Sukses

Bostwana Cabut Larangan Berburu Gading Gajah, Dunia Meradang

Dunia internasional meradang tatkala pemerintah Bostwana mencabut larangan berburu gading gajah.

Liputan6.com, Gaborone - Botswana telah mencabut larangan berburu gajah yang diterapkannya selama beberapa dekade. Hal itu memicu kemarahan dari beberapa kelompok perlindungan satwa liar, serta ancaman menurunnya potensi wisata.

Negara di wilayah Afrika selatan itu merupakan habitat bagi sekitar 130.000 ekor gajah, di mana pencabutan larangan tersebut memicu kekhawatiran tentang meningkatnya transaksi pasar gelap pada komoditi gading.

"Ini akan menjadi ancaman pemusnahan massal selanjutnya," kata Paula Kahumbu, pemimpin lembaga perlindungan hewan Wildlifedirect, sebagaimana dikutip dari Time.com pada Jumat (24/5/2019).

Botswana telah lama menjadi tempat perlindungan bagi kawanan gajah Afrika, di mana puluhan ribu ekor mati terbunuh selama bertahun-tahun untuk diambil gadingnya.

Jika larangan berburu gajah benar-benar dicabut, banyak pemerhati lingkungan diperingatkan tentang risiko boikot pariwisata, yang selama hampir satu dekade terakhir, telah menunjukkan pertumbuhan sumber devisa yang menguntungkan.

"Presiden Masisi, untuk setiap orang yang ingin membunuh gajah, ada jutaan penentang yang ingin hewan ini dilindungi. Kami akan terus mengawasi Anda," twit presenter Ellen DeGeneres, bergabung dengan banyak tokoh terkemuka dunia yang menentang kebijakan itu.

Mencabut larangan berburu terjadi di tengah meningkatnya konflik antara manusia dan gajah, kata pernyataan pemerintah. Dikatakan berburu akan dilanjutkan "secara teratur dan etis" tetapi tidak mengatakan bagaimana hal itu akan diatur.

 

 

2 dari 3 halaman

Terdapat Konflik antara Gajah dan Manusia

Bostwana, sebuah negara dengan populasi lebih dari 2 juta orang, dilaporkan mengalami beberapa konflik antara manusia dan satwa liar. Meski begitu, di sinilah terdapat ruang bergerak paling luas bagi satwa-satwa asli Afrika.

Gesekan politik antar presiden Bostwana, dari dulu hingga sekarang, telah memainkan peran penting dalam perubahan sikap pemerintah terhadap populasi gajah pada tahun lalu.

Larangan berburu diberlakukan di bawah presiden sebelumnya, Ian Khama, seorang ahli konservasi yang blak-blakan, tetapi Presiden saat ini, Mokgweeti Masisi, mulai meragukan dampak dari kebijakan tersebut.

Keputusan untuk mencabut larangan itu terjadi beberapa bulan sebelum pemilihan umum pada Oktober mendatang.

Menurut Institute for Security Studies, sebuah lembaga think-tank yang berbasis di Afrika Selatan, Masisi mencabut larangan berburu gajah karena alasan populis, untuk meraih suara dalam kampanye menjelang pemilu.

3 dari 3 halaman

Ada Kelompok yang Mendukung

Sementara itu, Safari Club International (SCI), sebuah kelompok yang melobo pelonggaran pembatasan perburuan gading gajah, mengatakan sangat mendukung keputusan pemerintah Bostwana.

Kelompok ini telah lama berargumen bahwa biaya yang dibayarkan oleh pemburu besar memberikan pendapatan penting bagi pemerintah Afrika untuk mendanai program konservasi.

"Sungguh menggembirakan melihat bahwa pemerintah Botswana telah mempertimbangkan semua aspek dengan seksama tentang masalah ini," kata Paul Babaz, presiden SCI.

"Temuan ini jelas menunjukkan bahwa larangan berburu benar-benar merusak konservasi satwa liar," lanjutnya dengan percaya diri.

Meskipun Presiden Donald Trump mengecam perburuan gajah secara besar-besaran sebagai "pertunjukan horor," pemerintahannya telah membalikkan pembatasan era Obama pada impor gading untuk pajangan.

Botswana juga termasuk di antara beberapa negara Afrika dengan populasi gajah terbesar di dunia, yang mendorong kontrol lebih longgar pada perdagangan gading secara legal.

Otoritas setempat menyatakan bahwa perdagangan itu akan membantu mereka membayar biaya konservasi gajah.

Botswana dan tetangganya Namibia, Zimbabwe dan Afrika Selatan diperkirakan memiliki sekitar 256.000 ekor gajah, atau lebih dari setengah total perkiraan populasi hewan berbelalai itu di seluruh Afrika.

Video Terkini