Sukses

Amerika Serikat Mengaku Tewaskan Warga Sipil dalam Serangan Drone di Somalia

Sebelumnya, Amerika Serikat sempat mengelak adanya korban yang merupakan warga sipil.

Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat (AS) akhirnya mengakui bahwa pihaknya telah menewaskan korban sipil dalam operasi udara di Somalia. Negeri Paman Sam mengklaim bahwa seorang wanita dan sejumlah anak terbunuh akibat serangan drone, pesawat tak berawak pada April lalu.

Pengakuan ini sangat kontras dengan bantahan AS beberapa minggu lalu atas laporan Amnesty International. Kelompok hak asasi manusia internasional itu sempat mengatakan, 14 warga sipil tewas dalam lima serangan terpisah di Somalia.

Revisi klaim Amerika Serikat datang pasca-konferensi pers pada Jumat 5 April 2019, mengutip BBC News pada Sabtu (6/4/2019). Peninjauan kembali diperintahkan oleh Jenderal Thomas Waldhauser, kepala Komando Asia Afrika (Africom). Ia sebelumnya mengatakan adanya gangguan dalam pelaporan yang membuat klaim tidak tepat terkait korban sipil.

"Kepercayaan dan kredibilitas adalah inti dari operasi kami, kata Jenderal Gregg Olson, direktur operasi Africom, mengapresiasi langkah Waldhauster.

Olson menambahkan pihaknya akan berkomitmen untuk transparan dan belajar dari insiden yang disesalkan, agar tidak terulang di masa depan.

Perubahan klaim AS ini ditanggapi dengan baik oleh Amnesty International, menyebutnya sebagai kemajuan yang penting.

"Tapi ini hanya langkah pertama," kata kata Daphne Eviatar, seorang direktur di Amnesty International AS dalam sebuah pernyataan.

Eviatar menyayangkan bahwa keluarga dan masyarakat korban serangan Amerika Serikat sering kali tidak memiliki akses terhadap kompensasi dari Africom.

2 dari 2 halaman

Tanggung Jawab AS

Sebagaimana diketahui, pengakuan selalu memiliki tanggung jawab yang harus dipikul. Saat ditanya terkait kompensasi korban sipil atas serangan pesawat tak berawak, Africom tidak memberikan jawaban yang cukup tegas.

"Africom sedang bekerja dengan kedutaan AS di Somalia untuk langkah selanjutnya," kata sumber dari Africom yang tidak disebutkan identitasnya.

Serangan udara AS melawan militan al-Shabab dimulai pada 2011 di bawah arahan Presiden Obama. Jumlah operasi pemberantasan terorisme menurun drastis sejak kepemimpinan Donald trump.

Menurut angka resmi, sebanyak 110 serangan udara --dengan sebagian menggunakan pesawat tak berawak-- dilakukan terhadap gerilyawan dalam dua tahun terakhir.

Dari operasi itu, sebelumnya AS mengklaim bahwa 800 orang telah tewas dengan tidak ada satupun yang merupakan warga sipil.

Video Terkini