Liputan6.com, Aljir - Puluhan ribu warga negara Aljazair yang berpartisipasi dalam unjuk rasa sejak Februari lalu, seolah mendapatkan angin segar. Pasalnya, tuntutan mereka yang meminta turunnya Presiden Bouteflika setelah 20 tahun memegang kendali atas republik, dipenuhi dengan dibentuknya pemerintahan sementara.
Pada Minggu, 31 Maret 2019 pihak pemerintah mengumumkan Menteri Luar Negeri baru Sabri Boukadoum menggantikan Ramtane Lamamra, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Senin (1/4/2019). Adapun panglima militer Aljazair diangkat sebagai wakil menteri pertahanan.
Perubahan penting lainnya adalah Mohamed Loukal ditunjuk sebagai Gubernur Bank Sentral dan Mohamed Arkab sebagai menteri keuangan dan energi.
Advertisement
Baca Juga
Pengumuman itu dilakukan usai pengangkatan Noureddine Bedoui sebagai Perdana Menteri Aljazair pada 11 Maret lalu.
Dengan bertugasnya nama-nama tersebut dalam jabatan penting Aljazair, pemerintahan sementara resmi dimulai untuk mengawasi proses transisi.
Ke Mana Presiden Bouteflika?
Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika seolah telah menyerah pada tuntutan para demonstran pada Senin, 11 Maret lalu. Ia bersedia "menyerahkan jabatannya kepada generasi baru" dan tidak ikut serta dalam pemilu untuk masa jabatannya yang kelima. Namun, di waktu yang sama ia membentuk pemerintahan sementara dengan mengangkat perdana menteri, serta menunda pemilihan umum hingga waktu yang belum ditentukan.
Pengumuman itu merevisi pernyataan Bouteflika sebelumnya, yang mengatakan tetap akan mencalonkan diri lagi untuk masa jabatan berikutnya. Padahal ia dianggap sudah tidak layak, salah satunya karena faktor kesehatan.
Namun pada 11 Maret ia akhirnya sepakat pada tuntutan rakyat untuk tak lagi mencalonkan diri.
Presiden yang telah memerintah selama 20 tahun itu, sudah jarang terlihat di depan publik. Ia diketahui menderita stroke pada 2013, kemudian kondisi kesehatannya semakin memburuk. Dalam beberapa kesempatan, ia bahkan harus beraktivitas dengan kursi roda.
Â
Simak pula video pilihan berikut:
Apakah Rakyat Menang?
Bagaimanapun, tuntutan rakyat Aljazair yang tergabung dalam demonstrasi adalah untuk menghentikan kekuasaan Bouteflika dan kroni elitenya.
Dalam sebuah protes di Aljir, salah satu demonstran yang bernama Ali, mengatakan: "Kami hanya memiliki satu kata untuk disampaikan hari ini, semua geng harus segera pergi, pertandingan berakhir."
Sebagian rakyat awalnya memang merasa bahagia atas pengumuman menyerahnya Bouteflika dan dimulainya pemerintahan sementara. Hal itu mengingat satu-satunya presiden yang selamat dari fenomena Arab Spring 2010 lalu, akhirnya berhasil ditumbangkan.
Namun, sebagian besar yang lain melihat langkah itu secara sinis. Mereka beranggapan bahwa Bouteflika berniat memperpanjang kembali kekuasaannya yang akan berakhir pada 28 April.
Jika dugaan sinis tersebut benar, langkah Bouteflika mendapatkan rintangan. Pasalnya, bukan hanya rakyat, namun eksekutif partai Front Pembebasan Nasional (FLN) dan sekutu dekatnya telah menjauh sejak beberapa pekan terakhir.
Bahkan awal pekan ini, kepala militer Letnan Jenderal Ahmed Gaid Salah juga menyerukan penerapan konstitusi negara Pasal 102 yang dapat menurunkan presiden karena kesehatannya yang buruk. Pengumuman itu diberikan pada Selasa pekan lalu, dalam pidato yang disiarkan televisi.
"Kita harus mengadopsi sebuah solusi yang membantu kita keluar dari krisis ini ... solusi yang menghormati dan mematuhi konstitusi, sehingga memenuhi tuntutan semua pihak," kata Salah. Ia juga mengatakan bahwa jabatan presiden harus dikosongkan.
Konflik politik di Aljazair ini telah menarik perhatian komunitas internasional. Dalam sebuah konferensi tingkat tinggi Liga Arab, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan transisi pemerintahan yang demokratis dan damai di Aljazair.
Advertisement