Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara telah meluncurkan uji coba kedua peluru kendali (rudal) jarak pendek mereka dalam kurun kurang dari seminggu, kata militer Korea Selatan.
Misil-misil tersebut dilaporkan ditembakkan dari barat laut kota Kusong. Daya jelajah senjata roket ini dikatakan mencapai jarak hingga 420 km (260 mil) dan 270 km ke arah timur.
Penembakan kedua itu dikatakan terjadi beberapa jam setelah utusan top Amerika Serikat tiba di Korea Selatan untuk mengadakan pembicaraan tentang "cara menghidupkan kembali perundingan nuklir".
Advertisement
Para analis mengatakan, Korea Utara berusaha meningkatkan tekanan pada AS lantaran konsesi (pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah, perusahaan, individu, atau entitas legal lain) yang gagal.
Baca Juga
Sebuah pertemuan di Hanoi, Vietnam, yang dilakukan oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump pada Februari tahun ini, berakhir tanpa persetujuan apa pun soal denuklirisasi.
Dalam perjumpaan kedua itu, Trump bersikeras bahwa Korea Utara harus menghentikan program nuklirnya. Sedangkan Kim sendiri terus menuntut pencabutan sanksi.
Apa yang kita ketahui tentang tes terbaru?
Kedua rudal itu ditembakkan pada Kamis, 9 Mei 2019, sekitar pukul 16.30 waktu setempat dan mencapai ketinggian sekitar 50 km sebelum jatuh ke laut, menurut Kepala Staf Gabungan Korea Selatan yang mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Kedua misil diluncurkan dari Kusong, sekitar 160 km dari Pyongyang. Analisis terperinci sedang dilakukan dalam kerja sama dengan para pejabat intelijen AS, tambahnya.
Pada hari Sabtu, Korea Utara menembakkan beberapa rudal jarak pendek, tes rudal pertama sejak meluncurkan rudal balistik antarbenua pada November 2017.
Uji coba itu seharusnya tidak mengejutkan, karena Korea Utara telah berulang kali menunjukkan kekecewaannya ketika mengetahui bahwa Korea Selatan menggelar latihan militer gabungan bersama AS baru-baru ini, lapor koresponden BBC Seoul, Laura Bicker.
Pyongyang juga telah memperingatkan Washington bahwa kesabarannya untuk melakukan kesepakatan yang melibatkan pelonggaran sanksi, tidak akan bertahan lama sebelum mengambil apa yang digambarkan Kim Jong-un sebagai "jalan baru", tambah Bicker.
Kepresidenan Korea Selatan mengatakan, kedua peluncuran itu "sangat mengkhawatirkan" dan tidak membantu upaya untuk mengurangi ketegangan internasional.
Korea Utara Berupaya Memprovokasi?
Dengan tes rudal terbaru ini, Pyongyang disebut mulai membangun sebuah 'pola'.
Program peluncuran itu disebut bertujuan untuk mengirim sinyal diplomatik yang jelas kepada AS (dan ke Seoul - Korea Selatan yang dapat ditargetkan oleh sistem rudal jarak pendek) bahwa kesabaran Korea Utara hampir habis.
Akhir pekan lalu, Korea Utara menguji coba rudal balistik jarak pendek yang terbang sekitar 200 km, meskipun para ahli percaya bahwa jangkauan sebenarnya mungkin jauh melebihi itu.
Meski demikian, jenis senjata yang diuji dalam baru-baru ini masih belum jelas.
Selain itu, Pyongyang juga disebut berhati-hati untuk menghindari pengujian sistem jangkauan antar benua yang akan melanggar pemahamannya dengan AS.
Tapi "kesepakatan informal" tersebut hanya berlaku hingga akhir tahun 2019.
Advertisement
Perwakilan Khusus AS Tiba di Korea Selatan
Beberapa jam sebelum peluncuran tersebut, Perwakilan Khusus AS untuk Korea Utara, Stephen Biegun, tiba di ibu kota Korea Selatan, Seoul, untuk membahas cara mendapatkan perundingan denuklirisasi kembali ke jalurnya, di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan Korea Utara sejak KTT di Hanoi dinilai gagal.
Biegun disebut akan membahas upaya untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Korea Utara, di tengah laporan bahwa negara tertutup itu telah mengalami panen terburuk dalam beberapa dekade, yang menyebabkan kekurangan pangan kronis.
Tahun lalu, Kim Jong-un mengatakan akan menghentikan uji coba nuklir dan tidak akan lagi meluncurkan rudal balistik antarbenua. Namun, sepertinya ucapan dia hanya isapan jempol semata.
Kegiatan pembangunan nuklir tampaknya terus berlanjut. Korea Utara mengklaim telah mengembangkan bom nuklir yang cukup kecil untuk diselipkan di dalam rudal jarak jauh, serta rudal balistik yang berpotensi mencapai daratan AS.
Dalam perkembangan lain:
1. Duta Besar Korea Utara untuk Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan negaranya --yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang serius-- menjamin "hak untuk hidup dan kebebasan mendasar", tetapi sanksi AS menghalangi warga di Korea Utara untuk mendapatkan hak-hak tersebut.
2. Juga di dewan PBB, AS mendesak Korea Utara untuk membongkar kamp-kamp penjara politiknya dan membebaskan semua tahanan yang berjumlah 80.000-120.000 orang.
3. AS menghentikan upaya untuk mengambil kerangka dari jasad-jasad pasukannya yang tewas selama Perang Korea tahun 1950-1953, di tengah kesenjangan yang terjadi pasca-pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump di Hanoi.