Liputan6.com, Bangkok - Ketika kabut asap terus mencekik Thailand utara, Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha terbang ke provinsi Chiang Mai pada Selasa 2 April, dan menjanjikan bantuan penuh dari pemerintah untuk mengatasi krisis tersebut.
Meski terjadi hampir setiap tahun saat musim kemarau, namun kali ini, kabut asap di Chiang Mai berada pada titik terparah lebih dari satu dekade terakhir, demikian sebgaimana dikutip dari The Straits Times pada Rabu (3/4/2019).
Pada hari Selasa, pukul 14.00 waktu setempat, sebagian besar wilayah utara di Nan, Phayao, Lampang, Chiang Rai, dan Mae Hong Son mencatat sebaran partikel partikulat udara yang melampaui standar keamanan, selama rata-rata 24 jam.
Advertisement
Baca Juga
Polutan lebih kecil dari 2,5 mikrometer dilaporkan menyerbu hingga 256 mikrogram per meter kubik di provinsi Mae Hong Son, yang berbatasan dengan Myanmar.
Kebakaran terus berkobar di pegunungan utara Thailand, di mana Badan Pengembangan Teknologi Informasi dan Antariksa setempat mencatat sebanyak 348 titik panas pada Senin 1 April.
Dalam agenda serah terima bantuan peralatan pemadam kebakaran kepada beberapa pejabat lokal di Chiang Mai, PM Prayut berjanji: "Pemerintah akan mendukung operasi ini dengan semua sumber dayanya, untuk meringankan masalah dalam waktu tujuh hari."
Gubernur Chiang Mai Supachai Iamsuwan --yang dikritik karena bergerak lamban-- mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa: "Kami akan meningkatkan semua operasi dan menyelesaikan masalah dalam jangka waktu tujuh hari. Kami akan pergi hingga ke titik apik terkecil di desa-desa."
Dia menambahkan bahwa pemerintah pusat Thailand dan otoritas provinsi Chiang Mai telah menyiapkan 297 pusat perlindungan yang dilengkapi dengan pendingin dan pembersih udara.
"Kami percaya bahwa pusat-pusat tersebut cocok dan kami memiliki cukup, tetapi kami dapat menambahkan lebih banyak jika diperlukan," lanjutnya.
Â
Simak video pilihan berikut:
Warga Merasa Skeptis
Sementara itu, banyak penduduk lokal Chiang Mai justru merasa skeptis tentang upaya pemerintah pusat Thailand.
Salah seorang pemilik hotel setempat, Pornchai Jitnavasathien, menolak gagasan pembangunan pusat perlindungan.
"Jika ini terjadi di Bangkok, akan ada banyak tekanan pada pemerintah," katanya.
"Lebih baik pemerintah berupaya meredakan kabut asap, dan biarkan rakyat berlindung di rumah masing-masing, daripada harus berjibaku melawan asap menuju pusat-pusat perlindungan," lanjut Pornchai.
Januari lalu, ibu kota Bangkok mengalami tingkat polusi udara yang tinggi, dan memicu kekacauan di banyak sektor. Saat itu, para pejabat bergegas memerika emis kendaraan dan bahkan menghentikan pekerjaan konstruksi
Pada akhir Januari, masih ada polusi kota yang terkonsentrasi di udara di sekitar ibukota, memicu keributan di Bangkok. Pejabat bergegas memeriksa emisi kendaraan dan bahkan menghentikan pekerjaan konstruksi.
Di beberapa lokasi, petugas pemeliharaan dan pemadam kebakaran menyemprotkan air ke udara, sama seperti yang mereka lakukan sekarang di Chiang Mai.
Â
Advertisement
Memicu Inovasi
Kabut asap juga membuat tingkat hunian hotel di Chiang Mai turun drastis hingga 35 persen menjelang momen liburan Songkran, yang jatuh pada pertengahan April. "Di periode yang sama, biasanya hotel-hotel terisi antara 60 hingga 70 persen," kata Pornchai.
Menariknya, beberapa warga setempat berimprovisasi menciptakan peralatan sederhana untuk menyaring udara bersih.
Di Facebook, mereka berbagi kiat tentang cara menggabungkan kipas ekstraktor biasa dengan filter udara besutan Xiaomi, guna membuat pembersih udara dengan harga hanya 1.200 baht (setara Rp 536.000).
Pemurni udara skala penuh biasanya berharga hingga empat kali lipat lebih mahal.
"Jika Anda tidak punya cukup uang untuk alat pembersih udara, inovasi ini bisa membantu," kata programmer lepas Nattapol Kurapornkietpikul (30), yang dibanjiri pertanyaan setelah idenya unik tersebut viral di Facebook.