereka berpikir bahwa mereka tahu apa yang mungkin menjadi penyebabnya: peristiwa vulkanik di lepas pantai.
Jika hipotesisnya benar, dan telah terjadi pergeseran magma besar-besaran di bawah dasar laut, yang memiliki implikasi bagi Mayotte (sebuah kepulauan di Samudera Hindia antara Madagaskar dan pantai Mozambik) dan pulau-pulau Komoro di lepas pantai Afrika.
Mayotte sudah mulai tenggelam (sekitar 9 mm atau 0,35 inci per bulan) dan bergerak ke timur (sekitar 16 mm atau 0,63 inci per bulan).
Advertisement
Baca Juga
"Kami yakin bahwa insiden 2018 terkait dengan sebuah erupsi, meskipun sejauh ini kami tidak memiliki pengamatan langsung," tulis para peneliti di balik studi baru ini, sebagaimana dikutip dari Science Alert, Jumat (23/3/2019).
"Mungkin itu adalah erupsi lepas pantai dengan volume terbesar yang pernah didokumentasikan," lanjut mereka.
Berdasarkan catatan seismik yang diambil di daerah tersebut selama enam bulan menjelang gempa November, tim menemukan lebih dari satu kilometer kubik (0,24 mil kubik) magma yang bergeser dari titik erupsi, sekitar 28 kilometer (17,4 mil) di bawah permukaan laut.
Ahli geologis berpendapat bahwa semua magma ini mungkin tidak mencapai dasar laut, tetapi justru mengalir ke sedimen sekitarnya, dengan gas vulkanik yang terperangkap di dalam magma. Itulah yang menjadi penjelas mengapa belum ada 'material' yang diamati di atas permukaan.
"Peristiwa 2018 di Mayotte tampaknya menunjukkan volume besar magma meninggalkan daerah penyimpanan yang dalam. Jika meletus, maka ini akan menjadi letusan bawah laut terbesar dan terbaru yang pernah didokumentasikan," ujar ahli geologi Samuel Mitchell dari University of Hawaii di Manoa, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Ketika tremor terus berlanjut, para geolog berusaha keras untuk menempatkan lebih banyak instrumen dan peralatan ke daerah itu, untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Memicu Beberapa Pertanyaan
Namun, masih ada banyak pertanyaan yang belum terjawab: mengapa gempa itu terjadi di ujung timur gugusan Pulau Komoro, ketika pulau-pulau vulkanik yang lebih baru di daerah itu berada di barat? Dan, jika magma tetap terperangkap di bawah laut, mengapa banyak bangkai ikan muncul di air?
Menurut ahli, gelombang magma saling bertabrakan satu sama lain, sehingga meruntuhkan ruang di bawah laut. Namun ini hanya sebatas spekulasi.
Seismolog Stephen Hicks dari University of Southampton di Inggris, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan kepada Gizmodo bahwa pergeseran lempeng tektonik atau peristiwa East African Rift, dapat diprediksi.
"Yang jelas adalah bahwa kita membutuhkan lebih banyak investigasi atas peristiwa tersebut, meskipun kami berpikir bahwa kami sekarang memiliki hipotesis yang menjanjikan," tegas Hicks.
Jika lebih banyak gempa terjadi, maka orang-orang yang tinggal di Mayotte harus lebih bersiap lagi.
Penelitian ini tersedia untuk umum dan dapat dilihat di server pra-cetak EarthArXiv.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Gempa Bumi Hebat 15 Detik Porak Poranda Kota Tua di Iran
Hari ini 22 tahun lalu, tanah sebuah kota bersejarah di Iran utara berguncang hebat. Gempa bumi bermagnitudo 6,1 menggoyang dekat Ardabil.
Sejumlah media yang Liputan6.com kutip menyebut lindu pada 28 Februari 1997 itu tercatat masuk dalam intensitas Mercalli maksimum VIII (Parah).
Gempa bumi itu terjadi pada pukul 12.57 UTC (04,27 malam waktu standar Iran) dan berlangsung selama 15 detik. Laporan awal menyebut 1.100 orang tewas, 2.600 terluka, 36.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Laporan lainnya menyebut 12.000 rumah rusak atau hancur dan 160.000 ternak mati di Ardabil.
Kerusakan parah terjadi pada jalan, saluran listrik, komunikasi dan sistem distribusi air di sekitar Ardabil. Rumah sakit dan bangunan medis lainnya pun dipenuhi pasien terdampak gempa.
Lebih dari 83 desa terdampak gempa bumi itu, dengan intensitas kerusakan yang berbeda-beda.
Di Desa Villadareh, 85 jasad ditemukan dari tumpukan puing-puing. Di Varania, desa kecil lain di dekat pusat gempa yang sebelumnya berpenduduk 85 orang, hanya tersisa 20 penduduk.
Sekitar 350 gempa susulan kemudian terjadi setelah gempa utama Ardabil. Yang terbesar bermagnitudo 5,2.
Setelah gempa, turun salju yang membuat timbunan hingga 46 cm. Kondisi tersebut menghambat upaya penyelamatan para korban terdampak gempa di kota tua Ardabil.
Pekerja bantuan dan penyelamat membantah jumlah korban tewas yang disampaikan oleh pemerintah, mereka memperkirakan mereka yang meninggal dunia mencapai 3.000 orang.
Meskipun demikian, kepala Cabang Bulan Sabit Merah Iran Seifollah Vahid Dastjerdi puas dengan langkah bantuan kemanusiaan yang diberikan. Lebih dari 8.700 tenda, 21.800 selimut, 15.300 pemanas dan lentera, serta 2.000 botol susu formula dan 80 ton roti diberikan kepada para korban gempa bumi Ardabil.
Selain itu, 60 ambulans, 127 truk dan van dan dua helikopter juga turut dikerahkan untuk mengangkut para korban, pekerja bantuan, dan persediaan ke dan dari wilayah yang terkena dampak gempa Ardabil.
Pemerintah Iran akhirnya menyatakan masa berkabung selama tiga hari untuk menghormati para korban gempa bumi di Ardabil. Presiden Iran kemudian mengunjungi daerah yang rusak pada 4 Maret.
Ardabil yang dikenal sebagai kota bersejarah di barat laut Iran dan provinsi sekitarnya terkenal dengan tanah pertaniannya, dan sebagian besar dihuni oleh orang Azeri. Sebulan sebelumnya juga pernah diguncang dua gempa bumi merusak, menewaskan sedikitnya 79 orang.
Advertisement