Liputan6.com, Teheran - Otoritas Iran diam-diam mengeksekusi mati dua anak laki-laki di bawah usia 18 tahun, menurut kelompok HAM Amnesty International. Keduanya dihukum atas tuduhan perkosaan.
Langkah itu dilihat sebagai sebuah hal yang kontroversial, dengan Amnesty International mengutuk Iran "sangat meremehkan hukum internasional dan hak-hak anak."
Lebih lanjut kelompok itu menuding adanya proses "persidangan tidak adil," mengutip Al Jazeera pada Senin (20/4/2019).
Advertisement
Baca Juga
Kedua tersangka meregang nyawa di tangan algojo pada Kamis, 25 April 2019, di kota Shiraz di wilayah selatan.
Mereka yang dieksekusi berinisial MS dan AS, ditangkap pada usia 15 tahun pada 2017.
Sejak itu, keduanya telah ditahan di penjara khusus remaja, kemudian dipindahkan ke sel di Distrik Adelabad, Shiraz, sehari sebelum eksekusi.
"Pemerintah Iran sekali lagi membuktikan, dengan memuakkanya mereka membunuh anak-anak, dengan mengabaikan hukum internasional," kata Philip Luther, Direktur Amnesty untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.
Ia menambahkan bahwa tampaknya, pemerintah Iran telah mencambuk kedua anak laki-laki itu sebelum mengeksekusi secara rahasia.
Amnesty mengatakan, keluarga mereka didatangi pada Rabu, tetapi tidak diberi tahu tentang hukuman mati.
Amnesty: Iran Algojo Terbesar Setelah China
Amnesty International mengatakan Iran adalah negara kedua setelah China yang paling sering melakukan hukuman mati. Termasuk pula "algojo" bagi anak-anak.
Antara 1990 dan 2018, Amnesty mencatat adanya eksekusi terhadap 97 tahanan di bawah umur oleh Iran.
Sementara itu menurut laporan tahunan Amnesty yang terbit bulan ini, terdapat tujuh dari 253 orang yang dieksekusi oleh Iran pada tahun lalu.
Selain yang telah dihukum mati, 90 anak lain di Iran tengah berada di ambang hukuman mati.
"Kami telah mengidentifikasi tren di mana pihak berwenang Iran melakukan eksekusi pelaku kejahatan remaja secara rahasia dan tanpa memberikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada keluarga," kata Luther. "Tampaknya dalam upaya yang disengaja untuk menghindari kemarahan global."
Menurutnya, intervensi diplomatik dan publik internasional dibutuhkan untuk menekan Iran agar mengakhiri penggunaan hukuman mati terhadap anak di bawah umur. Tak terkecuali Uni Eropa, salah satu kawasan yang memiliki kerja sama cukup efektif dengan negara itu.
Advertisement
37 Orang Dieksekusi Arab Saudi
Eksekusi dua anak di bawah umur oleh Iran tersebut dilakukan setelah adanya kabar hukuman mati yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi terhadap 37 warganya, sebagian besar merupakan penganut Islam Syiah. Adapun ke-37 orang itu disebut oleh Negeri Minyak terlibat dalam kasus terkait "terorisme".
Seorang pembangkang Saudi Ali al-Ahmed, yang mengelola badan bernama Gulf Institute di Washington mengatakan terdapat 34 penganut Islam Syiah yang dipenggal dalam eksekusi yang berlangsung pada Selasa, 23 April 2019 tersebut.
"Ini adalah eksekusi terbesar terhadap kelompok Syiah dalam sejarah Saudi," kata Al-Ahmed. Hal itu dikonfirmasi oleh lembaga HAM Amnesty International, mengatakan mayoritas dari yang dipenggal adalah laki-laki Syiah.
Dengan demikian, eksekusi itu diperkirakan akan semakin meningkatkan ketegangan sektarian dan regional antara Arab Saudi dan Iran.
Selain warga syiah, salah satu anggota kelompok ekstrem Sunni juga digantung di sebuah tiang setelah pemenggalan. Negeri Minyak melakukannya "sebagai peringatan bagi yang lain".
Amnesty International juga mengatakan, mereka yang dipenggal dinyatakan bersalah setelah dilangsungkannya proses peradilan. Sayangnya, lembaga itu menyebut adanya metode penyiksaan dalam mencari pengakuan saksi dan terdakwa.