Liputan6.com, Khartoum - Kejaksaan Sudan telah menjatuhkan dakwaan terhadap eks presiden yang dimakzulkan, Omar al-Bashir atas tuduhan menghasut dan keterlibatan dalam pembunuhan demonstran.
Dakwaan bersumber dari hasil penyelidikan yang dirilis bulan lalu atas kematian seorang dokter yang tewas dalam demonstrasi anti-Presiden Bashir awal tahun ini, demikian seperti dilansir BBC, Selasa (14/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Nasib Bashir hingga hari ini masih belum jelas. Ia dilaporkan berada di dalam penahanan di ibu kota Sudan usai dikudeta oleh militer pada 11 April 2019. Berbagai dakwaan hukum, mulai dari korupsi, pendanaan terorisme, hingga pelanggaran hak asasi manusia, menantinya.
Rakyat Sudan telah mendesak sejak lama agar Omar al-Bashir segera diseret ke pengadilan untuk mempertannggungjawabkan berbagai tuduhan tersebut.
Dugaan Pembunuhan terhadap Demonstran
Pada Desember 2018, pengunjuk rasa mulai berdemonstrasi menentang keputusan pemerintah untuk menaikkan harga roti menjadi tiga kali lipat.
Protes segera berubah menjadi kemarahan luas terhadap pemerintahan 30 tahun presiden, yang dipimpin oleh seorang dokter.
Lima pekan setelah unjuk rasa, pada 17 Januari 2019, para saksi mata mengatakan pasukan negara menembakkan amunisi langsung kepada para demonstran dan membunuh dokter tersebut.
Sang dokter selama ini telah merawat pengunjuk rasa yang terluka di rumahnya di Khartoum ketika polisi menembakkan gas air mata ke kerumunan.
Seorang saksi mengatakan kepada BBC bahwa sesaat sebelum kematiannya, sang dokter telah berjalan dengan tangan di udara, mengatakan kepada polisi bahwa dia adalah seorang dokter. Namun, ia langsung ditembak.
Dia adalah satu dari lusinan orang yang tewas dalam protes anti-pemerintah Sudan.
Militer Sudan kemudian melakukan kudeta pada 11 April 2019, mengusir Omar al-Bashir dari kursi kepresidenan.
Namun demonstrasi tak segera usai. Para pengunjuk rasa kemudian melakukan aksi duduk di luar markas militer untuk menuntut pasukan militer segera melakukan transisi kekuasaan kepada rakyat.
Sebuah dewan militer mengambil alih kekuasaan negara itu sejak 11 April 2019, tetapi para demonstran bersikeras bahwa mereka harus menyerahkan kepada pemerintahan sipil.
Advertisement
Langkah Militer Sudan
Koalisi oposisi dan dewan militer yang berkuasa mengumumkan pada hari Senin bahwa mereka telah mencapai kesepakatan terobosan tentang struktur kekuasaan untuk melakukan transisi.
"Pada pertemuan hari ini kami sepakat tentang struktur pemerintah dan kekuatan mereka," kata juru bicara gerakan protes Taha Osman kepada kantor berita AFP pada Senin 13 Mei 2019.
"Pihak berwenang adalah sebagai berikut - dewan yang berdaulat, kabinet dan badan legislatif," katanya.
Dewan militer juga mengkonfirmasi bahwa kesepakatan tentang struktur kekuasaan transisi telah tercapai.
Kedua belah pihak akan bertemu lagi pada Selasa 14 Mei 2019 untuk membahas berapa lama masa transisi akan berlangsung dan peningkatan dari ketiga badan tersebut.
Kedua masalah telah menjadi poin utama dalam pembicaraan antara kedua pihak selama sebulan terakhir.
Jenderal mengatakan masa transisi harus dua tahun, sementara pengunjuk rasa menginginkannya empat tahun.