Liputan6.com, Jakarta - Satelit yang dioperasikan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) berhasil mengabadikan foto menakjubkan Bumi saat ekuinoks musim semi pada 20 Maret 2019 lalu.
Jepretan itu menunjukkan separuh planet diterangi cahaya, dan yang lain tenggelam dalam kegelapan, terlihat seperti black -white cookies atau kue kering belang hitam - putih.
Sejatinya, penampakan yang selaras dan indah ini di Bumi ini tidak mengherankan, sebab inilah yang akan terjadi saat ekuinoks.Â
Advertisement
Dalam bahasa Latin, ekuinoks berarti "malam yang sama." Dua kali setahun, pada bulan Maret dan September, titik balik terjadi ketika jumlah cahaya siang dan kegelapan hampir sama di semua garis lintang, demikian menurut penjelasan NOAA.
Mengapa ekuinoks tidak umum? Jawabannya ada hubungannya dengan kemiringan Bumi. Karena planet ini miring pada porosnya sekitar 23,5 derajat, siang hari biasanya tidak merata di seluruh planet ini. Tergantung di mana Bumi berada di orbitnya mengelilingi matahari, oleh sebab itu baik Belahan Bumi Utara atau Belahan Bumi Selatan akan memiliki hari atau malam yang lebih panjang.
"Selama dua kali dalam periode dua kali setahun, kemiringan itu sebenarnya tegak lurus terhadap matahari, yang berarti bahwa Bumi sama-sama diterangi di belahan utara dan selatan," ujar Associate Director untuk sains di Divisi Sains Heliofisika di Goddard Space Flight Center NASA, C. Alex Young, sebelumnya kepada Live Science seperti dikutip Minggu (24/3/2019).
Dengan kata lain, matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa pada siang hari selama ekuinoks.
Pekan terakhir ini, titik balik terjadi pada Rabu 20 Maret pukul 17.58 EDT atau 21 Maret pukul 06.00 WIB, menandai hari astronomi pertama musim semi untuk Belahan Bumi Utara. Namun, gambar baru diambil beberapa jam sebelum itu, pada pukul 08.00 EDT, oleh satelit GOES EAST.
Satelit GOES yang juga dikenal sebagai sistem Geostationary Operational Environmental Satellite adalah jaringan satelit pengamat Bumi yang dioperasikan oleh NOAA. Mereka mengumpulkan informasi tentang ramalan cuaca, pelacakan badai yang parah, dan penelitian meteorologi.
Saksikan juga video berikut ini:
Super Worm Moon dan Fenomena Ekuinoks
Sebelumnya, supermoon ketiga tahun ini menghiasi langit dunia. Namanya adalah Super Worm Moon, dengan ukuran sedikit lebih besar dari biasanya.
Hal yang membuat Bulan purnama kali ini istimewa adalah fakta bahwa kemunculannya bertepatan dengan fenomena Ekuinoks atau hari pertama musim semi di belahan Bumi utara.
Saat itu, siang dan malam memiliki durasi yang sama, meskipun gerhana Bulan total terjadi tepat sebelum pukul 02.00 GMT (09.00 WIB), beberapa jam setelah ekuinoks itu sendiri.
Peristiwa serupa terakhir terjadi pada musim semi 1905 dan tidak akan berulang kembali hingga tahun 2144. Dengan kata lain, Super Worm Moon kali ini akan menjadi Supermoon terakhir tahun 2019.
Banyak julukan alias yang diberikan untuk menggambarkan gerhana Bulan total yang berlangung di sepanjang tahun, yang berasal dari tradisi asli Amerika Utara.
"Sering pula dikaitkan dengan kehadiran serigala atau salju," kata Tom Kerss, seorang astronom di Royal Observatory Greenwich, seperti dikutip dari The Guardian, Kamis 21 Maret 2019.
Sophie Yeomans, seorang ahli meteorologi di Met Office, mengatakan ada peluang bagus bagi penduduk dunia, terutama di Inggris untuk dapat melihat sekilas Super Worm Moon.
"Wales Barat mungkin cukup sulit melihatnya. Inggris barat laut, beberapa bagian Irlandia Utara dan Skotlandia Barat saya pikir mungkin butuh sedikit perjuangan," ujarnya.Â
Advertisement