Liputan6.com, Teheran - Baru-baru ini, Iran menyampaikan pengumuman yang mengejutkan. Setahun setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir, Teheran mengatakan hendak melakukan hal serupa. Perjanjian yang dimaksud pernah ditandatangani Negeri Persia bersama dengan negara-negara besar dunia.
Meski demikian, Iran menyebut pihaknya tidak akan sepenuhnya menarik diri, mengutip The Guardian pada Rabu (8/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Teheran akan memberikan waktu dua bulan bagi Uni Eropa untuk menjalankan kewajibannya sebelum diambilnya langkah lebih jauh.
Pengumuman penarikan diri itu akan secara resmi disampaikan kepada duta besar untuk negara-negara yang tersisa dalam perjanjian. Di antaranya adalah Inggris, Prancis, Jerman, China, dan Rusia. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif akan secara terpisah menetapkan hukum yang lebih terperinci dalam sebuah surat kepada Federica Mogherini, kepala urusan luar negeri Uni Eropa.
Iran mengatakan, pengumuman penarikan diri akan disampaikan oleh Rouhani, termasuk akan menyinggung bagian 26 dan 36 dari JCPOA. Dalam artikel itu dibahas langkah yang memungkinkan Iran untuk mengambil kebijakan tertentu jika satu pihak menarik diri dari perjanjian.Â
Alasan Keluar
Langkah Iran tersebut dapat dilihat sebagai bukti adanya tekanan yang masif dari dalam negeri. Presiden Hassan Rouhani telah barkali-kali didorong untuk mengambil kebijakan konkret menyusul keluarnya AS dari kesepakatan nuklir.
Negeri Persia itu tampaknya telah kehilangan kesabaran dalam usaha menciptkan mekanisme finansial dengan negara-negara Eropa. Mekanisme yang dimaksud khususnya terkait kerja sama perdagangan obat dan barang-barang pokok, sebagai alternatif sanksi AS.
Lambatnya Eropa bukan tanpa alasan. Pemerintahan Trump telah berkali-kali memperingatkan region itu untuk tidak membantu Iran menghadapi sanksi AS, atau mereka akan berhadapan dengan konsekuensi buruk.
Sebagai implikasinya, banyak negara Eropa yang menarik diri dari berdagang dengan Teheran.
Lebih lanjut, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan langkah itu diambil untuk mengurangi beberapa komitmen "sukarela" dalam kesepakatan nuklir.
"Uni Eropa dan lainnya ... tidak memiliki kekuatan untuk melawan tekanan AS, oleh karena itu Iran ... tidak akan melakukan beberapa komitmen sukarela," lanjut Zarif.Â
Untuk diketahui, alasan AS menarik diri dari kesepakatan nuklir pada tahun lalu adalah karena "Iran tidak menaati perjanjian," demikian klaim sang presiden nyentrik di Gedung Putih.
Baru-baru ini AS semakin keras dengan Iran. Washington dengan kebijakan "tekanan maksimum"-nya telah memukul lebih keras Negeri Persia. Negeri Paman Sam bergerak untuk melarang semua negara membeli minyak Iran yang merupakan komoditas ekspor utama negera itu.
Donald Trump bahkan pernah mengatakan tentara Iran yang bernama Pengawal Revolusi sebagai teroris. Sementara itu, beberapa hari lalu penasihat keamanan Gedung Putih mengumumkan pengiriman kapal perang ke Timur Tengah untuk merespons sikap Iran yang disebut "mengganggu". Washington tidak menjelaskan dengan gamblang sikap Iran dimaksud.
Sementara itu, PBB sempat memberikan laporan yang kontras dengan pernyataan Donald Trump terkait Iran yang melanggar kesepakatan. Penyelidik PBB menemukan Negeri Persia masih patuh terhadap perjanjian nuklir tersebut.
Â
Advertisement
Bagaimana Reaksi Eropa?
Langkah Iran mendapatkan perhatian khusus dari Uni Eropa. Mereka telah mengadakan rapat khusus pada Selasa, 7 Mei 2019.
Prancis adalah negara pertama yang bereaksi. Negara itu mengatakan, Eropa tidak memiliki pilihan lain kecuali memberikan sanksi ekonomi terhadap Iran jika langkah itu benar-benar dilakukan.
"Kami tidak ingin Teheran (benar-benar) mengumumkan langkah itu besok untuk mundur dari perjanjian. Karena, dalam kasus ini kami bangsa Eropa akan berkewajiban untuk memberlakukan kembali sanksi sebagaimana yang terdapat dalam perjanjian itu," kata pihak Prancis.
"Kami tidak ingin melakukan itu, dan kami berharap rakyat Iran tidak akan membuat keputusan itu," lanjut sumber yang sama.