Sukses

Akibat Krisis Teluk Persia, Uni Eropa Desak AS Tekan Iran Lebih Keras

Situasi yang kian memanas di Teluk Persia membuat para pemimpin Eropa mendesak tekanan lebih kera dari Menlu AS terhadap Iran.

Liputan6.com, Brussels - Para pemimpin Eropa mendesak menteri luar negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo, untuk memberi tekanan lebih keras terhadap Iran, menyusul tuduhan Arab Saudi atas sabotase terhadap dua kapal tanker minyak miliknya di Selat Hormuz, pada Minggu 12 Mei.

Kepala urusan luar negeri Uni Eropa (UE), Federica Mogherini, memperingatkan Pompeo dalam pertemuan mendadak di Brussels: "Kita hidup di saat-saat sulit yang krusial di mana sikap paling bertanggung jawab untuk diambil adalah pengendalian maksimum, dan menghindari eskalasi pihak militer."

Dikutip dari The Guardian pada Selasa (14/5/2019), ketegangan telah meningkat selama beberapa pekan terakhir karena AS menjatuhkan sanksi maksimum terhadap Iran, termasuk mengakhiri semua keringanan ekspor minyak Teheran, dan memblokir kerja sama pada program nuklir sipil negara itu.

Di lain pihak, menteri luar negeri Inggris, Jeremy Hunt, memperingatkan tentang konflik yang meletus di Teluk Persia secara tidak sengaja, dan menyerukan berbagai pihak saling menenangkan diri.

Tetapi Iran, yang frustrasi pada ketidakmampuan UE untuk melindungi ekonomi mereka, menanggapi tekanan kumulatif AS pada Rabu pekan lalu, dengan mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan langkah-langkah awal untuk menjauhkan diri dari kesepakatan nuklir, yang ditandatangani bersama UE, AS, China, dan Rusia.

Mogherini mendesak pengekangan maksimum, sebagai tandingan eksplisit terhadap seruan AS atas sanksi maksimum.

Dia mengulangi bahwa pengawas energi dari PBB, IAEA, adalah satu-satunya badan yang mampu menyatakan apakah Iran melanggar perjanjian atau tidak.

2 dari 3 halaman

Ujian Bagi Teheran

Sementara itu, Mogherini menolak untuk berkomitmen agar Eropa mengambil minyak Iran sebanyak 1,5 juta barel per hari, tetapi bersikeras UE akan "menggunakan semua instrumennya untuk melaksanakan perjanjian nuklir secara penuh".

Dia berharap transaksi pertama akan berlangsung dalam pekan ke depan, di bawah instrumen untuk mendukung perdagangan dan pertukaran (Instex) berbasis sistem kompleks, yang dirancang untuk memfasilitasi perdagangan dengan Iran tanpa bantuan perbankan.

Sistem ini dipandang oleh Teheran sebagai ujian lakmus, atas kesediaan Eropa untuk mendukung peningkatan ekonomi Iran.

Sedikit kilas balik, Donald Trump menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran pada tahun lalu. Dia mengatakan bahwa keputusannya itu adalah karena Teheran terus berupaya mengembangkan senjata nuklirnya.

Ditanya pada hari Senin tentang intelijen dan niat AS di kawasan Teluk Persia, Trump mengatakan kepada wartawan di Washington: "Saya mendengar cerita kecil tentang Iran. Jika mereka melakukan sesuatu, mereka akan sangat menderita. Kami akan melihat apa yang terjadi dengan Iran".

3 dari 3 halaman

Sabotase 4 Kapal Komersial di Selat Hormuz

Di lain pihak, Uni Emirat Arab mengatakan pada hari Minggu, bahwa empat kapal komersial telah disabotase di dekat Pelabuhan Fujairah, di luar Selat Hormuz.

UEA tidak memberikan rincian kewarganegaraan atau kepemilikan kapal, tetapi Arab Saudi mengidentifikasi dua di antaranya adalah kapal tanker minyak miliknya.

Sumber-sumber industri pelayaran mengidentifikasi kapal-kapal Saudi sebagai kapal tanker pengangkut minyak besar Amjad dan tanker minyak mentah Al Marzoqah, yang dimiliki oleh Bahri, perusahaan pengapalan nasional Saudi, yang belum berkomentar.

Tidak ada negara yang bertanggung jawab atas dugaan sabotase. Iran menyerukan penyelidikan atas insiden itu, dan berbicara tentang "campur tangan pemain asing" untuk mengganggu keamanan maritim.

Menteri energi Arab Saudi, Khalid al-Falih, mengatakan insiden yang melibatkan dua kapal milik Saudi terjadi pada hari Minggu pukul 06.00 pagi waktu setempat. Riyadh belum menghasilkan bukti fotografis kerusakan.

Sumber pemerintah Saudi mengatakan: "Tindakan kriminal ini merupakan ancaman serius bagi keamanan dan keselamatan navigasi maritim dan dampak buruk pada perdamaian dan keamanan regional dan internasional."