Liputan6.com, Washington DC - Surat kabar Washington Post baru saja merilis kabar tentang rencana pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mengakhiri keringanan impor minyak dari Iran, di mana hal itu berkaitan dengan sanksi tegas yang tengah menimpa Negeri Persia.
Dikutip dari Channel News Asia pada Senin (22/4/2019), rencana tersebut akan diumumkan pada awal pekan ini, tanpa disebutkan hari pastinya.
Rencana itu mengimbau seluruh importir minyak Iran untuk segera mengakhiri kerja sama dengan Teheran, atau akan mendapat dampak sanksi dari AS, lapor The Post pada hari Minggu.
Advertisement
Baca Juga
November lalu, AS kembali menerapkan sanksi terhadap ekspor minyak Iran setelah Presiden Donald Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir antara Iran dan enam kekuatan dunia, yang ditandatangani pada 2015.
AS menekan Iran untuk membatasi program nuklirnya dan berhenti mendukung proksi militan di Timur Tengah.
Bersamaan dengan sanksi, AS juga memberikan keringanan kepada delapan negara yang telah mengurangi pembelian minyak mereka dari Iran, sehingga memungkinkan mereka untuk terus membelinya tanpa dikenakan sanksi selama enam bulan.
Kedelapan negara tersebut adalah China, India, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Turki, Italia, dan Yunani.
Tetapi pada hari Senin, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan: "Pada tanggal 2 Mei, Kementerian Luar Negeri tidak akan lagi memberikan keringanan sanksi kepada negara mana pun yang saat ini mengimpor minyak mentah atau kondensat Iran."
Keinginan AS untuk Bikin Nol Ekspor Iran
Pada hari Rabu, Frank Fannon, Asisten Menlu AS untuk Sumber Daya Energi, mengulangi posisi Washington bahwa "Tujuan kami adalah untuk mencapai nol ekspor Iran secepat mungkin".
Negara-negara lain telah memantau apakah AS akan melanjutkan keringanannya.
Selasa lalu, juru bicara kepresidenan Turki Ibrahim Kalin mengatakan bahwa negaranya mengharapkan AS memperpanjang pengabaian yang diberikan kepada Ankara, untuk melanjutkan pembelian minyak dari Iran tanpa melanggar sanksi terkait.
Turki tidak mendukung kebijakan sanksi AS terhadap Iran dan tidak berpikir itu akan memberikan hasil yang diinginkan, kata Kalin kepada wartawan di Washington.
Sejauh ini, AS menerapkan kampanye 'tekanan ekonomi maksimum' di Iran melalui sanksi, yang pada akhirnya bertujuan untuk menghentikan ekspor minyak negara itu, dan dengan demikian mencekik sumber pendapatan utama Teheran.
Advertisement
Korps Garda Revolusi Iran Dicap Sebagai Teroris
Beberapa pekan lalu, Donald Trump telah menetapkan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) sebagai organisasi teroris asing, tertanggal 8 April 2019 waktu lokal.
Ini adalah pertama kalinya AS menetapkan organisasi militer sebuah negara sebagai kelompok teroris.
Ketegangan Washington-Teheran telah meningkat sejak Trump menarik AS dari pakta nuklir internasional Iran. Langkah itu kemudian memicu Amerika meningkatkan penjatuhan sanksinya terhadap individu atau organisasi yang berkaitan dengan Negeri Para Mullah.
Melabel IRGC sebagai organisasi teroris juga dianggap akan memungkinkan AS untuk menjatuhkan sanksi lebih lanjut - khususnya yang mempengaruhi sektor bisnis, mengingat keterlibatan IRGC dalam perekonomian Iran.
Sejumlah IRGC dan entitas terafiliasi telah menjadi sasaran sanksi AS atas dugaan kegiatan proliferasi (pengembangan dan penyebaran) senjata nuklir, dukungan untuk terorisme, dan pelanggaran hak asasi manusia.