Sukses

Senator AS Serukan Pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump

Senator Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Elizabeth Warren, menyerukan pemakzulan Presiden Donald Trump dalam sambutannya di Senat.

Liputan6.com, Washington DC - Senator Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Elizabeth Warren, menyerukan pemakzulan Presiden Donald Trump dalam sambutannya di Senat (DPD AS) pada 7 Mei 2019.

"Kami mengambil sumpah untuk tidak mencoba melindungi Donald Trump, kami mengambil sumpah untuk melindungi dan melayani konstitusi Amerika Serikat, dan cara kami melakukan itu adalah kami memulai proses pemakzulan sekarang terhadap presiden ini," seru Warren seperti dikutip dari the National Review, Rabu (7/5/2019).

Meskipun Warren dan sejumlah politisi Demokrat lain yang bersaing untuk pencalonan presiden tahun 2020 telah menyerukan pemakzulan selama kampanye dan penampilan publik lainnya, pernyataannya mewakili seruan pertama yang dibuat di lantai Senat.

Mengulangi argumennya, Warren mengatakan bahwa informasi yang diuraikan dalam laporan Penyelidik Khusus Kementerian Kehakiman, Robert Mueller yang berkaitan dengan Trump sudah cukup untuk memulai proses pemakzulan.

Dalam laporan Mueller, Trump disebut melakukan campur tangan secara tidak langsung dalam proses penyelidikan badan federal AS atas dugaan intervensi Rusia dalam Pilpres AS 2016.

"Informasi yang telah diberikan kepada kami dalam laporan Mueller jelas merupakan informasi yang memadai untuk memulai proses pemakzulan di Dewan Perwakilan Rakyat," kata Warren. "Tidak peduli berapa kali Mitch McConnell atau anggota Partai Republik lain menginginkan itu hilang, itu tercatat hitam dan putih dalam laporan."

Pernyataan Warren dikeluarkan beberapa jam setelah pemimpin mayoritas Senat, Mitch McConnell mendesak Partai Demokrat untuk menerima temuan Mueller bahwa tidak seorang pun dalam kampanye atau administrasi Trump berkolusi dengan Rusia dan memungkinkan kembali ke proses legislatif normal.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi menyatakan bahwa pemakzulan akan terlalu memecah-belah secara politis dan berpendapat bahwa orang Amerika harus diberi kesempatan untuk menentukan nasib Trump pada Pilpres AS 2020.

Tetapi, sejumlah politisi Demokrat di DPR tetap bersikukuh untuk memakzulkan Donald Trump karena sejumlah tindakannya terkait dugaan kasus Rusia tersebut dianggap kejahatan berat yang dapat mengakibatkan pemakzulan.

2 dari 3 halaman

Mengesampingkan Pemakzulan

Para pemimpin Partai Demokrat di Kongres AS untuk saat ini, mengesampingkan proses pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump, VOA Indonesia melaporkan pada 26 April 2019.

Secara historis, pemakzulan merupakan peristiwa yang langka. Hanya dua presiden dimakzulkan oleh DPR yaitu Andrew Johnson pada tahun 1868 dan Bill Clinton pada tahun 1998.

Meskipun ada tekanan dari aktivis liberal, Ketua DPR Nancy Pelosi menentang pemakzulan Presiden Trump, setidaknya untuk saat ini.

"Pemakzulan adalah masalah yang memecah belah di negara kita, dan mari kita lihat apa faktanya, apa hukumnya, dan apa perilaku presiden tersebut," ujar Pelosi.

Bagi Presiden Trump, gagasan pemakzulan sejak awal tidak mengejutkan.

"Tidak bisa memakzulkan seseorang yang melakukan pekerjaan dengan baik. Demikian saya melihatnya," ujar Trump.

Pihak Partai Demokrat mungkin lebih suka agar pemilih menyingkirkan Trump pada pemilu tahun depan, kata Matt Dallek pengamat dari Universitas George Washington

"Sampai masa pemakzulan meningkat kita sudah di penghujung 2019 atau awal 2020. Itu menciptakan kesulitan sendiri karena ada cara lain untuk menyingkirkan presiden yang disebut pemilu," ujar Dallek.

3 dari 3 halaman

Teringat Bill Clinton dan Richard Nixon

Pihak Partai Demokrat mungkin juga ingat akan apa yang terjadi dengan pemakzulan Presiden Bill Clinton pada tahun 1998.

"Saya tidak punya hubungan seksual dengan perempuan itu, Ms. Lewinsky," ujar Clinton.

Clinton berbohong dan berupaya menutupi perselingkuhannya dengan pegawai magang Monica Lewinsky, yang menyebabkan ia dimakzulkan oleh DPR.

Clinton tetap menjabat setelah ia dinyatakan bebas dalam persidangan di Senat.

Partai Republik kehilangan lima kursi DPR dalam pemilihan 1998 yang merupakan reaksi politik atas pemakzulan itu, kata Larry Sabato pengamat dari Universitas Virginia.

"Mengingat fakta bahwa Partai Republik menerima Bill Clinton yang terluka dan membuatnya hampir kebal selama sisa masa jabatannya, seharusnya menjadi peringatan bagi Pihak Demokrat," ujar Sabato.

Sabato mengatakan para pendiri republik membayangkan pemakzulan sebagai peristiwa langka.

Pada 1974, Kongres memulai proses pemakzulan terhadap Presiden Richard Nixon atas skandal Watergate.

"Karenanya, saya akan mengundurkan diri dari kepresidenan besok siang," ujar Nixon.

Nixon mundur ketika menyadari besar kemungkinannya ia tidak akan lolos dari sidang pemakzulan di Senat.