Sukses

Kisah Pulau Kecil di Laguna Venesia, Tempat Paling Berhantu di Dunia

Sebuah pulau kecil di Laguna Venesia dianggap sebagai lokasi paling berhantu di dunia

Liputan6.com, Jakarta - Tahukah Anda bahwa Pulau Poveglia dianggap oleh beberapa orang sebagai pulau paling berhantu di dunia? Sejarah kelam di sana adalah salah satu penyebab diberinya julukan ini.

Terletak di Laguna Venesia, dengan pemandangan City of Water atau "Kota Air" yang megah, nusa kecil ini dahulunya berfungsi sebagai tempat karantina bagi para korban wabah penyakit sepanjang zaman.

Tak hanya sampai di situ, Poveglia juga menjadi lokasi suaka mental yang fasilitasnya terkenal buruk. Sejumlah eksperimen manusia dilakukan oleh ilmuwan secara diam-diam pada awal Abad ke-20.

Tetapi bahkan sebelum semua itu, Pulau Poveglia sudah ditandai oleh pertumpahan darah.

Penduduk pertama menetap pada tahun 421, karena kebutuhan murni, ketika mereka melarikan diri dari Jerman dan "gerombolan barbar" Hun yang menyerang Kekaisaran Romawi.

Meskipun pulau itu menawarkan perlindungan alami, namun para warga tersebut tidak dapat menghindari upaya para komplotan tadi untuk menyerbu dan mengambil alih pulau ini.

Konon, para pemukim berhasil menyelamatkan diri dan pada Abad ke-9. Populasi di Poveglia pun tumbuh dengan mantap.

Pada tahun 1379, pulau itu dievakuasi, dengan alasan bahwa Poveglia akan 'disulap' jadi tempat pertahanan angkatan laut garda depan Venesia. Untuk melancarkannya, benteng segi delapan pun dibangun dan masih berdiri kokoh sampai hari ini.

Apa yang terjadi selanjutnya adalah gelombang wabah epidemi yang melanda Italia pada awal Abad ke-15. Poveglia, bersama dengan pulau-pulau kecil lainnya di seberang laguna, dinyatakan sebagai "lazaretto" -- stasiun karantina tempat kapal-kapal yang tiba harus melalui inspeksi medis, sebelum mendarat di Venesia.

Bila penumpang yang diangkut oleh kapal-kapal itu menunjukkan gejala terjangkit virus, maka mereka akan menghabiskan waktu selama 40 hari di Poveglia.

Setelah uji coba selama 40 hari, mereka dinyatakan sehat atau dibiarkan mati begitu saja.

Fakta yang tidak terlalu menyenangkan yakni ketika wabah merebak di Italia, lazaretto seperti Poveglia mendadak penuh sesak oleh pasien. Semua orang sakit ini dihadapkan dengan kenyataan bahwa kematian yang mengerikan adalah satu-satunya hal yang sedang menanti mereka.

Menurut beberapa catatan, seperti yang dikutip dari The Vintage News, Senin (20/5/2019), Pulau Poveglia memang "Hell on Earth" atau Neraka di Bumi, karena di sana dipenuhi oleh kuburan massal dan tanah berwarna hitam bekas kobaran api, di mana orang mati ditumpuk dan dibakar.

2 dari 3 halaman

Melanggar HAM

Karena wabah telah merambah ke kota itu, meski sudah dilakukan langkah-langkah pencegahan, pemindahan para penderita penyakit kronis di Venesia ke Pulau Poveglia, merupakan pelanggaran HAM.

Ketakutan di antara mereka memicu paranoia massal. Sebab mereka yang hanya menunjukkan gejala dan ada kemungkinan besar bisa sembuh total, ikut serta diasingkan ke Poveglia.

Antara tahun 1629 dan 1631, selama tahun-tahun ketika Black Death (suatu pandemi hebat yang pertama kali melanda Eropa pada pertengahan hingga akhir Abad ke-14) melanda Italia dan paling mengerikan ke Laguna Venesia, selama tujuh bulan konon ada 80.000 orang yang tewas.

Mereka semua mati pada saat baru datang atau menghabiskan hari-hari mereka di Poveglia -- atau salah satu dari beberapa lazaretto lainnya yang masih berfungsi.

Pulau-pulau di sekitar Venesia tidak lebih dari tempat pembuangan jasad manusia dan orang sakit yang hidup berkelompok sampai mati, atau lebih buruk lagi, terkubur hidup-hidup.

Poveglia dipatroli oleh para dokter yang mengenakan topeng mirip burung berwajah mengerikan, dengan "paruh" diisi oleh ramuan yang ampuh mencegah bakteri memasuki sistem pernapasan mereka.

Di ujung sirnanya epidemi tersebut, diperkirakan ada lebih dari 160.000 jenazah orang-orang yang dibuang di Proveglia. Akibatnya, sebagian besar tanah di pulau ini diduga terkandung abu manusia.

Namun demikian, otoritas kesehatan Venesia tetap berhati-hati dalam mencegah kembalinya wabah. Lazaretto tersebut masih tetap dipertahankan hingga tahun 1803, sebelum akhirnya benar-benar ditinggalkan dan dibiarkan terbengkalai.

3 dari 3 halaman

Kembalinya Tragedi

Orang-orang sudah mulai berpikir bahwa sejarah yang mengerikan seperti itu tidak akan terulang untuk kedua kalinya. Namun, kisah kelam lain kembali menghantui Poveglia pada awal Abad ke-20, ketika digunakan -- sekali lagi -- untuk kurungan orang sakit jiwa.

Pada tahun 1922, sebuah suaka dibuka, sebagian menggunakan bangunan-bangunan yang sudah ada, yang pernah dipakai untuk menampung para korban wabah pada masa sebelumnya.

Departemen Psikiatri menjadi rumah bagi jiwa-jiwa bermasalah. Para stafnya konon tak segan untuk menganiaya para pasien yang dikarantina di sana.

Selain itu, sejumlah laporan yang dibuat berdasarkan keterangan dari para pasien, mereka mengaku bahwa mereka mendengar suara dan jeritan yang membuat mereka tetap terjaga pada malam hari.

Mereka juga mengklaim bahwa roh-roh yang terganggu, yang hidup di pulau itu, terus menerus menghantui mereka.

Namun kasus yang paling terkenal mengenai perlakuan buruk para karyawan terhadap pasien di pulau itu adalah perlakuan seorang dokter gila yang gemar menjalankan praktik lobotomi menggunakan palu, paku, bor, dan pahat pada subjeknya.

Diduga, ahli medis sadis itu dengan bebas melanjutkan kegiatannya dengan melakukan segala macam eksperimen mengerikan, tanpa banyak perawatan untuk tindakan sanitasi atau anestesi.

Mirisnya lagi, di sanalah tempat dia akhirnya menemui ajalnya, meskipun dalam keadaan yang tidak diungkapkan.

Salah satu versi cerita mengklaim bahwa dokter tersebut dibuat gila oleh tindakannya sendiri dan memutuskan untuk bunuh diri.

Cerita lain menyebut, dia pribadi kerap melihat penampakan hantu, bayangan dan momok, dan bahwa ia didorong dari atas menara oleh entitas dunia lain.

Legenda ini juga mencakup seorang perawat yang menyaksikan dokter itu jatuh, yang juga bersumpah bahwa ia masih hidup selama beberapa detik, sebelum sebuah asap misterius seperti kabut mengambil napas terakhirnya.

Terlepas dari kisah-kisah menyeramkan di sekitarnya, Departemen Psikiatri Poveglia masih terus beroperasi sampai tahun 1968. Setelah suaka ditutup, pulau itu dijual di pelelangan.

Namun dua pemilik terakhirnya tak betah tinggal di sana. Rumor yang beredar menyebut, salah satu putri si empunya pulau menerima luka di wajahnya dalam insiden yang dikaitkan dengan kekuatan supranatural.

Sampai hari ini, Poveglia tetap dikaitkan dengan legenda dan mitos semacam itu. Namun pemerintah Italia melarang para penjelajah yang tertarik dengan sejarah tersebut untuk menginjakkan kaki mereka di pulau.