Sukses

Potensi Pendukung Kehidupan Ditemukan di Planet Asing Dekat Bumi?

Astronom mengklaim telah menemukan potensi kondisi pendukung kehidupan di eksoplanet terdekat Bumi.

Liputan6.com, Jakarta - Pada Agustus 2016, para astronom dari European Southern Observatory (ESO) mengumumkan penemuan sebuah planet ekstrasurya atau eksoplanet dalam sistem bintang katai merah Proxima Centauri.

Kabar temuan itu disambut dengan sangat meriah oleh berbagai kalangan di penjuru dunia, karena planet tersebut adalah planet berbatu yang jaraknya paling dekat dengan Tata Surya kita --yang juga mengorbit di zona layak huni dari Proxima Centauri.

Setelahnya, berbagai penelitian telah dilakukan untuk menentukan apakah planet ini benar-benar dapat mendukung kehidupan atau sebaliknya.

Sayangnya, sebagian besar riset yang dilakukan sejauh ini hanya menunjukkan kenihilan. Antara variabilitas Proxima Centauri dan planet baru itu yang terkunci dengan bintangnya, kehidupan akan sulit bertahan di sana.

Namun, dengan menggunakan sampel kehidupan dari Bumi awal, sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti dari Carl Sagan Institute (CSI) mengklaim telah menemukan bagaimana kehidupan dapat memiliki 'tempat' di Proxima b --sebuah planet luar surya yang mengorbit dalam zona layak huni dari bintang katai merah Proxima Centauri, bintang terdekat dengan matahari.

Penelitian ini, yang muncul dalam Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, dilakukan oleh Jack O'Malley-James dan Lisa Kaltenegger --tim ilmuwan sekaligus direktur dari Carl Sagan Institute di Cornell University.

Mereka meneliti tingkatan dari fluks (gerakan bersinambung atau terus-menerus) pemukaan sinar ultraviolet yang akan dialami oleh planet-planet yang mengorbit tipe-M (katai merah) dan membandingkannya dengan kondisi di Bumi purba.

Potensi kelayakhunian sistem katai merah adalah sesuatu yang telah diperdebatkan oleh para ahli astronomi selama beberapa dekade. Pada dasarnya, katai merah adalah jenis bintang yang paling umum ada di Alam Semesta --85 persen dari bintang-bintang yang ada di Bimasakti saja.

Mereka juga memiliki umur panjang terlama, dengan rentang hidup yang dapat bertahan hingga triliunan tahun. Selain itu, bintang-bintang tersebut tampaknya adalah bintang-bintang yang kemungkinan besar menghuni sistem planet berbatu.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya planet berbatu yang ditemukan di sekitar bintang katai merah tetangga Bumi dalam beberapa tahun terakhir --seperti Proxima b, Ross 128b, LHS 1140b, Gliese 667Cc, GJ 536, tujuh planet berbatu yang mengorbit TRAPPIST-1.

Namun, bintang katai merah juga menghadirkan banyak hambatan untuk dapat ditinggali, tidak terkecuali variabel dan sifatnya yang tidak stabil. Seperti yang dijelaskan O'Malley-James kepada Universe Today, yang dikutip dari Science Alert pada Sabtu (20/4/2019) melalui email:

Penghalang utama terhadap kelayakhunian dunia-dunia ini adalah aktivitas bintang-bintang inangnya. Lidah api dari bintang biasa dapat memercikan planet-planet ini dengan radiasi biologis tingkat tinggi. Selain itu, dalam jangka waktu yang lebih lama, serangan radiasi sinar-X, ditambah daya fluks partikel dari bintang-bintang inang, membuat atmosfer di planet-planet itu berisiko terkikis dari waktu ke waktu.
2 dari 3 halaman

Bumi Tempo Dulu

Selama beberapa generasi, para ilmuwan telah bergumul dengan pertanyaan tentang kelayakhunian planet yang mengorbit bintang katai merah.

Tidak seperti Matahari kita, bintang kerdil yang bermassa rendah dan sangat dingin ini dikatakan amat bervariasi, tidak stabil, dan mudah terbakar.

Lidah api ini melepaskan banyak radiasi UV berenergi tinggi, yang berbahaya bagi kehidupan seperti kita dan mampu menyingkirkan atmosfer dari sebuah planet.

Namun, seperti yang telah ditunjukkan oleh penelitian sebelumnya, itu semua tergantung pada kepadatan dan komposisi atmosfer planet. Belum lagi "apakah planet ini memiliki medan magnet atau tidak."

Untuk menentukan seberapa potensial kehidupan dapat bertahan dalam kondisi tersebut, O'Malley-James dan Kaltenegger mempertimbangkan gambaran tentang kondisi Bumi sekitar 4 miliar tahun yang lalu.

Kala itu, permukaan Bumi tidak 'berteman' dengan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang. Selain aktivitas vulkanik dan atmosfer beracun, bentang alam Bumi dibombardir oleh radiasi UV dengan cara yang mirip dengan apa yang dialami oleh planet-planet yang mengorbit bintang-bintang tipe-M sekarang.

Untuk mengatasinya, Kaltenegger dan O'Malley-James memodelkan lingkungan yang dipenuhi oleh sinar UV, dari empat planet ekstrasurya yang "berpotensi layak huni", yaitu Proxima-b, TRAPPIST-1e, Ross-128b dan LHS-1140b, dengan berbagai komposisi atmosfer.

Hasilnya, atmosfer gampang terkikis atau "anoksik" --tidak menghalangi radiasi UV dengan baik dan tidak memiliki lapisan ozon pelindung.

Model-model ini menunjukkan bahwa ketika atmosfer menjadi lebih tipis dan tingkat ozon berkurang, maka akan semakin banyak pula radiasi UV tingkat tinggi yang dapat mencapai tanah.

Tetapi ketika kedua tim peneliti itu membandingkan model dengan apa yang ada di Bumi sekitar 4 miliar tahun yang lalu, hasilnya terbukti menarik. Seperti yang dikatakan O'Malley-James:

"Tingkat radiasi UV di permukaan Bumi kala itu lebih tinggi dari yang kita alami saat ini. Namun, kadar UV, untuk planet-planet di sekitar bintang paling aktif, semuanya lebih rendah daripada yang dialami Bumi pada zaman dahulu. Kita tahu bahwa Bumi muda sudah bisa mendukung kehidupan. Jadi kasus serupa juga mungkin bisa terjadi di planet lain yang berada di dalam sistem bintang M."

3 dari 3 halaman

Kelak Bisa Dihuni Manusia?

NASA belum lama ini mengungkap kalau eksoplanet (planet asing) terdekat Bumi, Proxima Centauri b (Proxima b), yang konon kelak bisa dihuni manusia.

Dalam keterangan resminya seperti dikutip Phys, Selasa, 18 September 2018, Proxima Centauri b ternyata memiliki kehidupan organisme lewat sumber air yang ada di dalamnya.

Hasil penelitian ini, dipublikasikan dalam sebuah jurnal ilmiah berjudul Habitable Climate Scenarios for Proxima Centauri b with Dynamic Ocean. Adapun penelitian dipimpin oleh Anthony Del Genio, ilmuwan dari NASA Goddard Institute of Space Studies.

Del Genio mengakui, adanya kandungan air di atas permukaan planet menjadikan ekosistem planet bisa bertahan dalam berbagai kondisi.

Karenanya, ekosistem tersebut bisa jadi dikatakan layak untuk menjadi tempat tinggal organisme hidup.

Tak cuma adanya bukti kandungan air, Proxima Centauri b juga berada dalam zona layak huni dari posisi orbit planet. 

Planet mengorbit bintang yang bernama Proxima Centauri, di mana jaraknya sekitar 4,2 tahun cahaya dari Bumi, atau setara dengan 40 triliun kilometer.

Meski begitu, para astronom membutuhkan waktu lebih lama untuk mempelajari karakteristik dari planet ini. Pasalnya, kata Del Genio, kandungan air dan zona layak huni bukan jadi jaminan bahwa Proxima Centauri b bisa dihuni manusia.

"Kita tidak tahu kalau Proxima b ini memiliki atmosfer atau tidak, tanpa ini ya mana mungkin manusia bisa hidup," ucapnya.

Tak cuma itu, karakteristik bintang Proxima Centauri juga digolongkan sebagai kategori 'kurcaci merah'.

Menurut Del Genio, bintang ini tidak sepanas Matahari, jadi planet harus berada sangat dekat untuk mendapat cahaya demi iklim yang mendukung kehidupan di dalamnya.

Meskipun planet ini hanya berjarak sekitar 4,2 tahun cahaya, para peneliti menyebut kemungkinan mengunjunginya masih sangat jauh. Apalagi dengan wahana luar angkasa yang diluncurkan, terlebih dengan teknologi yang ada saat ini.

Masalah lain yang belum dipecahkan adalah lokasi pasti tersebut. Para peneliti menuturkan tak mungkin Proxima b terbentuk di lokasinya saat ini.

Menurut seorang peneliti Anglada-Escude kemungkinan planet itu itu terbentuk di tempat lain dan sampai di sana karena migrasi.