Liputan6.com, Kolombo - Semua gereja di Sri Lanka telah diimbau untuk tutup sementara dan menangguhkan aktivitas pelayanan hingga kondisi (keamanan) di negara tersebut membaik.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (26/4/2019), hal tersebut dilakukan setelah teror bom yang terjadi di Kolombo, Sri Lanka beberapa waktu lalu. Ratusan orangn yang kala itu sedang merayakan Paskah dilaporkan meninggal dunia.
Advertisement
Baca Juga
"Atas saran dari pihak keamanan, kami menutup semua gereja," ujar kepala pendeta di Sri Lanka.
Sebelumnya, ISIS mengklaim sebagai dalang teror bom bunuh diri beruntun di Sri Lanka yang terjadi pada Minggu 21 April 2019.
Klaim itu dibuat pada Selasa 23 April 2019 --dua hari usai peristiwa-- melalui corong media ISIS, Amaq, seperti dilansir The Guardian.
Namun, kelompok itu tidak memberikan bukti apa pun untuk mendukung klaim mereka. Dan seperti pada berbagai serangan teroris sebelumnya, klaim ISIS kerap bersifat oportunistik untuk mencari sorotan semata.
Kendati demikian, otoritas Sri Lanka sebelumnya telah menduga bahwa organisasi teroris internasional mungkin telah membantu kelompok lokal National Thowheeeth Jamaath (NTJ) dalam melancarkan bom bunuh diri di tiga gereja, empat hotel dan satu rumah di Kolombo dan Batticaloa kemarin lusa.
Kelompok NTJ telah masuk radar Sri Lanka 10 hari sebelum insiden 21 April 2019.
Â
Identitas Terduga Bomber Sri Lanka
Salah satu terduga pelaku bom Sri Lanka diketahui pernah menempuh pendidikan di Inggris. Baru-baru ini terungkap identitasnya sebagai Abdul Lathief Jameel Mohamed.
Abdul Lathief pernah berkuliah di Kingston University, Inggris mengambil jurusan teknik dirgantara (aerospace), mengutip The Telegraph pada Kamis (25/4/2019). Ia menghabiskan satu tahun di universitas yang terletak di London bagian barat daya itu untuk tahun akademik 2006 hingga 2007, menurut seorang sumber anonim.
Tidak diketahui apakah sang teroris yang terinsipirasi ISIS itu sempat menyelesaikan kuliahnya. Saat ini, otoritas Inggris tengan menyelidiki di mana Abdul Lathief pernah tinggal di Negeri Ratu Elizabeth itu.
Penyelidikan akan berfokus pencarian bukti terkait klaim bahwa Mohamed terlibat dalam badan mahasiswa Islam selama di Inggris, sebagaimana laporan media Inggris The Independent. Ia juga dicurigai memiliki hubungan dengan badan amal yang bekerja di Timur Tengah.
Nama Abdul Lathief diberikan oleh pejabat keamanan Sri Lanka kepada agen intelijen di Inggris, menyusul pernyatan Menteri Pertahanan Ruwan Wijewardene bahwa salah satu pelaku bom bunuh diri sempat belajar di Negeri Ratu Elizabeth.
Dalam pengumuman itu, Wijiwardene mengumumkan bahwa para pelaku serangan berpendidikan baik dan berasal dari kelas menengah ke atas. Selain itu, sumber yang sama juga mengatakan mereka memiliki gelar master hukum.
Untuk diketahui, segera setelah meninggalkan Inggris sang bomber memulai program pascasarjana di Australia. Abdul lathief kemudian menetap di Sri Lanka, sepulangnya dari Negeri Kanguru.
Pelaku serangan itu adalah bagian dari sembilan bomber di delapan tempat pada Minggu Paskah, 21 April 2019. Adapun pagi ini publik kembali dikejutkan dengan sebuah ledakan di lahan kosong bagian belakang gedung pengadilan di dekat Kolombo.
Advertisement