Sukses

Spekulasi Dalang Teror Bom Sri Lanka, ISIS hingga National Thowheed Jamath

Delapan ledakan beruntun terjadi di Sri Lanka pada 21 April 2019, menewaskan 290 orang dan melukai 500 lainnya.

Liputan6.com, Kolombo - Delapan ledakan beruntun terjadi di Sri Lanka pada 21 April 2019, menewaskan 290 orang dan melukai 500 lainnya --menjadikan peristiwa itu sebagai serangan teroris dalam satu hari paling mematikan sejak 9/11 pada 18 tahun silam.

Jumlah korban tewas diperkirakan akan bertambah, mengingat total korban luka yang banyak, sebagai dampak atas serangan tersebar di dua kota --yang menargetkan 3 gereja (tepat ketika misa Minggu Paskah), 4 hotel, dan satu rumah.

Tak seperti kejadian teror beberapa waktu terakhir, tragedi 21 April di Kolombo dan Batticaloa menjadikan pertanyaan tentang "siapa dalangnya?" sebagai sebuah misteri besar.

Sri Lanka yang mayoritas Buddha punya sejarah kekerasan dan teror, namun, sebagian besar bukan dipicu oleh narasi agama --meski beberapa laporan mencatat kasus-kasus semacam itu. Mayoritas, selama 36 tahun, teror yang dihadapi oleh Negeri Ceylon berkenaan dengan aktivitas kelompok separatis Macan Tamil yang mayoritas Hindu.

Konflik berujung perang saudara yang panjang antara Macan Tamil dan pemerintah berakhir satu dekade lalu, setelah merenggut antara 70.000 hingga 80.000 jiwa.

Namun, apakah insiden 21 April 2019 kemarin menandai kebangkitan Macan Tamil? Kemungkinan besar tidak.

Menteri Pertahanan Sri Lanka, Ruwan Wijewardene mengatakan kepada wartawan bahwa "insiden teroris" dilakukan oleh mereka yang mengikuti "ekstremisme agama."

Di sisi lain, Macan Tamil selama ini dikenal dengan kelompok berhaluan politik, nasionalis-revolusi, dan memiliki agenda separatisme.

Lembaga think-tank Council on Foreign Relations mencatat dalam laporannya, Macan Tamil terutama memfokuskan serangan mereka pada "hub transit, tempat pemujaan Budha, dan gedung perkantoran ... dan pejabat Sri Lanka, ketimbang gereja," demikian seperti dikutip dari CNN.

Senada, Menteri Perumahan Sri Lanka, Sajith Premadasa mengatakan bahwa negaranya menghadapi "jenis terorisme baru".

"Sejak akhir perang tahun 2009, kami belum mengalami serangan seperti ini sehingga kami sangat terganggu dan khawatir tentang hal ini," kata Menteri Premadasa yang menambahkan bahwa rangkaian kejadian kemarin merupakan karya para pembom bunuh diri.

Kini, berbagai spekulasi mengarah pada organisasi seperti ISIS, Al Qaeda, dan kelompok ekstremisme yang sehaluan. Tapi, benarkah mereka yang melakukannya?\

2 dari 4 halaman

Dugaan Mengarah ke ISIS atau Al Qaeda, tapi...

Tak seperti serangan teror yang melanda belahan dunia beberapa waktu terakhir, tidak ada klaim sepihak dari ISIS terhadap tragedi di Sri Lanka 21 April 2019. Kendati demikian, mereka dilaporkan bersuka cita atas peristiwa itu, sebagaimana yang dilaporkan oleh situs pemantau aktivitas bermedia sosial kelompok dan sel teror global.

Namun, melihat pada 'permukaan' peristiwa, ada pola-pola yang setidaknya membuat teror di Kolombo dan Batticaloa menyerupai serangan ala ISIS --tanpa mesti organisasi itu menyatakan klaim seperti yang biasa mereka lakukan, catat Peter Bergen analis keamanan nasional dari Arizona State University, dalam artikel opini untuk CNN.

Pada bulan Januari 2019, ISIS mengklaim serangan yang menewaskan sedikitnya 20 orang di sebuah gereja di Filipina. Serangan itu juga terjadi pada hari Minggu, ketika umat berkumpul untuk misa.

Kemudian, Mei 2018, ISIS mengklaim melakukan serangan di tiga gereja di Indonesia, menewaskan sedikitnya 12 orang dan melukai puluhan lainnya.

Dan, pada tahun 2017, pada Minggu Palem, ISIS menewaskan sedikitnya 49 orang yang berkumpul untuk Misa di dua gereja di Mesir.

Tapi Daesh bukan satu-satunya kelompok ekstremis yang beroperasi dengan cara ini.

Sebuah cabang dari Al Qaeda di Irak menewaskan 58 orang di sebuah gereja pada hari Minggu di ibukota Irak, Baghdad pada tahun 2010. Empat tahun sebelumnya, Al Qaeda di Irak menyerang Grand Hyatt, Radisson SAS dan Days Inn hotel di Amman, Yordania, menewaskan 57 orang.

Lalu ada Lashkar-e-Tayyiba yang berbasis di Pakistan, yang melakukan serangan pada 2008 di dua hotel mewah di Mumbai - Taj dan Oberoi - yang merupakan bagian dari operasi yang lebih besar di mana total 164 orang tewas.

Dan Jemaah Islamiyah (JI) yang berbasis di Indonesia melakukan beberapa serangan terhadap gereja pada tahun 2000, menewaskan 17 orang.

Mereka juga menyerang JW Marriott dan hotel Ritz-Carlton di Jakarta, Indonesia pada tahun 2009, menewaskan sembilan.

Akan tetapi, ada satu kesamaan dari semua kelompok itu yang mengecilkan kemungkinan mereka sebagai dalang sebenarnya atas serangan di Sri Lanka: baik ISIS, Al Qaeda, atau kelompok seperti Lashkar-e-Tayyiba tak memiliki banyak kehadiran di Sri Lanka.

ISIS memang pernah mencoba merekrut anggota dari Negeri Ceylon. Dan, pada tahun 2016, seorang pejabat Sri Lanka mengatakan bahwa 32 warga Sri Lanka telah bergabung dengan kelompok itu.

Namun, tidak pernah ada catatan ISIS atau sel-selnya beroperasi secara signifikan di negara mayoritas Buddha itu.

3 dari 4 halaman

Telunjuk Mengarah pada National Thowheed Jamath (NTJ)

Kini, semua telunjuk di Sri Lanka mungkin mengarah pada satu kelompok partikular sebagai terduga dalang serangan 21 April 2019: National Thowheed Jamath (NTJ) --terjemahan harafiah: Jemaah Tauhid Nasional.

Kelompok itu tergolong baru. Mereka pertama kali masuk dalam radar aparat keamanan Sri Lanka pada 2018, yang melabel NTJ sebagai "kelompok muslim radikal" dan terhubung dengan peristiwa vandalisme terhadap beberapa patung Buddha tahun lalu.

Dan pada 2016, pemimpin mereka, Abdul Razik, ditangkap dengan tuduhan menghasut rasisme.

Nama mereka sekarang mulai marak dikutip berbagai media internasional, setelah dokumen imbauan intelkam Sri Lanka pada 11 April 2019 lalu menyebut nama NTJ sebagai kelompok yang berpotensi melakukan serangan bunuh diri terhadap gereja ternama --AFP melaporkan, seperti dikutip dari News18.com

Kepala Kepolisian Sri Lanka, Pujuth Jayasundara dikabarkan telah merilis imbauan nasional mengenai ancaman teror itu, yang ia kirim kepada beberapa pejabat tinggi Sri Lanka pada 11 April 2019.

Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe juga mengakui bahwa pemerintah telah memiliki "informasi terkait potensi serangan".

"Badan intelijen asing telah melaporkan bahwa NTJ (National Thowheed Jamath) berencana untuk melakukan serangan bunuh diri menargetkan gereja dan komisi tinggi India di Kolombo," kutip laporan tertulis itu.

Kepolisian Sri Lanka saat ini mengatakan tengah menyelidiki serangan bom, dan dalam proses investigasi, mereka mengatakan akan turut meneliti laporan intelijen itu, termasuk seputar NTJ --terlepas pada fakta bahwa laporan itu justru berujung pada kebobolan, gagal memperingatkan adanya bahaya.

4 dari 4 halaman

Kata Pengamat soal Siapa Identitas NTJ

Tujuan National Thowheed Jamath (NTJ) bukanlah pemberontakan, kata Anne Speckhard, direktur the International Centre for the Study of Violent Extremism seperti dikutip dari the Strait Times.

Sebaliknya, NTJ bertujuan untuk menyebarkan gerakan militan global ke Sri Lanka dan untuk menciptakan kebencian, ketakutan dan perpecahan di masyarakat.

"Ini bukan tentang gerakan separatis," katanya. "Ini tentang agama dan penghukuman."

Pemboman bunuh diri yang terkoordinasi pada hari Minggu, menargetkan anggota minoritas Katolik Roma Sri Lanka dan tamu di hotel-hotel favorit wisatawan asing, mirip dengan yang dilakukan di tempat lain oleh kelompok-kelompok militan ekstremis arus utama, kata Speckhard.

"Serangan-serangan ini tampaknya sangat berbeda (dari yang pernah dihadapi Sri Lanka) dan tampak seolah-olah terinspirasi dari buku pedoman militansi global ISIS atau Al Qaeda, karena ini adalah serangan yang memicu kebencian agama dengan menyerang beberapa gereja pada hari libur keagamaan yang ramai," katanya.