Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia angkat bicara mengenai eskalasi konflik antara Jalur Gaza dan Israel sepanjang akhir pekan lalu, yang menewaskan 23 orang Palestina termasuk seorang ibu dan bayinya.
"Indonesia mengecam keras aksi kekerasan terhadap warga Palestina di Gaza (5/5)," tulis Kementerian Luar Negeri RI via twitter, Senin (6/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
"Kekerasan-kekerasan seperti itu terjadi akibat berlanjutnya pendudukan ilegal Israel di wilayah Palestina yang telah memakan korban jiwa dan kesengsaraan bagi penduduk sipil Palestina," lanjut Kemlu RI.
"Memasuki bulan suci Ramadan, Indonesia mendesak agar semua bentuk kekerasan dihentikan."
Awal Eskalasi Konfik Terbaru
Militer Israel mengatakan, pihaknya melancarkan serangan udara ke Gaza dalam menanggapi penembak jitu Palestina yang melukai dua tentara Israel pada demonstrasi rutin Jumat 3 Mei 2019.
Merespons, Gaza menembakkan sekitar 600 roket ke Israel pada Sabtu 4 Mei malam hingga setidaknya Minggu 6 Mei, menurut pernyataan militer Israel (IDF). Namun, sebagian besar roket dicegat dengan sistem pertahanan udara Iron Dome.
Sebagai balasan, Israel melancarkan serangan udara terhadap setidaknya 300 target di Gaza, dan menyebut sasaran itu sebagai kantung gerilyawan atau intelijen Hamas serta para pendukungnya.
Akibat eskalasi kekerasan itu, setidaknya 23 orang Palestina tewas; termasuk seorang ibu dan bayinya, beberapa warga sipil lain, dan gerilyawan.
Sementara empat orang warga Israel tewas akibat serangan roket dari Gaza.
Â
Dikabarkan Telah Menyepakati Gencatan Senjata
Kelompok gerilyawan di Jalur Gaza dan Israel dikabarkan telah menyepakati gencatan senjata usai melaksanakan saling balas serangan roket dan artileri udara sepanjang akhir pekan lalu, menewaskan 23 orang Palestina dan 4 Israel.
Laporan yang belum terkonfirmasi dari stasiun televisi di Gaza yang dikendalikan Hamas mengatakan bahwa gencatan senjata telah disepakati antara kedua belah pihak, tetapi sejauh ini belum ada kabar dari Israel, demikian seperti dikutip dari BBC, Senin (6/5/2019).
Kabar gencatan senjata itu datang setelah komunitas internsional, termasuk PBB menyerukan agar kedua belah pihak menahan diri.
Laporan yang beredar pada Minggu 5 Mei 2019 malam juga mengindikasikan bahwa Qatar dan Mesir berusaha untuk menengahi gencatan senjata.
Dan pada Senin 6 Mei 2019 dini hari, para pejabat Palestina mengatakan bahwa sebuah kesepakatan telah dicapai, yang akan dimulai pukul 04.30 waktu setempat (01.30 GMT).
Sementara itu, sumber dari Hamas dan seorang pejabat Mesir juga mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa gencatan senjata telah disepakati.
Israel memang belum berkomentar soal kabar gencatan senjata itu, namun pada Minggu kemarin, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Israeli Defence Forces (IDF) bergerak maju ke perbatasan kedua wilayah demi mengantisipasi serangan lanjutan.
Di sisi lain, kelompok gerilyawan di Gaza menyatakan siap melakukan aksi balasan jika tentara Israel membuka serangan lebih dulu.
Advertisement
Tanggappan Internasional
Nickolay Miadenov, Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah telah mengutuk kekerasan baru-baru ini dan mengatakan PBB bekerja sama dengan kedua belah pihak untuk menenangkan kekerasan.
Sementara dalam sebuah pernyataan, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk "dalam istilah terkuat" terhadap serangan roket yang diluncurkan ke Israel.
"Dia mendesak semua pihak untuk menahan diri secara maksimal, segera mengurangi dan kembali ke pemahaman beberapa bulan terakhir," tambah pernyataan dari kantor sekretaris jenderal.
Berbicara di Fox News pada Minggu 5 Mei 2019, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan, Israel memiliki "hak untuk membela diri" dari serangan roket.
"Saya harap kita dapat kembali ke gencatan senjata yang telah berlangsung selama berminggu-minggu dan telah berperan secara signifikan sebelum ini," tambahnya.
Uni Eropa pada Minggu 5 Mei 2019 menyerukan tembakan roket untuk "segera berhenti".
Di sisi lain, menteri luar negeri Iran, mengecam apa yang ia sebut sebagai serangan "biadab" Israel terhadap Gaza, dan juga mengkritik "dukungan Amerika yang tak terbatas" terhadap Israel.
Save the Children mengatakan mereka harus menangguhkan semua kecuali program-program penting di Jalur Gaza.
Jeremy Stoner, Direktur Regional Timur Tengah mereka, mengatakan kelompok itu "sangat khawatir" dengan meningkatnya korban di kedua belah pihak, dan menyerukan de-eskalasi antara Gaza dan Israel.