Liputan6.com, Tokyo - Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe bersedia bertemu dengan Kim Jong-un Korea Utara untuk "diskusi terbuka" tanpa prasyarat.
"Saya berharap dia seorang pemimpin yang tahu apa yang terbaik untuk negaranya. Dan fleksibel dalam membuat penilaian strategis," kata Abe, demikian dikutip dari laman Straits Times, Rabu (2/5/2019).
Tawaran untuk pembicaraan tanpa syarat dengan salah satu sekutu terdekat AS itu dapat membuka jalan negosiasi lain untuk Kim Jong-un, setelah pertemuan puncaknya dengan Presiden Donald Trump gagal pada Februari 2019.
Advertisement
Baca Juga
April lalu, pemimpin Korea Utara bertemu dengan Vladimir Putin untuk meminta bantuan dalam menyelesaikan kebuntuan di Semenanjung Korea. Kim juga dilaporkan meminta pemimpin Rusia untuk menyampaikan pandangannya kepada Trump.
Bagi Abe, pertemuan dengan Kim akan membantu membawa Jepang terlepas dari ancaman bahaya. Sebab, pihaknya mencari jaminan keselamatan dari program senjata Korea Utara.
Namun di sisi lain, Amerika Serikat terkesan tidak ingin ada negara lain yang ikut campur untuk bergabung dengan negara-negara lain dalam upaya multinasional guna membuat Korea Utara melucuti senjata nuklirnya, kata penasihat keamanan nasional Presiden Donald Trump, Minggu 28 April 2019.
"Kami tidak berusaha untuk mengecualikan negara-negara lain dari perundingan nuklir dengan Pyongyang, hanya saja saya pikir itu bukan pilihan kita," kata Penasihat Kepresidenan AS bidang Keamanan Nasional, John Bolton.
"Saya pikir Kim Jong-un, setidaknya sampai sekarang, menginginkan kontak satu lawan satu dengan Amerika Serikat, yang merupakan hal yang telah ia dapatkan," kata Bolton, seraya menambahkan bahwa Trump terbuka untuk kemungkinan pertemuan puncak ketiga dengan Kim.
"Dia (Trump) merasa sangat kuat tentang hal itu," kata Bolton. "Ia berulang kali mengatakan, dia memiliki hubungan yang baik dengan Kim Jong-un dan pendekatan enam negara telah gagal di masa lalu."
Kim Jong-un Sebut Donald Trump Punya Iktikad Buruk pada Korea Utara
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pernah menuduh Amerika Serikat punya "iktikad buruk" selama pertemuan puncak awal tahun ini dengan Presiden Donald Trump, menurut Kantor Berita Pusat Korea (KCNA).
Dia juga mengatakan, perdamaian di semenanjung Korea hanya sepenuhnya bergantung pada Washington.
Kim Jong-un membuat pernyataan itu pada pertemuan puncak, Kamis 25 April 2019 dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Vladivostok.
Kim Jong-un disebut-sebut pernah mengatakan kepada Vladimir Putin bahwa "situasi di Semenanjung Korea dan wilayah itu sekarang terhenti dan telah mencapai titik kritis".
Dia memperingatkan situasi "dapat kembali ke keadaan semula karena AS mengambil sikap sepihak dengan iktikad buruk" selama pembicaraan tersebut.
Advertisement
Pertemuan Bersejarah
Kim Jong-un memuji KTT dengan Vladimir Putin sebagai "pertukaran tatap muka yang sangat berarti," dan punya harapan untuk mengantarkan "masa kejayaan baru" antara Moskow dan Pyongyang.
Tidak ada yang dilaporkan kepada publik tentang perjanjian seputar sanksi AS dan senjata nuklir Korea Utara.
Menurut juru bicara kepresidenan Rusia Dmitry Peskov, Kremlin percaya bahwa perundingan enam negara mengenai Korea Utara adalah satu-satunya cara yang efisien untuk menangani senjata nuklir di semenanjung itu.
Perundingan enam negara tentang Korea Utara, yang dimulai pada tahun 2003, melibatkan dua Korea serta China, Jepang, Rusia dan AS. Namun mereka saat ini mandek.
"Tidak ada mekanisme internasional lain yang efisien saat ini," kata Peskov kepada wartawan, Rabu 24 April 2019.
"Tapi, di sisi lain, upaya sedang dilakukan oleh negara-negara lain. Di sini semua upaya pantas mendapat dukungan selama mereka benar-benar bertujuan untuk de-nuklirisasi dan menyelesaikan masalah kedua Korea."