Liputan6.com, New York - Perang dagang antara Amerika Serikat dan China bisa memangkas pertumbuhan ekonomi dunia tahun depan, kata Dana moneter internasional atau IMF pada Rabu 5 Juni 2019.
Direktur pelaksana IMF Christine Lagarde mengatakan, ancaman Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengenakan tarif impor barang-barang China dan tindakan balasan China akan menurunkan pendapatan kotor domestik atau GDP dengan setengah persen.
Advertisement
Baca Juga
"Ini berarti kerugian sebesar 455 miliar dolar, lebih besar dari seluruh perekonomian negara Afrika Selatan," imbuhnya, demikian dikutip dari VOA Indonesia pada Kamis (6/6/2019).
Lagarde mengemukakan hal itu dalam keterangannya pada kelompok-20 negara maju dan berkembang.
"Kerugian seperti ini harus dihindari, dengan mencabut semua hambatan perdagangan yang diumumkan belum lama ini, dan dengan mencegah munculnya hambatan-hambatan perdagangan baru dalam bentuk apapun," kata Lagarde lagi.
Peringatan itu dikeluarkan menjelang pertemuan para Menteri Keuangan G-20 dan para pejabat bank sentral di Jepang akhir pekan ini. Pertemuan diadakan setelah perundingan dagang antara Amerika Serikat dan China ambruk karena janji-janji yang tidak terpenuhi dan adanya ancaman tarif baru.
China akan Larang Ekspor Mineral Langka ke Amerika
Sebelumnya, ketika AS memutuskan untuk melarang penggunaan telepon pintar buatan perusahaan raksasa China Huawei dengan alasan keamanan nasional, pemerintah Beijing mencari cara yang setimpal untuk membalas tindakan Washington itu.
Pemerintah China dilaporkan sedang mempertimbangkan penggunaan senjata ampuhnya, yaitu melarang ekspor bahan tambang yang disebut "rare earth" ke Negeri Paman Sam.
China adalah pemasok terbesar bahan mineral yang diperlukan dalam pembuatan telpon pintar, komputer dan baterei mobil listrik tersebut.
Menteri perdagangan AS Wilbur Ross mengatakan pihaknya akan mengambil "langkah-langkah drastis" untuk menjamin supaya negara tersebut tidak akan kekurangan bahan mineral itu, demikian dikutip dari VOA Indonesia.
Pada Selasa 4 Juni, kementerian perdagangan setempat merilis laporan tentang perintah eksekutif Donald Trump, yang ditujukan untuk mengurangi ketergantungan Amerika atas impor bahan-bahan penting seperti uranium, titanium dan bahan mineral yang disebut rare earth itu.
Langkah China untuk menghentikan ekspor bahan penting itu ke AS akan sangat mempengaruhi banyak perusahaan teknologi tinggi di sana, seperti juga usaha Washington untuk melumpuhkan teknologi Huawei.
Kata pakar ekonomi pada bank pemerintah China, Liao Qun, kendati Beijing belum memutuskan hal itu, keadaannya bisa berubah dengan cepat apabila Trump mengenakan tarif impor lagi atas barang-barang dari Negeri Tirai Bambu.
Advertisement