Sukses

Terkait UU Rajam Homoseksual, Kanada Rilis Travel Advice ke Brunei Darussalam

Para pelancong LGBTQ2 asal Kanada harus mempertimbangkan dengan hati-hati risiko bepergian ke Brunei Darussalam, tulis imbauan itu.

Liputan6.com, Ottawa - Terkait undang-undang hukuman mati bagi homoseksual dan pelaku zina di Brunei Darussalam, pemerintah Kanada mengeluarkan imbauan berupa travel advice kepada para pelancong yang hendak berkunjung ke negara tersebut.

"Para pelancong LGBTQ2 harus mempertimbangkan dengan hati-hati risiko bepergian ke Brunei Darussalam," tulis keterangan tersebut.

Anggota Parlemen NDP Randall Garrison mengeluarkan pernyataan yang mengkritik undang-undang tersebut.

"Tindakan ini semakin meminggirkan komunitas LGBT, menjadikan kekerasan dan kematian menjadi kenyataan bagi orang yang tinggal di Brunei," katanya.

"Kanada harus berpihak pada PBB dan banyak negara lain di seluruh dunia agar UU ini tidak diberlakukan. Ini adalah kemunduran serius bagi hak asasi manusia."

Garrison mengatakan, Kanada juga harus membuat "jalan cepat menuju keselamatan" bagi mereka (LGBT) di Brunei yang kehidupannya dalam bahaya.

Pihak Konservatif mengatakan Kanada harus mengambil langkah-langkah diplomatik yang kuat untuk menunjukkan pada Brunei Darussalam bahwa keputusan mereka salah.

"Undang-undang baru di Brunei -- terutama yang menargetkan komunitas #LGBTQ -- harus dikutuk," ujar kritikus urusan luar negeri Erin O'Toole.

"Kami siap mendukung pemerintah dalam upaya ini dan menyarankan Komisaris Tinggi dipanggil untuk memperjelas posisi Kanada," tambahanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

PBB Kecam Sanksi Rajam Homoseksual

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkritik keras undang-undang hukuman mati bagi homoseksual dan pelaku zina di Brunei Darrusalam, serta menyebutnya sebagai kebijakan yang "kejam dan tidak manusiawi".

UU tersebut mulai berlaku di Brunei pada pekan ini, yang menjatuhkan hukuman rajam (lempar batu) hingga meninggal kepada pelaku perzinaan dan hubungan sesama jenis.

Dikutip dari Al Jazeera, UU tersebut juga menetapkan hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian.

Langkah-langkah kontroversial itu merupakan bagian dari undang-undang hukum pidana baru oleh Kesultanan Brunei.

Kecaman luas dari berbagai pihak di tingkat global telah menghujani Brunei dalam beberapa hari terakhir.

Kepala urusan HAM di PBB, Michelle Bachelet, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, mendesak pemerintah Brunei untuk menghentikan berlakunya KUHP baru yang "kejam" tersebut.

"Jika diterapkan, ini menandai kemunduran serius tentang perlindungan hak asasi manusia bagi rakyat Brunei," kata Bachelet.

Undang-undang baru itu sebagian besar berlaku untuk penduduk muslim, meskipun beberapa aspek juga akan berlaku untuk komunitas masyarakat di luarnya.

Aturan inin menetapkan hukuman mati untuk sejumlah pelanggaran, termasuk pemerkosaan, perzinahan, sodomi, perampokan, dan penghinaan atau pencemaran nama baik Nabi Muhammad SAW.

Selain itu, terdapat pula hukuman cambuk di hadapan publik bagi pelaku aborsi, serta amputasi kaki dan tangan pada praktik pencurian dan kriminalisasi yang emngekspos anak-anak muslim.