Liputan6.com, Tel Aviv - Israel akan mengadakan pemilihan ulang, setelah Benjamin Netanyahu tidak dapat membangun koalisi. Sang petahana yang sebelumnya digadang-gadang berhasil mendapatkan jabatan kelimanya sebagai perdana menteri, tak memiliki pilihan lain: ia harus mengikuti pemilu yang akan dilaksanakan pada 17 September 2019.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Israel akan mengadakan dua kali pemilu dalam satu tahun. Dalam pemilu September mendatang, Netanyahu dimungkinkan akan kembali bertarung namun dalam posisi yang lebih lemah, menurut para analis sebagaimana dilansir dari Al Jazeera pada Jumat (31/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Kegagalan Netanyahu dalam membentuk pemerintahan terjadi karena ia tidak dapat mencapai kompromi antara partai sayap kanan sekuler Israel Avigdor Lieberman, Yisrael Beiteinu, dan partai-partai ultra-Ortodoks dalam koalisi prospektifnya.
Kendala utama adalah perselisihan tentang rancangan undang-undang wajib militer, masalah yang sama yang tampaknya menyebabkan pembubaran pemerintah Desember lalu.
Pertikaian terkait wajib militer telah berlangsung selama bertahun-tahun antara partai-partai sekuler dan keagamaan. Banyak siswa seminari ultra-Ortodoks menghindari bertugas di ketentaraan.
Netanyahu Berpotensi Digulingkan oleh Partainya Sendiri
Sementara itu, Elie Jacobs dari Truman National Security Project mengatakan bahwa ada peluang Netanyahu tidak akan terus memimpin partai Likud sayap kanannya.
"Ada banyak pertanyaan yang saat ini mengemuka, mulai dari apakah Netanyahu akan tetap menjadi pemimpin Likud dalam beberapa minggu mendatang," kata Jacobs kepada Al Jazeera. "Dia bisa saja dengan mudah digulingkan oleh partainya sendiri."
Bahkan dalam konteks pencalonannya kembali pada September, Netanyahu menghadapi tantangan potensial dari Lieberman. Keberadaan Netanyahu dalam pemilu kedua di tahun ini akan memungkinkan adanya perpecahan antara partai Likud dan sayap kanan sekuler Lieberman, Partai Yisrael Beiteinu, kata wartawan Meron Rapoport kepada Al Jazeera.
"Meskipun Lieberman memiliki lima kursi di Knesset, dia mewakili komunitas besar imigran dari bekas Uni Soviet, sekitar satu juta," kata Rapoport.
Rapoport mengatakan bahwa Netanyahu jelas akn mengikuti pemilihan ini dengan lebih lemah.
Â
Advertisement
Menghadapi Dakwaan
Tidak hanya dipusingkan dengan pemilihan kedua dalam tahun ini, Benjamin Netanyahu juga harus menghadapi dakwaan yang tertunda dalam tiga kasus terpisah. Jaksa Agung telah mengumumkan bahwa ia bermaksud untuk mendakwa Netanyahu karena suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan.
"Peluang Netanyahu mendapatkan kekebalan dari penuntutan semakin lemah, dan peluang baginya untuk entah bagaimana lolos dari dakwaan tipis," kata Rapoport.
"Dalam hal ini, saya pikir para pemilih yang akan pergi ke tempat pemungutan suara pada bulan September akan sadar memilih seseorang yang mungkin tidak akan menjadi perdana menteri lama," tambahnya.
Â
Â