Sukses

Dewan Eropa Sarankan Inggris Agar Memundurkan Tenggat Brexit Setahun

Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan, Uni Eropa harus mempertimbangkan untuk menawarkan kepada Inggris penundaan "fleksibel" untuk Brexit hingga satu tahun.

Liputan6.com, London - Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan, Uni Eropa harus mempertimbangkan untuk menawarkan kepada Inggris penundaan "fleksibel" untuk Brexit hingga satu tahun, dengan opsi untuk keluar lebih awal jika kesepakatan disahkan.

Dia mengatakan, ada "sedikit alasan untuk percaya" kesepakatan Brexit akan disetujui dalam tenggat waktu perpanjangan yang diusulkan PM Inggris Theresa May, yakni pada 30 Juni 2019.

Menulis kepada para pemimpin UE, Tusk mengatakan penundaan apa pun harus memiliki persyaratan.

Kini sekarang tergantung pada anggota UE untuk memberikan suara terhadap proposal dalam pertemuan puncak pada hari Rabu ini.

Sebuah rancangan dokumen Uni Eropa yang diedarkan kepada para diplomat menjelang KTT darurat juga mengusulkan perpanjangan tetapi membiarkan tanggal tenggat waktu yang diusulkan kosong.

Wartawan BBC di Brussels mengatakan dokumen itu merujuk pada perpanjangan tenggat Brexit yang berlangsung "hanya selama diperlukan dan, dalam hal apa pun, tidak lebih dari XX.XX.XXXX dan berakhir lebih awal jika perjanjian penarikan disahkan."

Sejauh ini Inggris masih dijadwalkan untuk meninggalkan Uni Eropa pada Jumat 5 April 2019 pukul 23.00 BST.

2 dari 3 halaman

PM Inggris Juga Usulkan Perpanjangan Tenggat Brexit

Sejauh ini, anggota parlemen Inggris telah menolak perjanjian penarikan yang dicapai PM May dengan para pemimpin Eropa lainnya tahun lalu, jadi dia sekarang meminta tanggal Brexit untuk diperpanjang.

Sementara itu, PM May telah bertemu Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris dan Kanselir Jerman Angela Merkel di Berlin untuk mengadakan pembicaraan menjelang KTT.

Setelah itu, Merkel mengatakan penundaan yang berjalan sampai akhir tahun ini atau awal tahun 2020 adalah suatu kemungkinan.

Tusk mengatakan pemberian perpanjangan 30 Juni yang diusulkan PM May "akan meningkatkan risiko serangkaian perpanjangan pendek dan KTT darurat, menciptakan tanggal baru di tepi jurang".

Dan jika Dewan Eropa sama sekali tidak menyetujui perpanjangan, "akan ada risiko Brexit tanpa kesepakatan", katanya.

"Satu kemungkinan akan menjadi perpanjangan yang fleksibel, yang hanya akan berlangsung selama diperlukan dan tidak lebih dari satu tahun, karena setelah tanggal tersebut kita perlu memutuskan dengan suara bulat pada beberapa proyek utama Eropa."

Tusk mengatakan UE perlu menyepakati sejumlah persyaratan yang harus dilampirkan pada setiap perpanjangan yang diusulkan, termasuk bahwa tidak akan ada pembukaan kembali perundingan tentang perjanjian pembantalan.

Dia mengatakan Inggris harus diperlakukan "dengan penghormatan tertinggi" dan "tidak ada pihak yang boleh merasa dihina".

3 dari 3 halaman

Inggris Terbitkan Paspor Baru Tanpa Label Uni Eropa

Pada kabar lain baru-baru ini, seorang warga Inggris dkejutkan oleh tampilan baru paspornya. Susan Hindle Barone memperlihatkan buku kecil berwarna burgundy yang ia terima pada Jumat, 5 April 2019 karena dokumen lamanya telah kedaluwarsa. Paspor itu ternyata diterbitkan pada 30 Maret, sehari setelah Inggris seharusnya meninggalkan Uni Eropa.

Mengutip BBC News pada Sabtu (6/4/2019), tampak paspor tidak memuat label "Uni Eropa". Barone mengatakan, ia yakin bahwa desain dokumen utama perjalanan luar negeri itu tidak boleh berubah selama Inggris masih menjadi anggota Uni Eropa.

"Mereka telah membuat perubahan ketika kita belum keluar (dari Uni Eropa)," kata Barone. Ia juga bertanya-tanya keuntungan apa yang didapatkan dengan pergi dari organisasi supranasional itu.

"Tentu saja justru banyak kerugian yang kita dapatkan," lanjutnya.

Keputusan menghapus label "Uni Eropa" secara tidak langsung telah membuktikan keunggulan pendukung Brexit.

Tidak hanya tulisan "Uni Eropa" yang hilang, pada akhir tahun ini Inggris bahkan berencana mengeluarkan parpor Brexmas berwarna biru tua. Sebuah desain yang menyerupai desain pra-Uni Eropa, senada dengan pernyataan pemimpin UKIP Nigel Farage pada 2017 lalu.

Sebetulnya, keputusan untuk mengubah warna paspor dari biru tua menjadi burgundy saat memasuki Uni Eropa adalah keputusan Inggris. Dominic Casciani, koresponden BBC mengatakan langkah itu diambil Negeri Ratu Elizabeth pada 1980-an saar negara anggota Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC) berusaha menyelaraskan desain agar pelancong dari anggotanya lebih dimudahkan di perbatasan.

"jadi ini bukan keputusan yang dipaksakan oleh pejabat Uni Eropa di Brussel. Inggris bsa mengabaikannya," kata Casciani menyimpulkan.

Sebagaimana diketahui, Kroasia bahkan mempertahankan paspor birunya setelah bergabung Uni Eropa pada 2013 lalu.

Video Terkini