Sukses

UEA: Satu Negara Jadi Dalang Sabotase 4 Kapal Tanker di Teluk Persia

UEA dan beberapa negara sekutunya menyampaikan laporan bahwa serangan kapal tanker pada Mei lalu dilakukan oleh satu negara.

Liputan6.com, New York - Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan temuan awal penyelidikan serangan terhadap kapal tanker minyak di lepas pantai Fujairah pada bulan lalu, menunjukkan hal itu sebagai bagian dari operasi "canggih dan terkoordinasi", yang kemungkinan dilakukan oleh satu negara, meski tidak menyebutkan pasti dalang di baliknya.

UEA, bersama dengan Arab Saudi dan Norwegia, mempresentasikan temuan awal itu pada Kamis 6 Juni, di tengah-tengah briefing Dewan Keamanan PBB, yang juga akan menerima hasil akhir penyelidikan untuk mempertimbangkan kemungkinan tanggapan.

Dalam sebuah dokumen tentang pengarahan mereka kepada anggota Dewan Keamanan, ketiga negara tidak menyebutkan Iran, yang telah dituduh oleh Amerika Serikat (AS) bertanggung jawab langsung atas serangan 12 Mei 2019, yang terjadi saat meningkatnya ketegangan antara Teheran dan Washington.

Dikutip dari Al Jazeera pada Jumat (7/6/2019), Iran kembali membantah keras tudingan keterlibatan tersebut.

Investigasi bersama oleh UEA dan para sekutunya mengatakan serangan kapal tanker memerlukan navigasi ahli kapal cepat dan penyelam terlatih.

Hal itu untuk memungkinkan penempatan tambang limpet dengan tingkat presisi tinggi pada kapal di bawah permukaan air, guna melumpuhkan tetapi tidak menenggelamkannya.

Ketiga negara mengatakan bahwa mereka percaya itu adalah pekerjaan beberapa tim operasi, yang mengkoordinasikan empat ledakan dalam waktu kurang dari satu jam.

"Sementara penyelidikan masih berlangsung, fakta-fakta ini adalah indikasi kuat bahwa keempat serangan itu adalah bagian dari operasi canggih dan terkoordinasi, yang dilakukan oleh seorang aktor dengan kapasitas operasional signifikan, kemungkinan besar adalah aktor negara," kata mereka.

2 dari 3 halaman

Iran Tetap Dituding Sebagai Pelakunya

Sementara dokumen pengarahan itu tidak menyebut Iran, seorang diplomat Saudi menuduh Teheran sebagai biang keladinya.

"Kami percaya bahwa tanggung jawab untuk tindakan ini ada di pundak Iran. Kami tidak ragu-ragu dalam membuat pernyataan ini," ujar Abdallah Al-Mouallimi, duta besar Saudi untuk PBB, mengatakan kepada wartawan di New York.

Serangan kapal tanker itu terjadi di dekat pelabuhan Fujairah milik UEA, yang terletak tepat di luar Selat Hormuz, rute pengiriman minyak dan gas global terpenting yang memisahkan negara-negara Teluk Arab sekutu AS dan Iran.

Dalam beberapa pekan sebelum serangan, pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengeraskan kebijakannya terhadap Iran, dengan menerapkan kembali sanksi penuh terhadap ekspor minyak negara itu, dan menyebut elit Korps Pengawal Revolusi Islam sebagai "organisasi teroris asing".

Washington juga telah mengirim fasilitas pembom berkemampuan nuklir dan sebuah kelompok kapal penyerang ke Teluk Persia, suatu tindakan yang dicap oleh Teheran sebagai "perang psikologis".

3 dari 3 halaman

Rusia Menentang Pendapat Umum

Arab Saudi, di lain pihak, menyatakan serangan-serangan tersebut mempengaruhi keselamatan navigasi komersial internasional dan keamanan pasokan minyak global, yang memerlukan tanggapan dari Dewan Keamanan.

Namun, menurut Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Vladimir Safronkov, mengatakan kepada wartawan setelah pengarahan tertutup, bahwa tidak ada bukti yang jelas menunjukkan hubungan Iran dengan serangan itu.

"Kita seharusnya tidak langsung mengambil kesimpulan," kata Safronkov. "Investigasi ini akan dilanjutkan."

Para diplomat PBB mengatakan bahwa segala upaya Dewan Keamanan untuk menghukum Iran atas serangan itu kemungkinan akan menghadapi tentangan dari Rusia.

Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mengatakan pekan lalu bahwa tambang Iran kemungkinan digunakan dalam serangan itu.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan bahwa Iran berusaha menaikkan harga minyak, ketika Washington berupaya untuk mengakhiri ekspor minyak dari negara itu.

Ketegangan regional telah meningkat sejak pemerintahan Presiden Donald Trump memberlakukan kembali sanksi terhadap Teheran, paca-keluarnya AS dari perjanjian nuklir multinasional penting dengan Iran.