Sukses

Jadi Presiden DK PBB, RI Ingin Tingkatkan Kualitas Pasukan Perdamaian

Indonesia mendapat giliran sebagai presiden DK PBB pada bulan Mei --dimulai per tanggal 1 hingga 31-- setelah Jerman (Germany) yang menjabat pada April.

Liputan6.com, Jakarta - Tak ingin masa jabatannya sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB sepanjang bulan Mei 2019 berlalu percuma, Indonesia berkomitmen untuk memberikan kontribusi optimal, salah satunya terkait isu operasi pemeliharaan perdamaian.

Setiap anggota Dewan Keamanan PBB berdasarkan urutan alfabet diberikan kesempatan untuk menjabat dan memimpin persidangan di dewan selama satu bulan. Indonesia mendapat giliran bulan Mei --dimulai per-tanggal 1 hingga 31, setelah Jerman (Germany) yang menjabat pada April. Sedangkan pada Juni 2019 adalah giliran Kuwait.

Memulai masa presidensi, RI berencana menyelenggarakan pertemuan berformat debat terbuka mengenai operasi pemeliharaan perdamaian --yang merupakan signature event dari presidensi Indonesia. Kegiatan tersebut dijadwalkan pada tanggal 7 Mei 2019.

Debat terbuka itu akan mengambil tema "Investing in Peace, Improving Safety and Security of UN Peacekeeping."

Pemilihan tema itu beranjak dari sejumlah parameter, yaitu: rekam jejak dan kapasitas RI dalam tema yang dipilih; animo dan dukungan, baik di dalam negeri maupun oleh anggota PBB lainnya, serta tantangan terkini terkait dewan keamanan.

Kegiatan itu akan dipimpin Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, serta dihadiri oleh para pemateri antara lain: Sekjen PBB Antonio Gutteres; Komandan Pasukan Perdamaian PBB di Republik Demokratik Kongo (MONUSCO) Letjen. Elias Rodrigues Martins Filho dari Brasil; dan Direktur Challanges Forum International Secretariat (CFIS) Bjorn Holmberg.

Dalam debat terbuka, Indonesia akan menggarisbawahi sub-isu dalam ruang lingkup PKO (peacekeeping operations) seperti dana dan anggaran operasional, jumlah angota misi perdamaian dan persebaran mereka di wilayah operasi, peningkatan kapasitas, kapabilitas dan kredibilitas pasukan, serta isu keamanan dan keselamatan para personel.

"Debat akan membahas soal berbagai cara yang bisa dilakukan oleh Dewan untuk tak hanya mengkaji melulu soal dana dan budgeting operasi, tapi juga peningkatan kualitas para personel yang akan dikirim ke wilayah konflik," kata Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Febrian Ruddyard di Jakarta, Kamis (2/5/2019).

"Ibaratnya, Indonesia akan mendorong persoalan yang ada di hulu, tentang bagaimana kesiapan negara anggota untuk menyiapkan pasukan, investasi kapasitas dan kapabilitas, potensi pemanfaatan pasukan sebagai agen bina damai pasca-konflik, dan keterlibatan pasukan perdaiaman dengan komunitas lokal," lanjutnya.

Ruddyard menambahkan bahwa Indonesia juga berharap untuk mengarusutamakan isu mengenai pembangunan masyarakat yang berkelanjutan sebagai salah satu perhatian dari PKO PBB di penjuru dunia.

"Kita sudah menyiapkan ide soal pengembangan kapasitas pasukan agar mampu melibatkan diri ke komunitas dan masyarakat sipil di wilayah operasi mereka, terkhusus bagi misi perdamaian Indonesia yang saat ini banyak terkonsentrasi di Afrika dan Timur Tengah (Lebanon)," tambah Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kemlu RI, Grata Endah Werdaningtyas.

Simak Video Pilihan Berikut:

2 dari 2 halaman

Meningkatkan Jumlah Personel RI di PKO PBB

Saat ini, Indonesia berada di peringkat ke-8 (dari total anggota PBB) sebagai negara terbanyak pengirim anggota pasukan perdamaian PBB.

Dengan total 3.080 personel (106 di antaranya adalah perempuan) per-Maret 2019, pasukan perdamaian Indonesia tersebar di delapan misi PBB, antara lain: MINUSMA Mali (10 personel), MINURSO Sahara Barat (3), UNIFIL Lebanon (1.310), UNAMID Garfur-Sudan (472), UNISFA Abyei-Sudan (4), UNMISS Sudan Selatan (16), MONUSCO RD Kongo (1.045), dan MINUSCA Republik Afrika Tengah (220).

Indonesia memiliki target untuk meningkatkan kuantitas pengiriman personel misi perdamaian hinggga mencapai lebih dari 4.000 per 2020 (atau tahun kedua dalam periode keanggotan RI sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB).

"Kita ingin ini menjadi warisan Indonesia sebagai presiden dewan dan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB," kata Ruddyard.