Liputan6.com, Tel Aviv - Ribuan warga Israel turun ke jalan pada hari Sabtu, 25 Mei 2019, guna menentang langkah-langkah pemerintah yang hendak memberikan kekebalan hukum kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Para pengunjuk rasa berkumpul di luar sebuah museum di Tel Aviv untuk melaksanakan aksi unjuk rasa"pro-demokrasi", yang diselenggarakan oleh partai-partai oposisi Israel.Â
Mereka menuding Netanyahu --yang pada bulan lalu terpilih kembali sebagai perdana menteri-- sedang mencoba mengesahkan undang-undang yang melindungi dia dari kasus korupsi, penipuan dan penyuapan.
Advertisement
Baca Juga
Unjuk rasa yang dilakukan pada hari Sabtu adalah aksi protes yang pertama kali diadakan oleh partai-partai oposisi, sejak kemenangan Benjamin Netanyahu. Demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (26/5/2019).
Beberapa pengunjuk rasa mengenakan topi merah gaya Ottoman dan membawa potret Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang mereka klaim "melambangkan tipe rezim yang mereka lawan".
Pihak penyelenggara unjuk rasa mengaku bahwa puluhan ribu orang ada di sana, tetapi tidak ada angka pasti dari jumlah demonstran yang dikeluarkan oleh polisi.
Benny Gantz, mantan kepala militer Israel yang tidak memilih Benjamin Netanyahu dalam pemilu bulan April kemarin, mengatakan impian Israel "hancur berantakan" di bawah kepemimpinan Netanyahu.
"Ada pihak-pihak yang berusaha mengganti pemerintahan rakyat dengan pemerintahan tunggal dan memperbudak seluruh bangsa demi kepentingan satu orang," Gantz menegaskan.
Akan Didakwa Atas Kasus Korupsi, PM Israel Tak Mau Mundur
Meski terjerat kasus korupsi, namun Bibi, sapaan akrab Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa ia tidak akan mengundurkan diri jika jaksa agung memutuskan untuk mengajukan dakwaan terhadap dirinya.
Saat ditanya apa yang akan dia lakukan jika Kejaksaan Agung memanggilnya untuk diperiksa dalam perkara korupsi, langkah terakhir sebelum dakwaan diajukan ke pengadilan, Netanyahu menjawab, "Jika itu terjadi, saya tidak akan mengundurkan diri," kata dia dalam kunjungan ke Brasil pada 31 Desember 2018.
Netanyahu menjelaskan bahwa menurut aturan, ia tidak harus mundur saat perkara masih dalam tahap pemeriksaan. Ia juga yakin bahwa tiga kasus korupsi yang menjeratnya "bukan apa-apa" -- tak akan bisa menggulingkannya dari kursi kekuasaan.Â
"Israel adalah negara hukum, dan hukum tidak mengharuskan perdana menteri mengundurkan diri selama proses pemeriksaan," ujarnya lagi.
Jika Jaksa Agung Israel, Avichai Mandeblit, berniat mengajukan dakwaan atas Netanyahu, ia harus memastikan pengadilan menerima perkaranya untuk disidang.Â
Syarat bagi kejaksaan agung untuk melakukan gelar perkara, termasuk mendengar keterangan pihak tersangka, menurut Netanyahu, harus dipenuhi.Â
Ia menambahkan, jika seorang seorang perdana menteri dilengserkan sebelum proses persidangan dilakukan, dan pada akhir persidangan hakim memerintahkan jaksa untuk menutup kasus ini. "Itu tidak masuk akal, dan merupakan pukulan mengerikan bagi demokrasi," jelas Mandeblit.
"Dalam demokrasi, para pemimpin dipilih melalui pemungutan suara, bukan melalui proses hukum yang diselesaikan sebagian."
Bahkan jika Netanyahu didakwa, ia kemungkinan tidak akan menyerah pada tekanan publik untuk mundur sebagai perdana menteri dan akan melawan dakwaan atas dirinya sebagai sebagai warga negara biasa.
Undang-undang Israel tidak dengan jelas menyatakan bahwa perdana menteri yang telah didakwa harus mengundurkan diri.
Alih-alih, dikatakan bahwa kepala pemerintahan harus mundur hanya setelah dia divonis karena melakukan pelanggaran yang terkait kebobrokan moral, seperti penyuapan atau pelanggaran kepercayaan. Itu pun jika keputusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Knesset (parlemen Israel) dapat meminta perdana menteri untuk mundur sebelum proses itu selesai, tetapi jika tidak, secara teori, ia bisa tetap menjabat.
Advertisement
Polisi: Ada Cukup Bukti untuk Mendakwa Netanyahu
Sementara itu, polisi Israel mengatakan pada Minggu, 2 Desember 2018 bahwa ada cukup bukti untuk mendakwa Benjamin Netanyahu dalam penyelidikan korupsi ketiga.
Menurut pernyataan polisi, pihak berwenang menemukan bukti penipuan, penyuapan, dan pelanggaran kepercayaan.
Polisi juga mengatakan ada cukup bukti untuk menuntut istri Netanyahu, Sara Netanyahu, dengan pidana penipuan, menerima suap, dan mengganggu penyelidikan.
Kasus itu adalah salah satu yang terbesar yang dihadapi pemimpin Israel dan lingkaran orang terdekatnya dalamnya. Ini berkaitan dengan hubungan antara Kementerian Komunikasi--di bawah kepemimpinan Netanyahu--dan perusahaan telekomunikasi Israel Bezeq.
Penyelidik mengatakan, Benjamin Netanyahu memberi suap senilai hingga 1 miliar shekel (sekitar US$ 280 juta) kepada Shaul Elovitch, pemegang saham pengendali Bezeq, dan teman Netanyahu.
Sebagai gantinya, jaksa mengatakan Elovitch memberi Netanyahu liputan berita yang menguntungkan di situs berita online Walla! News yang dimiliki oleh Elovitch.