Sukses

Pelaku Bom Bunuh Diri Sri Lanka Pernah Diinterogasi Australia Terkait Terorisme

Sebuah kabar menyebut bahwa salah seorang pelaku bom bunuh diri di Sri Lanka pernah menjalani interogasi oleh intelijen Australia pada 2014 lalu.

Liputan6.com, Kolombo - Salah satu tersangka pemimpin serangan bom bunuh diri pada perayaan Minggu Paskah di Sri Lanka, yang menewaskan sedikitnya 253 orang, dikabarkan pernah menjalani interogasi oleh pihak berwenang Australia, karena hubungannya dengan seorang tersangka perekrut utama ISIS.

Abdul Lathief Jameel Mohamed menjadi perhatian pihak berwenang Australia pada 2014, ketika ia dikaitkan dengan beberapa target anti-terorisme, lapor beberapa media Negeri Kanguru mengutip sumber-sumber intelijen.

Seperti diwartakan oleh The Straits Times pada Jumat (26/4/2019), Mohamed diselidiki oleh Tim Anti Terorisme Gabungan Australia pada 2014, setelah ia meninggalkan negara itu, dan terhubung dengan Neil Prakash, yang diduga menjadi perekrut utama ISIS.

Saat ini, Prakash sedang menunggu persidangan di Turki.

Mohamed diketahui tertarik dan menjadi sangat religius setelah menyeesaikan kuliah pascasarja pada bidang teknologi di Swinburne University, Melbourne, dari 2009 hingga 2013, kata laporan itu.

Samsul Hidaya, saudara perempuannya, mengatakan kepada surat kabar Daily Mail bahwa ketika Mohammed kembali ke Sri Lanka, dia "Menjadi sosok yang berbeda".

Ditambahkan oleh polisi Sri Lanka, Mohammed diketahui telah menempa paham radikal selama berkuliah di Australia. Dia bahkan diketahui sempat berpergian ke Suriah, sebelum kembali ke kampung halamannya.

Pihak berwenang Sri Lanka mencurigai Mohamed sebagai salah satu pemimpin dari sembilan pelaku bom bunuh diri, yang diyakini sebagai anggota kelompok Islam Nasional Thowheeth Jama'ath dan ISIS.

 

2 dari 3 halaman

Jumlah Korban Tewas Direvisi

Sementara itu, pada hari Kamis, Kementerian Kesehatan Sri Lanka pada Kamis 25 April 2019 merevisi jumlah korban tewas dalam serangan teror mematikan di perayaan Minggu Paskah. Dari yang sebelumnya 359 orang menjadi 253 jiwa.

Dikutip dari CNN, itu berarti otoritas Sri Lanka mengurangi daftar resmi jumlah korban sebanyak lebih dari 100 orang.

Sebelumnya, dalam sebuah pernyataan resmi, Kementerian Kesehatan Sri Lanka sempat mengklaim jumlah korban tewas akibat teror bom mencapai 290 orang, bukan 359 seperti yang dilaporkan oleh media.

"Beberapa jasad mengalami kerusakan parah dalam ledakan semacam ini dan ada kemungkinan beberapa tubuh hancur total atau terbelah menjadi beberapa bagian, membuat identifikasi seluruh tubuh menjadi sulit," kata juru bicara Kementerian Kesehatan setempat.

"Karena itu, menghitung jumlah korban jiwa yang pasti sangatlah sulit," tambahnya.

3 dari 3 halaman

Pemerintah Sri Lanka Mengaku Lalai

Pemimpin Parlemen Sri Lanka, Lakshman Kiriella, mengatakan para pejabat senior sengaja menyembunyikan intelijen tentang kemungkinan serangan.

"Beberapa pejabat tinggi menyembunyikan informasi intelijen dengan sengaja," katanya kepada anggota parlemen, seperti dilansir BBC.

"Informasi ada di sana tetapi para pejabat tinggi keamanan tidak mengambil tindakan yang tepat."

Dia mengatakan peringatan intelijen dari India telah diterima pada 4 April 2019 tetapi, kantor berita Reuters mengatakan, Presiden Maithripala Sirisena dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dilaporkan tidak menerimanya.

Sementara sebagai implikasi lain, Presiden Sirisena telah memecat Menteri Pertahanan Sri Lanka Hemasiri Fernando dan Inspektur Jenderal Polisi Pujit Jayasundara.