Liputan6.com, Canberra - Para pejabat intelijen Australia meyakini bahwa China berada di belakang pelanggaran data besar-besaran, yang membeberkan detail pribadi ribuan mahasiswa dan staf Australia National University (ANU).
Surat kabar Sydney Morning Herald melaporkan bahwa para pejabat intelijen senior telah menuding China sebagai salah satu dari sedikit negara yang mampu melakukan peretasan, yang mengkompromikan data pribadi mahasiswa dan staf hingga setara 19 tahun lamanya.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari The Guardian pada Kamis (6/6/2019), ANU mengungkapkan tuduhan pelanggaran tersebut pada Selasa 4 Juni, di mana wakil rektor Brian Schmidt mengatakan pihaknya telah mendeteksi "akses tidak sah ke sejumlah besar data", termasuk nomor bank, perincian pajak, catatan akademik, dan rincian paspor mahasiswa dan staf yang berasal dari hampir dua dekade.
Direktorat Sinyal Australia mengatakan peretasan itu tampaknya dilakukan oleh oknum yang canggih, dan kini para pejabat intelijen setempat menuding China sebagai dalangnya.
ANU, yang berbasis di Canberra, memiliki lulusan di seluruh layanan publik, termasuk di badan intelijen dan keamanan Australia.
Universitas tersebut juga merupakan induk dari Sekolah Studi Strategi dan Pertahanan yang berpengaruh dan Sekolah Kebijakan Publik Crawford, yang memiliki hubungan dekat dengan berbagai departemen dan lembaga pemerintah Australia.
Khawatir Direkrut Sebagai Informan
Mengutip pejabat intelijen senior pada hari Kamis, Sydney Morning Herald melaporkan kekhawatiran data tersebut akan digunakan untuk merekrut mahasiswa atau alumni ANU sebagai informan.
Kekhawatiran itu menyusul terungkapnya peretasan serupa terhadap jaringan komputer ANU pada Juli tahun lalu, yang kala itu, juga dikaitkan dengan peretas China.
Schmidt mengatakan pihak universitas telah meningkatkan sistemnya untuk melindungi data dengan lebih baik, namun dia mengakui pelanggaran itu terdeteksi baru-baru ini, meskipun sejatinya telah menganggu sejak akhir tahun lalu.
"Setelah insiden yang dilaporkan tahun lalu, ada serangkaian peningkatan pada sistem kami, guna melindungi data dengan lebih baik. Kalau bukan karena peningkatan tersebut, kami tidak akan mendeteksi kejadian ini," kata Schmidt.
Advertisement
Salah Satu Pelanggaran Paling Signifikan di Australia
Peretasan tersebut merupakan salah satu pelanggaran paling signifikan di Australia baru-baru ini.
Pada Februari lalu, ada serangan terhadap sistem komputer parlemen federal, di mana seorang "aktor negara canggih" berusaha mengakses data yang dimiliki oleh tiga partai politik utama Australia.
Menyusul pengungkapan pelanggaran oleh ANU, Australian Cyber Security Centre mengonfirmasi bahwa hal itu membantu universitas untuk mengamankan jaringan, melindungi pengguna, dan menyelidiki kompromi sepenuhnya.
"Kompromi ini merupakan pengingat penting bahwa ancaman dunia maya itu nyata dan bahwa metode yang digunakan oleh aktor jahat terus berkembang," kata seorang juru bicara.
"Sayangnya, aktor jahat dengan kemampuan, waktu, dan sumber daya yang memadai akan hampir selalu dapat membahayakan jaringan komputer yang terhubung internet."