Liputan6.com, Bonn - Anabel Hernandez, jurnalis investigasi Meksiko dianugerahi Deutsche Welle (DW) Freedom of Speech Award berkat liputan investigasinya membongkar koneksi oknum pemerintah Meksiko dengan kartel narkoba.
Ia adalah perempuan pertama yang mendapat penghargaan yang diprakarsai DW sejak lima tahun terakhir.
"Mereka ingin kita mati, mereka ingin kita diam...namun kita tetap berdiri, membuat suara kita didengar."
Advertisement
Sepenggal kalimat penutup dari pidato Anabel Hernandez itu, kemudian diikuti tepuk tangan sambil berdiri seluruh peserta Global Media Forum, di World Conference Center, Bonn, Jerman (27/5/2019).
Baca Juga
Memulai karier sebagai jurnalis sejak 1993, Anabel sering menulis tentang kasus-kasus korupsi, kekerasan seksual dan sindikat narkoba di Meksiko.
Investigasi selama lima tahun mengenai aktor-aktor di belakang kartel narkoba Meksiko kemudian ia bukukan.
Buku itu diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul: "The Mexican Drug Lords and Their Godfathers".
Buku itu tidak hanya mengungkap para aktor di balik sindikat narkoba, melainkan juga menguak jaringan pengedar narkoba yang melibatkan politikus, anggota militer dan para pengusaha.
Kegiatan Anabel sebagai jurnalis investigasi membuatnya menjadi sasaran pembunuhan kartel narkoba. Ia kemudian terpaksa meninggalkan negaranya dan kini hidup di Eropa.
Jurnalis yang sejak mahasiswa sudah bekerja di harian Reforma itu, juga pernah menyelidiki hilangnya 43 pelajar di Kota Iguala.
Tahun 2016, Ia membukukan investigasinya dalam buku berjudul:Â A Massacre in Mexico: The True Story Behind the Missing Forty-Three Students.
Buku ini mengungkap peristiwa pembunuhan massal para pelajar yang dilakukan komplotan yang terdiri dari para birokrat dan tentara korup, yang didukung geng narkoba.
Para pelajar itu dibunuh ketika sedang menuju ke Kota Meksiko untuk berunjuk rasa.
Saksikan Videonya Berikut Ini:
Keluarga Mendapat Ancaman
Buku itu membuat ia dan keluarganya menerima berbagai ancaman. Anabel akhirnya memutuskan meninggalkan Meksiko.
Ia menetap di Amerika Serikat dan mendalami jurnalisme investigasi di University of California di Berkeley tahun 2014 hingga 2016.
Bagi Anabel, jurnalis punya tanggung jawab membongkar kejahatan demi kepentingan publik.
"Tidak masalah apakah mereka perdana menteri, presiden, anggota kongres, bankir, pengusaha, politikus, pemimpin agama atau jika mereka adalah kepala kartel narkoba."
"Adalah hak kita, wartawan, untuk mengetahui apa yang mereka lakukan, bagaimana mereka melakukan itu, mengapa mereka melakukannya dan siapa kaki tangan mereka,"kata Anabel dalam pidatonya.
Anabel masih "beruntung" bisa selamat. Namun tidak bagi 100 jurnalis lainnya di Meksiko yang terbunuh selama 10 tahun terakhir. Meksiko adalah negara dengan tingkat pembunuhan jurnalis tertinggi di dunia.
Advertisement