Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menggelar acara buka puasa di Gedung Putih pada Senin, 13 Mei 2019. Dalam kesempatan yang bertujuan merayakan Ramadan itu, ia mengundang duta besar dan diplomat dari negara-negara mayoritas muslim.
Sang presiden nyentrik menilai Ramadan sebagai waktu untuk beramal, memberi, dan melayani seluruh warga negara, sebagaimana dilansir dari situs VOA pada Selasa (14/5/2019). Tak hanya itu, bulan puasa menurut Donald Trump juga menawarkan kesempatan untuk lebih dekat dengan keluarga dan komunitas.
Advertisement
Baca Juga
Trump juga berbicara tentang apa yang disebutnya "periode waktu yang sangat sulit" bagi orang-orang dari agama yang berbeda. Ia merujuk pada sejumlah insiden mematikan dalam beberapa pekan terakhir yang mengorbankan umat Islam, Kristen dan Yahudi di sejumlah negara seperti Selandia Baru, Sri Lanka dan Amerika Serikat.
Dalam kesempatan itu, Donald Trump mengatakan "kita bertekad untuk menghentikan kejahatan terorisme... sehingga semua orang dapat beribadah tanpa rasa takut, berdoa tanpa bahaya, dan hidup dengan iman yang mengalir dari hati mereka."
Doa untuk Perdamaian
Dalam acara buka puasa itu, Donal Trump juga menyerukan doa untuk "masa depan yang harmonis dan damai."
Ternyata, acara ini bukanlah pertama kalinya yang diadakan oleh sang presiden nyentrik Gedung Putih. Tahun lalu, ia juga menggelar kegiatan yang sama. Kebiasaan ini juga sering dilakukan oleh pemerintah Clinton, Bush, dan Obama dalam sejarahnya.
Donald Trump tidak menggelar acara itu pada tahun pertamanya menjabat sebagai presiden Negeri Paman Sam.
Adapun selama kampanye 2016 lalu, Trump menyerukan larangan total pada semua Muslim untuk memasuki Amerika Serikat dan telah menandatangani beberapa perintah eksekutif yang membatasi imigrasi dari negara-negara mayoritas berumat Islam.
Advertisement
Narapidana Muslim di AS Juga Berpuasa
Berbagai sumber memberitakan bahwa lembaga pemasyarakatan atau penjara lokal, negara bagian, dan federal menjadi penyumbang bagi pertumbuhan Islam di Amerika Serikat, selain imigrasi dan program penerimaan pengungsi.
Harian New York Times pernah melansir bahwa narapidana muslim mencakup 17-20 persen populasi penjara di negara bagian New York. Dilaporkan bahwa 80 persen narapidana yang "menemukan agama baru" adalah mereka yang masuk agama Islam.
Tren pindah agama dalam penjara ini telah berlangsung beberapa lama dan terjadi di seluruh negara bagian di Amerika.
Selama Ramadan, para narapidana muslim di penjara-penjara Amerika juga menjalankan ibadah puasa dengan khusuk, seperti juga di penjara-penjara di negara bagian New York.
Dari pengamatan New York Times pada suatu malam bulan Ramadan, ketika suara azan berkumandang untuk salat magrib, para narapidana muslim di penjara Sing Sing di distrik setingkat kabupaten, Westchester County, mulai berbuka dengan segelas air putih.
Mereka kemudian menikmati apel, keripik dan jus. Setelah itu, mereka masuk ke dalam masjid, bergabung dengan para narapidana muslim lainnya, menghadap kiblat dan melakukan salat magrib. Lembaga Pemasyarakatan Sing Sing, yang merupakan penjara dengan keamanan maksimal, menampung lebih dari 1.600 narapidana dari berbagai jenis kejahatan.
Seperti dilansir oleh New York Times, imam penjara tersebut, Jon Young, mengatakan bahwa 80 persen narapidana muslim di Sing Sing baru pindah ke agama Islam setelah berada dalam penjara itu.
"Islam memiliki disiplin yang tidak mereka miliki sebelumnya," kata Young. "Mereka memiliki persaudaraan sejati. Mereka saling melindungi," tambahnya.
Di seluruh negara bagian New York, Amerika Serikat hampir 6.000 narapidana beragama Islam. Selama bulan Ramadan, narapidana ini dijamin oleh undang-undang federal untuk menunaikan kewajiban keagamaan mereka, termasuk makan hanya antara matahari terbenam dan matahari terbit, mandi sekali sehari dan salat lima kali sehari.