Sukses

Cerita WNI soal Ratusan Orang yang Tak Bisa Gunakan Hak Suara di TPS Sydney

Salah satu yang menjadi sorotan luas adalah terhambatnya pemilih untuk menggunakan hak suara di tempat pemungutan suara (TPS) Town Hall, Sydney.

Liputan6.com, Sydney - Ratusan warga negara Indonesia (WNI) di Sydney, Australia dikabarkan tak bisa menggunakan hak memilihnya dalam Pemilu tahun ini, ketika pemungutan suara luar negeri dilakukan di Negeri Kanguru kemarin, Sabtu 13 April 2019.

Salah satu yang menjadi sorotan luas adalah terhambatnya pemilih untuk menggunakan hak suara di tempat pemungutan suara (TPS) Town Hall, Sydney.

Sejumlah penyebab mengemuka, mulai dari kabar tentang TPS yang tidak mengantisipasi kendala dalam proses pemungutan, hingga jumlah pemilih non-DPT (daftar pemilih tetap) yang membeludak berdatangan ke lokasi itu.

Cerita WNI di Sydney

Evan Kriswandi Soendjojo, WNI yang menempuh studi master di University of Sydney membenarkan tentang polemik itu.

"Itu kejadiannya di TPS Town Hall, tengah kota Sydney," kata Evan di Sydney, saat dihubungi jurnalis Liputan6.com dari Perth pada Minggu, 14 April 2019.

Ia menceritakan, pemilu di TPS Town Hall sempat terlambat buka dari jadwal sebenarnya, yakni pukul 08.00 waktu setempat.

Evan melanjutkan, TPS Town Hall mengalami penumpukan calon pemilih yang sebelumnya belum melapor sebagai daftar pemilih tetap (DPT). Mereka datang langsung untuk mendaftar di lokasi pada hari-H pemilu di Sydney, yakni Sabtu 13 April 2019.

Para calon pemilih yang tidak masuk dalam DPT dan mendaftar langsung pada hari-H disediakan surat suara cadangan, kata Evan.

"Sekitar beberapa persen dari total surat suara diperuntukkan sebagai surat suara cadangan bagi calon pemilih yang sebelumnya belum melapor sebagai DPT," kata Evan.

"Namun masalahnya," lanjut Evan, "banyak pemilih di TPS itu yang justru tidak melapor sebagai DPT."

"Polemik ditambah lagi dengan TPS yang tutup tepat waktu jam 18.00 tanpa perpanjangan atau antisipasi kendala. Tutup ya lansung tutup, sementara masih ada kerumunan di luar TPS."

"Dan, tidak ada tindak lanjut dari panitia TPS di Town Hall."

"Beberapa yang tidak dilayani di Town Hall berinisiatif ke TPS di KJRI Sydney yang diperpanjang khusus untuk mereka sampai sekitar pukul 19.00."

"Tapi, masih banyak WNI yang tetap bertahan di TPS Town Hall, berharap bisa nyoblos. Tapi kemudian tetap gak bisa."

"Banyak teman-teman saya di TPS Town Hall mengeluhkan hal itu di media sosial sekarang."

 

2 dari 3 halaman

Penjelasan PPLN Sydney

Anggota Sekretariat PPLN Sydney, Hermanus, mengonfirmasi polemik itu ketika dihubungi Liputan6.com pada Minggu 14 April 2019.

Dia menjelaskan, WNI yang tidak bisa menggunakan hak suaranya itu merupakan pemilih khusus yang tidak masuk DPT.

WNI yang masuk dapat daftar pemilih khusus memang baru bisa memilih satu jam sebelum waktu pemungutan suara berakhir.

"Sesuai aturan, pemungutan suara berlangsung pukul 08.00 hingga 18.00. Sementara pemilih yang masuk dalam DPT khusus memilih mulai pukul 17.00. Penutupan ini dengan mempertimbangkan penggunaan gedung dan sesuai dengan aturan yang ditentukan KPU," ujar Hermanus ketika dihubungi Liputan6.com, Minggu (14/4/2019).

Menurut dia, seluruh WNI di Sydney yang masuk dalam DPT sudah terlayani hingga pukul 17.00. Setelah jam itulah, antrean mulai membludak.

"Sampai pukul 17.00 WNI yang masuk DPT sudah terlayani. Setelah pukul itu, barulah antean membludak. Sebenarnya, ketika sudah pukul 18.00 tapi orangnya sudah masuk gedung, tetap dilayani," tutur Hermanus.

3 dari 3 halaman

Konsekuensi

Anggota Sekretariat PPLN Sydney, Hermanus menambahkan, tidak bisa menggunakan hak merupakan konsekuensi dari pemilih khusus. Jikapun TPS masih buka, belum tentu mereka bisa memilih. Bisa jadi surat suara habis.

"Setiap TPSLN mendapat 2 persen surat suara cadangan. Jadi kalaupun bisa masuk TPS, belum tentu dapat menggunakan hak suara," kata Hermanus.

Menurut Hermanus, pihaknya sudah mendorong WNI di Sydney untuk mendaftarkan diri dan mengurus keperluan Pemilu 2019 agar masuk dalam DPT. Namun, tidak semua WNI mematuhinya.

"Sejak awal sampai menjelang penetapan DPT, kami terus mendorong. Entah karena apa, mungkin ada kendala sehingga tidak bisa mendaftar atau melapor. Namun, di luar kejadian ini, banyak kok WNI yang mengapresiasi," kata Hermanus.

Video Terkini