Sukses

Dinilai Gagal pada KTT AS - Korut, Kim Jong-un Copot Tangan Kanannya?

Seorang purnawirawan jenderal, Kim Yong-chol dikabarkan telah digeser dari jabatannya sebagai direktur United Front Department (UFD).

Liputan6.com, Pyongyang - Tidak tampaknya batang hidung Kim Yong-chol --tangan kanan Pemimpin Korea Utara dan ujung tombak diplomatik negara itu-- dalam pertemuan tingkat tinggi Kim Jong-un dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 25 April 2019 menimbulkan tanda tanya besar.

Beberapa pihak beranggapan bahwa Kim Yong-chol kini telah digeser ke posisi lain yang kurang strategis dari peranannya beberapa waktu terakhir. Satu analis menilai, terdepaknya pria berusia 74 tahun itu dari jabatannya merupakan implikasi atas kegagalan Korea Utara dan AS untuk mencapai kata sepakat dalam sejumlah hal seputar denuklirisasi pada KTT di Hanoi Februari kemarin.

Seorang purnawirawan jenderal, Kim Yong-chol dikabarkan telah digeser dari jabatannya sebagai direktur United Front Department (UFD) Komite Pusat Partai Pekerja Korea Utara, baru-baru ini, demikian seperti dikutip dari The Strait Times, Kamis (25/4/2019).

Kementerian Unifikasi Korea Selatan (MOU) menggambarkan UFD sebagai "departemen inti mengarahkan keseluruhan proyek dengan Korea Selatan termasuk pembicaraan antar-Korea, kerja sama ekonomi, pertukaran sipil, dan pengumpulan dan analisis data."

Hal itu dikabarkan oleh seorang anggota parlemen dari Komite Intelijen Majelis Nasional Korea Selatan pada Rabu 24 April 2019.

Berita itu, jika terkonfirmasi, akan melihat Kim Yong-chol mengundurkan diri dari posisi strategis tersebut kurang dari tiga tahun setelah menjabat pada Mei 2016.

Pengganti Kim Yong-chol diduga kuat bernama Jang Kum-chol --seorang pejabat tinggi dan politikus karier dari internal Partai Pekerja Korea (WPK), menurut laporan media pemantau Korea Utara, NKNews.org.

Sepak Terjang Kim Yong-chol

Kim Yong-chol telah menjadi ujung tombak Korea Utara yang menangani hubungan dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat.

Ia juga telah menjadi utusan utama Kim Jong-un pada sejumlah kumjungan resmi tingkat tinggi atau mewakili sang pemimpin pada kesempatan diplomatik lain.

Kim Yong-chol menonjol pada pertemuan puncak kedua antara Kim dan Presiden AS Donald Trump di Vietnam pada Februari 2019, yang gagal karena ketidaksepakatan untuk mengakhiri program nuklir Korea Utara. Dia mengunjungi Gedung Putih pada Januari 2019 untuk bertemu Trump.

Laporan pergeseran itu datang setelah Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya tidak lagi ingin berurusan dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan mengusulkan agar Pompeo diganti dalam pembicaraan dengan seseorang yang lebih matang.

Kim Jong-un telah memperingatkan, kegagalan pembicaraan di Vietnam berisiko menghidupkan kembali ketegangan dan mengatakan dia tertarik untuk bertemu Trump lagi hanya jika Amerika Serikat menunjukkan lebih banyak fleksibilitas dalam membicarakan negosiasi. Dia memberikan batas waktu akhir tahun untuk perubahan sikap.

2 dari 3 halaman

Dianggap Gagal?

Pengumuman ini mengikuti berita bahwa Kim Yong-chol tidak akan menemani pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dalam perjalanan ke Vladivostok untuk pertemuan tingkat tinggi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Kim Jong-un hanya ditemani oleh Menteri Luar Negeri Ri Yong-ho dan Deputi Menlu Choe Son-hui sebagai bagian dari rombongan delegasi tinggi.

Langkah ini merupakan pertama kalinya bahwa Kim Yong-chol tidak menemani pemimpin DPRK dalam perjalanan ke luar negeri.

Sebelumnya, Kim Yong-chol hadir di tiga KTT Antar-Korea yang diadakan tahun lalu, dan secara luas diyakini bahwa ia dan direktur Badan Intelijen Korea Selatan (NIS) Suh Hoon mengoperasikan saluran komunikasi klandestin.

Dia juga menjabat sebagai lawan bicara utama dalam KTT DPRK-AS dalam negosiasi nuklir, mengunjungi Gedung Putih untuk mengirim surat dari Kim Jong-un kepada Presiden Donald Trump pada Juni 2018 jelang KTT pertama dan Januari 2019 jelang KTT kedua.

3 dari 3 halaman

Kata Analis

Cheong Seong-chang, Wakil Presiden Perencanaan Penelitian di Sejong Institute, Korea Selatan mengatakan, Kim Yong-chol kemungkinan masih memiliki "pengaruh, namun terbatas" mengingat perannya sebagai wakil ketua Komite Pusat Partai Pekerja.

"Pembatasan itu kemungkinan karena ia memainkan peran utama pada tak tercapainya kesepakatan anatara AS-Korut dalam KTT ke-2 di Hanoi," kata Cheong seperti dikutip dari NK News.

"Maka, ketidakhadirannya dari pertemuan Kim-Putin pekan ini (25/4) dapat secara positif mempengaruhi prospek untuk denuklirisasi."

"Ini adalah tanda yang sangat positif untuk perundingan nuklir antara Korea Utara dan AS jika ketergantungan Kim Jong-un pada Kim Yong-chol berkurang secara signifikan," tambahnya.

"Kim Yong-chol adalah seorang militer. Ia kemungkinan akan digantikan oleh Jang Kum-chol, yang bertanggung jawab atas tugas-tugas yang berkaitan dengan pertukaran sipil."

"Itu meningkatkan kemungkinan bahwa sikap Korea Utara terhadap Korea Selatan akan berubah ke arah yang fleksibel dan pragmatis," jellas Cheong.