Liputan6.com, Rio de Janeiro - Tentara Brasil menembak sebuah mobil yang tengah ditumpangi oleh satu keluarga di Ibu Kota Rio de Janeiro pada Minggu, 7 April 2019. Sebanyak 80 peluru ditembakkan, menewaskan satu penumpang, mengutip Channel News Asia pada Selasa (9/4/2019).
Selain korban meninggal, dua korban lainnya mengalami luka-luka.
Kendaraan yang tengah melintas di Distrik bagian utara Guadalupe Brasil itu berpenumpang lima orang. Termasuk seorang bocah berusia tujuh tahun yang tidak terluka.
Advertisement
Baca Juga
Operasi yang Berjalan Keliru?
Rupanya para prajurit yang berpatroli itu mengira mobil sebagai milik sasarannya, sebagaimana laporan polisi pada Senin 8 April 2019. Saat insiden terjadi, polisi tengah mencari penjahat yang mengendarai mobil di daerah yang diamankan oleh militer.
Adapun dalam mobil itu, sama sekali tidak ditemukan senjata, mengindikasikan bahwa benar keluarga itu merupakan warga sipil yang tidak membahayakan.
Hingga saat ini, kasus salah tembak yang terjadi pada Minggu masih diinvestigasi oleh kepolisian setempat.
Sebanyak sepuluh personel tentara telah ditangkap atas keterlibatan mereka dalam kasus itu.
Dalam sebuah pernyataan, militer Brasil mengatakan komitmennya untuk menyelesaikan kasus secara transparan dan sesuai dengan parameter hukum yang berlaku. Termasuk menentang pelanggaran yang dilakukan oleh personel tentaranya dalam menjalankan operasi.
Peran Sentral Militer
Dalam sejarah Brasil, militer memang sempat memegang peran sentral dalam keamanan negara Rio de Janeiro.
Di masa lalu, keamanan Rio de Janeiro sempat berada di tangan militer, dengan alasan ketidakmampuan polisi untuk mengendalikan geng-geng narkoba yang bersenjata lengkap.
Karenanya, tentara sering berpatroli membantu polisi, dengan jenderal sempat menggantikan otoritas sipil dalam tugas keamanan tingkat tinggi.
Sebetulnya, intervensi semacam itu seharusnya sudah tidak pernah terdengar setelah Brasil kembali ke demokrasi pada tahun 1985 mengakhiri 21 tahun kekuasaan militer.
Praktik semacam itu sedikit berubah setidaknya sejak 31 Desember 2018, dengan berkuasanya presiden sayap kanan Brasil Jair Bolsonaro.
Advertisement
Tindakan Bolsonaro
Sejak memimpin Brasil per Januari 2019, Bolsonaro telah berjanji untuk mengambil langkah keras kepada para penjahat dengan memanfaatkan kepolisian.
Kebijakan Bolsonaro didukung oleh gubernur Negara Bagian Rio yang baru terpilih, Wilson Witzel.
Dalam dua bulan pertama pemerintahan Witzel, 305 orang terbunuh oleh polisi. Adapun menurut statistik pemerintah, terdapat satu kematian seperti itu setiap empat setengah jam.
Dengan jumlah itu, kasus pembunuhan diketahui meningkat 17,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018. Selain itu juga merupakan rekor tertinggi selama 16 tahun dalam konteks pembunuhan dengan keterlibatan polisi.
Witzel baru-baru ini mengatakan kepada media lokal bahwa penembak jitu juga telah dikerahkan di kota.