Liputan6.com, Jakarta - Kabar adanya seorang WNI yang melakukan pelanggaran di Bandara Internasional Penang Malaysia, telah dibenarkan oleh Kementerian Luar Negeri RI. Pria berusia 39 tahun itu bersembunyi di bagian roda pendaratan sebuah pesawat pada Senin, 13 Mei 2019.
"WNI berinisial GR asal Medan saat ini masih ditahan oleh Kepolisian Pulau Penang untuk penyelidikan lebih lanjut," kata Muhammad Lalu Iqbal, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI, sebagaimana pernyataan tertulis yang diterima oleh Liputan6.com pada Selasa (14/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Iqbal, sementara ini GR dituduh memasuki area terbatas di daerah kargo bandara secara ilegal.
"KJRI Penang sudah memperoleh pemberitahuan dari otoritas setempat dan terus memantau perkembangan investigasinya," lanjutnya.
WNI berinisial GR itu ditemukan oleh seorang teknisi yang melakukan pemeliharaan terhadap pesawat kargo pada Senin, pukul 10.00 pagi waktu setempat.
Saat itu, sang WNI tengah meluncur keluar dari bagian roda pendaratan (landing gear), demikian sebagaimana dikutip dari Channel News Asia.
"Dia (teknisi)... segera memberi tahu tim keamanan yang kemudian menyerahkannya ke polisi," kata seorang sumber kepada kantor berita pemerintah Malaysia, Bernama.
Belakangan diketahui bahwa WNI itu merupakan pekerja pabrik pengolahan unggas di Malaysia. Ia terpaksa menyelinap ke pesawat karena tidak mampu membeli tiket penerbangan kembali ke Indonesia.
Kasus Lain yang Menimpa WNI di Malaysia
Sementara itu empat pria, salah satunya WNI, telah ditangkap oleh polisi Malaysia pada akhir pekan lalu karena merencanakan pembunuhan dan serangan teror skala besar di Lembah Klang.
Inspektur Jenderal Polisi Malaysia, Abdul Hamid Bador mengatakan, keempatnya telah mengaku sebagai "sel teroris" terafiliasi ISIS dan sedang bersiap untuk menyerang pada pekan pertama Ramadan, dalam upaya membalas kematian rekan mereka, Muhammad Adib Mohd Kassim, dalam konflik antar agama, tahun lalu.
"Mereka berencana untuk membunuh orang-orang terkenal yang mereka tuduh tidak mendukung atau menghina Islam," kata Bador.
"Selain itu, mereka juga merencanakan serangan besar-besaran terhadap tempat-tempat ibadah Kristen, Hindu dan Budha serta pusat-pusat hiburan di Lembah Klang," katanya kepada wartawan di markas polisi di Bukit Aman.
Muhammad Adib meninggal pada 17 Desember 2018 setelah terluka parah di tengah kekacauan di Kuil Sri Maha Mariamman Seafield di Selangor, tempat kerusuhan meletus terkait relokasi kuil.
Pemeriksaan atas kematiannya sedang berlangsung.
Advertisement
Identitas Tersangka
Terkait rencana serangan teror yang gagal, Inspektur Jenderal Hamid mengatakan para tersangka adalah: seorang Malaysia, dua Rohingya dan seorang Indonesia - ditangkap di Terengganu dan Lembah Klang antara 5 Mei dan 7 Mei 2019.
Pemimpin sel teroris adalah seorang pekerja konstruksi Malaysia berusia 34 tahun. Dia ditangkap di Kuala Berang, Terengganu, pada 5 Mei 2019
Selama penangkapannya, polisi menyita satu pistol dan 15 peluru, bersama dengan enam alat peledak rakitan (IED), masing-masing berukuran setidaknya 18 cm, kata kepolisian.
Salah satu pria Rohingya, seorang pelayan berusia 20 tahun, memiliki status pengungsi, tambahnya. Dia dijemput pada 7 Mei.
"Dia mengaku mendukung kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), dan telah merencanakan untuk menyerang Kedutaan Besar Myanmar di Kuala Lumpur dan melanjutkan jihadnya di Rakhine," kata Abdul Hamid.
Seorang Indonesia ditangkap di Subang Jaya, sedangkan penangkapan terakhir yang melibatkan seorang Rohingya lainnya terjadi di Jalan Klang Tua, keduanya pada 7 Mei 2019.
Inspektur Jenderal Abdul Hamid mengatakan, Kepolisian Malaysia masih melacak tiga anggota sel teror lainnya.