Liputan6.com, Jakarta - Pada 1955, ajang akbar digelar di Indonesia: Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung. Sebanyak 29 negara, yang merepresentasikan lebih dari setengah total penduduk dunia pada, mengirimkan wakilnya.
Itu adalah pertemuan besar pertama negara-negara Non-Blok, yang memosisikan diri sebagai kekuatan ketiga, yang menjadi penyeimbang dalam konflik Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dikomandani Uni Soviet. Namun, AS memandangnya curiga.
Advertisement
Baca Juga
Alasannya, diduga karena Perdana Menteri China Zhou Enlai menjadi tamu istimewa dalam konferensi tersebut. Ia adalah kawan karib PM India, Jawaharlal Nehru, salah satu penggagas KAA.
Seperti dikutip dari situs Times of India, Rabu (10/4/2019), kala itu Zhou Enlai meminta Nehru mengirimkan pesawat untuk membawanya dan para delegasi ke Indonesia. Permintaan itu tak bertepuk sebelah tangan.
Nehru mengirimkan pesawat paling anyar milik maskapai Air India, yang dijuluki 'Kashmir Princess'. Jenisnya Lockheed L-749A Constellation.
Dalam perjalanan menuju Jakarta, pada 11 April 1955, kapal terbang itu transit di Hong Kong untuk mengisi bahan bakar.
Sejam sebelum tiba di bandara tujuan, di ketinggian 18.000 kaki, di lepas pantai Indonesia, bahan peledak yang dilengkapi pengatur waktu (timer) meledak di wheel bay atau ruang roda pesawat sebelah kanan. Kashmir Princess berguncang hebat karenanya.
Efek ledakan bikin bolong tanki bahan bakar nomor tiga. Burung besi itu pun terbakar. Pilot melihat nyala api menjalar dari dari belakang mesin di sayap kanan. Asap mulai memenuhi kokpit. Lampu peringatan kebakaran di ruang bagasi menyala.
Pilot mencoba mengendalikan situasi, dengan mematikan mesin yang tarbakar. Namun, tak berhasil. Pesawat diselubungi api yang berkobar di bagian kargo, sayap, serta asap tebal di kokpit. Itu adalah pertanda bahaya.Â
Akhirnya, sang penerbang menurunkan hidung pesawat, mencoba mendaratkannya di laut. Setidaknya para awak dan penumpang bisa meloloskan diri dengan rakit darurat, begitu niatnya.
Panggilan kemudian darurat ditransmisikan. Kashmir Princess mengumumkan situasi gawat di atas Kepulauan Natuna. Beberapa saat kemudian saluran komunikasi terputus ketika api berkobar di bagian bawah pesawat. Â
Pesawat itu bergerak liar, di luar kendali, lalu celaka. Sebanyak 16 dari 19 manusia yang ada di dalamnya tewas. Tiga orang yang selamat adalah kopilot, teknisi penerbangan dan navigator -- mereka lah yang menguak apa yang terjadi di detik-detik terakhir penerbangan.
PM China Lolos dari Maut
PM China Zhou Enlai ternyata tak ada di dalam pesawat nahas itu. Pada menit-menit terakhir ia membatalkan penerbangannya bersama Kashmir Princess. Itu artinya, mereka yang tewas mayoritas adalah anggota delegasi dan para jurnalis. Para mendiang berasal dari China, Vietnam, juga Eropa.
Intelijen China kala itu diduga mendapatkan informasi bahwa seorang agen Taiwan berniat menanam bom di Kashmir Princess, saat pesawat itu mengisi bahan bakar di Hong Kong. Tujuannya, untuk membunuh PM Zhou Enlai.
Informasi intelijen rahasia itu mereka sampaikan pada sang bos. Meski mengetahui bahaya sedang menjelang, PM Zhou dikabarkan memutuskan untuk tak membatalkan penerbangan itu -- meski akhirnya para awak pesawat dan penumpang jadi korbannya.
"Itu adalah sebuah pengorbanan yang dilakukan demi tujuan yang lebih besar," konon itu adalah dalihnya, seperti dikutip dari Times of India.
Di sisi lain, berdasarkan dokumen rahasia yang dirilis China, rencana perjalanan Zhou Enlai yang dirahasiakan telah menyelamatkan nyawanya.
PM Zhou belum meninggalkan China hingga 14 April, ketika ia terbang ke Rangoon (Yangon) untuk bertemu dengan PM India Jawaharlal Nehru dan pemimpin Burma U Nu, sebelum bertolak ke Bandung.
Pesawat yang nahas sebenarnya dijadwalkan terbang lagi ke Rangoon untuk menjemput PM Zhou dan mengantarnya ke Indonesia.
Advertisement
CIA Terlibat?
Insiden tersebut kemudian memicu geger. Pihak Inggris, yang kala itu menguasai Hong Kong, membantah plot jahat pemboman pesawat Kashmir Princess dilakukan di wilayah kekuasaannya.
Namun, berdasarkan hasil penyelidikan intensif ditemukan, seorang staf bersih-bersih bernama Chow Tse Ming diduga adalah agen Taiwan. Entah siapa nama aslinya. Ia diduga menanam bom itu.
Pada hari-hari jelang pemboman, Chow Tse Ming dilaporkan menghabiskan banyak uang, yang dibelanjakannya di sejumlah titik di Hong Kong. Jumlahnya fantastis, tak sesuai dengan gaji yang ia dapatkan sebagai petugas kebersihan bandara.Â
Apakah itu bayarannya untuk menanam bom? Tak ada yang tahu. Ia terlacak kebur dengan penerbangan Civil Air Transport (CAT) ke Taiwan. Polisi Hong Kong menduga, pria itu adalah agen pasukan operasi intelijen Kuomintang.
Pemerintah Hong Kong kemudian menahan 71 terduga agen mata-mata Taiwan. Namun, semuanya dibebaskan atas alasan tak cukup bukti.
Akibatnya, tak ada satu pun pelaku yang dihukum atas ulahnya membom Kashmir Princess.
Seperti dikutip dari fly.historicwings.com, penyelidik Indonesia melaporkan temuan perangkat detonator MK-7 buatan Amerika di antara puing-puing pesawat yang berserak.
Apakah insiden itu adalah operasi Taiwan atau CIA, tak ada yang bisa memastikan.
Saat hubungan AS dan China dipulihkan pada awal 1970-an, dalam sebuah pertemuan, Zhou Enlai bertanya pada Henry Kissinger, penasihat keamanan Negeri Paman Sam.
Ia bertanya secara blak-blakan, apakah CIA pernah mencoba menghabisinya pada 1955. Kissinger dilaporkan tersenyum dan menjawab, "Tuan Perdana Menteri, Anda menilai berlebihan kemampuan CIA."
Sementara, William Corson, pensiunan staf intelijen AS pada akhir 1970-an mengungkap hal menarik dalam bukunya, Armies of Ignorance. Soal rencana detil AS menghabisi Zhou Enlai.