Liputan6.com, Canberra - Musim kampanye menjelang Pemilu18 Mei 2019 di Australia telah membuat banyak warga mengaku "stress" dan "khawatir" dengan apa yang dikatakan para politisi di media.
Banyak warga Indonesia sudah atau mungkin masih memiliki kelelahan secara emosional setelah Pemilu serentak yang dilakukan 17 April lalu, terlebih karena apa yang mereka dapatkan di jejaring sosial.
Hal itulah yang kini dialami Roen Meijers, seorang warga Australia yang bekerja sebagai advokat di bidang difabel dan juga seorang transeksual asal kota Hobart, Tasmania.
Advertisement
Ia merasa "ada banyak ketakutan dan kecemasan" menjelang pemilihan federal tahun ini.
"Saya hidup dengan disabilitas dan secara profesional saya membantu orang-orang yang hidup dengan disabilitas, jadi seperti dua sisi mata uang," ujar kepada ABC Life, dikutip dari ABC Indonesia, Jumat (26/4/2019).
Roen mengaku memiliki banyak teman dan anggota di komunitasnya yang benar-benar hidup dengan kesulitan.
Tapi ia mengatakan ketika para politisi berbicara dengan cara meremehkan beberapa kelompok masyarakat selama kampanye pemilu demi mendapat dukungan, hal ini malah membuat mereka merasa menjadi target dan semakin terisolasi.
"Banyak orangtua yang menangis, terutama, mengatakan, 'Setiap kali ada musim kampanye, saya tak tahu apakah anak-anak saya akan baik-baik saja atau tidak setelah saya meninggal."
Merasa Tertekan Bicara Politik
Kampanye dan pemilihan umum bisa menjadi peristiwa yang melelahkan bagi banyak individu, karena debat politisi dan laporan media yang dapat berdampak pada kehidupan kita sehari-hari.
Dr Dani Einstein, psikolog klinis dan akademisi di Macquarie University di New South Wales, mengatakan mayoritas warga Australia merasa tidak memiliki keterkaitan dengan dunia politik.
Tapi menurutnya orang-orang seperti Roen dapat merasa sangat tertekan, karena mereka begitu bersemangat dan memiliki dampak dari masalah-masalah yang sedang diperdebatkan.
"Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah orang hanya menjadi tertekan ... jika ada masalah yang sangat penting bagi mereka," katanya.
Menjelang pemilu juga menjadi waktu di mana kebanyakan dari kita berbicara soal politik dengan keluarga, teman, atau rekan kerja dan ini membuat kita seringkali terjebak dalam percakapan yang sulit.
Di Indonesia, perdebatan pilihan politik bahkan telah memicu perpecahan di kalangan keluarga dan teman terdekat dengan dipicu oleh percakapan di jejaring sosial, seperti Facebook dan Whatsapp Group.
Advertisement
Lebih Baik Menghindar
Praktisi masalah kejiwaan, Rachel Bowes dari lembaga Lifeline di Australia mengatakan jika kita sudah tahu beberapa topik membuat kita kesal maka lebih baik memilih untuk tidak membicarakannya.
"Tidak apa-apa untuk tetap bertahan pada topik-topik yang netral dan mengatakan, 'Saya tidak ingin membahas itu dengan kamu' atau 'Bisakah kita setuju untuk tidak setuju?'," katanya.
Selain itu, Dr Dani Einstein Einstein juga mengatakan pentingnya untuk mencari sesuatu yang dapat mengalihkan perhatian dari konsumsi media.
Beberapa pilihan yang ia sarankan diantaranya adalah mencoba bertanam, membaca, atau melakukan sesuatu yang benar-benar Anda ingin kerjakan atau berbicara dengan orang yang paling Anda ingin ajak bicara.