Liputan6.com, New Delhi - Perdana Menteri Narendra Damodardas Modi, atau akrab disapa Narendra Modi, 'mengambil jeda' sejenak dari penatnya pemilihan umum di India yang diselenggarakan serentak selama satu bulan, mulai 11 April sampai 19 Mei 2019.
Pada malam terakhir dari pemungutan suara, Modi yang berusia 68 tahun memutuskan untuk bertapa di Uttarakhand, negara bagian di sebelah utara India.
Namun sebelum melakukan perjalanan spiritual dari Delhi ke Uttarakhand, Modi harus mengantongi izin khusus terlebih dahulu dari badan pengawas nasional, sebab aturan pemilu melarang seluruh calon melakukan kampanye pada 48 jam sebelum pemungutan suara berakhir, kata kantor berita Press Trust of India (PTI).
Advertisement
Baca Juga
Setelah mendapatkan persetujuan, kandidat petahana ini kemudian berangkat ke "Tanah Dewa" yang berbatasan dengan Tibet dan Nepal itu.
Sesampainya di gua suci, ia bermeditasi sambil mengenakan jubah oranye di sebuah gua suci yang terletak di sebuah situs ziarah Himalaya. Dia juga mengunjungi Kuil Kedarnath yang amat dihormati oleh umat Hindu, di mana bangunan tersebut didedikasikan untuk Dewa Siwa.
Dikutip dari BBC, Minggu (19/5/2019), Narendra Damodardas Modi mengunggah 4 foto yang menunjukkan dirinya ketika bertandang ke Uttarakhand.
केदारनाथ धाम में कर्मयोगी pic.twitter.com/XK86Fiv8bB
— BJP (@BJP4India) May 18, 2019
Gambar-gambar tersebut diduga merupakan upaya dirinya untuk menarik perhatian mayoritas Hindu ketika pemungutan suara berakhir.
Dalam pemilu India tahun ini, Modi harus berhadapan dengan saingan terberatnya, Rahul Gandhi, dari partai Kongres sekaligus keturunan dinasti Nehru-Gandhi.
Kedua belah pihak tak hentinya saling serang argumen dengan melontarkan kritik dan tudingan korupsi, nepotisme, dan nasionalisme.
Pemilu Terbesar di Dunia, Berlangsung Enam Pekan
Sebanyak 900 juta orang dari 1,3 miliar warga negara India, berhak memberikan suara mereka dalam pemilu tahun ini. Pemilu yang dimaksud berlangsung selama enam pekan, di mana sekitar 142 juta orang mencoblos pada tahap pembukaan.
Narendra Modi dan partainya, Bharatiya Janata --yang menang pada pemilu 2014-- masih diunggulkan untuk kembali memimpin negara itu. Namun, ia menghadapi ketidakpuasan masyarakat yang kian berkembang di kawasan pedesaan, terkait merosotnya pendapatan pertanian.
Modi juga dikecam karena kekerasan sektarian yang meningkat. Kasus itu dilakukan oleh gerombolan yang menamakan diri mereka sebagai "kelompok pelindung sapi". Mereka sering membuat kerusuhan dan umumnya menarget Muslim yang kerap mengonsumsi daging sapi --hewan ini adalah binatang suci bagi penganut agama Hindu.
Namun posisi Modi tetap dianggap masih kuat dibandingkan dengan kubu oposisi.
Bahkan sempat naik lantaran responsnya terhadap aksi bom bunuh diri pada 14 Februari, yang menewaskan 40 tentara keamanan India di wilayah Kashmir yang disengketakan.
Saat itu, jet-jet tempur India merambah masuk ke wilayah udara Pakistan dan melancarkan serangan terhadap lokasi yang diduga kamp latihan kelompok militan Jaish-e-Mohammad, yang dilaporkan mengaku bertanggung jawab atas aksi pemboman di Kashmir.
Serangan udara ini mendorong India dan Pakistan, negara yang sama-sama memiliki senjata nuklir berkonfrontoasi, ke ambang perang.
Meski demikian, hasil final terkait kebrhasilan Modi mempertahankan jabatannya baru akan diketahui setelah penghitungan suara. Hasil akhir direncanakan akan diumumkan pada 23 Mei 2019.
Adapun pemungutan suara sendiri baru akan selesai pada 19 Mei 2019 waktu setempat.
Advertisement
Prestasi Modi bagi India Jadi Perdebatan di Majalah Time
Majalah Time menempatkan Narendra Modi pada halaman muka dari isu internasionalnya, serta memperdebatkan apakah pemerintahannya membawa manfaat untuk India atau justru merugikan.
Sebuah artikel yang kritis karya Aatish Taseer mempertanyakan apakah "kualitas pada diri Modi" yang sebelumnya berhasil memenangkan pemilu 2014, masih berlaku sekarang.
Kata Taseer, pemilu waktu itu merupakan pemilu yang sarat harapan, sementara pemilu 2019 berlangsung di antara konstituen yang terobsesi oleh perbedaan di antara mereka.
Tulisan Taseer menyebut, Modi gagal memenuhi janji-janjinya. Tetapi pengamat politik AS dan luar negeri, Ian Bremmer, berpendapat lain dan menulis sebuah artikel dalam terbitan yang sama berjudul "Modi adalah Harapan Terbaik India bagi Reformasi Ekonomi."
Menurut Bremmer, meskipun catatan kinerja ekonomi Modi tidak sepenuhnya sukses, dia adalah pribadi paling mampu membawa perubahan di India, seperti misal pembangunan infrastruktur yang terus dikembangkan.
"Modi berhasil memperbaiki kehidupan dan prospek dari jutaan rakyat India. Ia pun cukup sukses memperbaiki relasi negara yang dipimpinnya dengan China, Amerika dan Jepang," Bremmer menutup.