Liputan6.com, Jakarta - Bencana nuklir Chernobyl pada 1986 dan Fukushima 25 tahun kemudian merupakan segelintir dari tragedi energi terparah yang pernah terjadi di muka Bumi.
Kedua kecelakaan itu melepaskan radiasi dengan dampak yang meluas dan tahan lama.
Tetapi bagaimana keadaan Chernobyl dan Fukushima dibandingkan satu sama lain, dan peristiwa mana yang menyebabkan lebih banyak kerusakan?
Advertisement
Hanya satu reaktor meledak di Chernobyl, sementara tiga reaktor mengalami kehancuran di Fukushima --yang dipicu gempa magnitudo 9,0 dan tsunami susulan yang menyebabkan kegagalan sistem.
Baca Juga
Namun kecelakaan di Chernobyl jauh lebih berbahaya, karena kerusakan pada inti reaktor menyebar dengan sangat cepat dan hebat, kata Edwin Lyman, seorang ilmuwan senior dan direktur pelaksana untuk the Union of Concerned Scientists Nuclear Safety Project.
"Akibatnya, lebih banyak produk fisi yang dilepaskan dari inti Chernobyl tunggal," kata Lyman kepada Live Science, dilansir pada Senin (27/5/2019).
"Di Fukushima, inti-intinya terlalu panas dan meleleh tetapi tidak mengalami penyebaran yang besar, sehingga jumlah plutonium yang dilepaskan jauh lebih kecil."
Dalam kedua kecelakaan, radioaktif iodin-131 merupakan ancaman yang paling langsung berdampak. Tetapi dengan waktu paruh (half-life) delapan hari, berarti setengah dari bahan radioaktif membusuk dalam waktu itu, dan efeknya segera hilang.
Pada kedua krisis, bahaya jangka panjang muncul terutama dari strontium-90 dan cesium-137, isotop radioaktif dengan waktu paruh 30 tahun.
Dan Chernobyl melepaskan lebih banyak cesium-137 daripada Fukushima, menurut Lyman.
"Sekitar 25 petabecquerels (PBq) cesium-137 dilepaskan ke lingkungan dari tiga reaktor Fukushima yang rusak, dibandingkan dengan perkiraan 85 PBq untuk Chernobyl," kata Lyman.
PBq adalah unit untuk mengukur radioaktivitas yang menunjukkan peluruhan nuklei per detik.
Selain itu, amukan Chernobyl menciptakan gelombang radioaktif yang menjulang tinggi yang menyebar lebih luas daripada radioaktivitas yang dikeluarkan oleh Fukushima, tambah Lyman.
Kanker dan Kematian
Di Chernobyl, dua pekerja pabrik terbunuh oleh ledakan awal dan 29 pekerja lainnya meninggal karena keracunan radiasi selama tiga bulan ke depan, Time melaporkan pada tahun 2018.
Banyak dari mereka yang meninggal, secara sengaja memaparkan diri mereka pada radiasi mematikan ketika mereka bekerja untuk mengamankan pabrik dan mencegah kebocoran lebih lanjut. Pejabat pemerintah merelokasi sekitar 200.000 orang dari kawasan itu, menurut Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Pada tahun-tahun berikutnya, kanker pada anak-anak meroket di Ukraina, naik lebih dari 90 persen, menurut Time.
Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh badan-badan PBB pada tahun 2005 memperkirakan bahwa 4.000 orang akhirnya bisa mati karena paparan radiasi dari Chernobyl.
Greenpeace International memperkirakan, pada 2006, bahwa jumlah kematian di Ukraina, Rusia, dan Belarus bisa mencapai 93.000 orang, dengan 270.000 orang di negara-negara itu mengembangkan kanker yang jika tidak demikian tidak akan terjadi.
Di Fukushima, tidak ada kematian atau kasus penyakit radiasi yang berhubungan langsung dengan kecelakaan itu - baik pekerja maupun anggota masyarakat, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Namun, respons Jepang yang agresif atas bencana, yang merelokasi 100.000 orang dari rumah mereka di dekat Fukushima, diperkirakan secara tidak langsung telah menyebabkan sekitar 1.000 kematian, yang sebagian besar adalah orang-orang berusia 66 tahun atau lebih, menurut Asosiasi Nuklir Dunia (WNA).
Advertisement
Zona Terlarang di Fukushima
Otoritas Jepang menciptakan zona larangan bepergian di sekitar Fukushima yang membentang sejauh 20 kilometer; reaktor yang rusak ditutup secara permanen, sementara upaya pembersihan berlanjut.
Sejauh mana dampak lingkungan Fukushima masih belum diketahui, meskipun sudah ada beberapa bukti bahwa mutasi genetik sedang meningkat pada kupu-kupu dari daerah Fukushima, menghasilkan deformasi pada sayap, kaki dan mata mereka.
Radiasi dari air yang terkontaminasi yang keluar dari Fukushima mencapai pantai barat Amerika Utara pada 2014, tetapi para ahli mengatakan bahwa kontaminasi terlalu rendah untuk menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia.
Dan pada tahun 2018, para peneliti melaporkan bahwa anggur yang diproduksi di California setelah kecelakaan Fukushima telah meningkatkan kadar cesium-137 radioaktif, tetapi Departemen Kesehatan Masyarakat California menyatakan bahwa anggur itu tidak berbahaya untuk dikonsumsi.
Pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima masih terbuka dan aktif (meskipun reaktor yang meledak tetap tertutup). Meskipun demikian, kekhawatiran yang berkelanjutan tentang keselamatan tetap ada.
Tokyo Electric Power Company (TEPCO) baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka tidak akan mempekerjakan pekerja asing yang datang ke Jepang berdasarkan aturan imigrasi yang baru; Perwakilan TEPCO mengutip kekhawatiran tentang kemampuan penutur Jepang non-asli untuk mengikuti instruksi keselamatan pabrik yang sangat rinci, The Japan Times melaporkan pada 23 Mei 2019.
Zona Terlarang di Chernobyl
Zona terlarang Chernobyl meliputi area 30 km di sekitar reruntuhan pabrik, dan kota-kota dalam batas-batasnya tetap ditinggalkan hingga hari ini. Pohon-pohon di hutan terdekat menjadi merah dan mati segera setelah ledakan.
Tetapi beberapa dekade kemudian, beragam komunitas satwa liar tampak berkembang di zona tersebut, tanpa adanya penghuni manusia.
Pada 2010, pemerintah Ukraina menetapkan bahwa bahaya dari paparan radiasi di daerah sekitar Chernobyl "diabaikan", dan zona terlarang akan dibuka secara luas untuk turis pada tahun berikutnya (meskipun tinggal di daerah itu masih dilarang).
Tetapi orang-orang yang mengunjungi lokasi tertentu lebih dari satu kali akan diberikan dosimeter genggam untuk memeriksa paparan radiasi mereka, sehingga kunjungan tersebut bukan tanpa risiko, Live Science melaporkan.
Terlebih lagi, tingkat radiasi di sekitar Chernobyl dapat sangat bervariasi. Survei udara drone mengungkapkan pada bulan Mei bahwa radiasi di Hutan Merah Ukraina terkonsentrasi di "hotspot" yang sebelumnya tidak diketahui, yang digariskan para ilmuwan dalam peta radiasi paling akurat di kawasan tersebut hingga saat ini.
Advertisement
Menjadi Pembelajaran
Pada akhirnya, kedua bencana, Chernobyl dan Fukushima, memberikan pelajaran penting bagi dunia tentang risiko yang melekat dari penggunaan energi nuklir, kata Edwin Lyman, seorang ilmuwan senior dan direktur pelaksana untuk the Union of Concerned Scientists Nuclear Safety Project, kepada Live Science.
"Tidak seorang pun harus meremehkan tantangan yang diperlukan untuk memastikan tenaga nuklir cukup aman untuk memainkan peran utama dalam masa depan energi dunia," katanya.
"Kunci bagi regulator dan operator adalah untuk selalu bersiap menghadapi hal yang tak terduga."