Sukses

Krisis di Sudan, Ini Imbauan KBRI untuk WNI

Sejumlah WNI dilaporkan berada di Sudan yang kini tengah bergejolak.

Liputan6.com, Khartoum - Kondisi Sudan kini tengah bergejolak, puluhan jenazah dilaporkan telah dilempar oleh tentara Sudan ke sungai Nil dalam upaya menyembunyikan jumlah korban tewas akibat serangan fajar terhadap para demonstran pro-demokrasi di ibu kota Khartoum awal pekan ini.

Setidaknya 100 orang diperkirakan tewas dalam kerusuhan besar di Sudan, yang berada di bawah kekuasaan militer sejak Presiden Omar al-Bashir digulingkan pada bulan April.

Warga memblokir banyak jalan dengan barikade darurat saat mencoba melindungi lingkungan mereka dari para paramiliter dan pencuri.

Kondisi yang sangat membahayakan ini membuat sejumlah WNI yang ada di Sudan membutuhkan perlindungan.

Krisis di Sudan ini kemudian mendorong Kedutaan Besar Indonesia di Khartoum menyiapkan dua safe house atau tempat perlindungan bagi warga Indonesia yang memerlukan, kata Duta Besar Rossalis Rusman Adenan, demikian dikutip dari laman BBC Indonesia, Jumat (7/6/2019).

Rossalis mengatakan hal tersebut merespons situasi keamanan. Menurutnya, sejak 15 April lalu KBRI sudah menetapkan status siaga untuk seluruh masyarakat Indonesia yang ada di Sudan.

"Kami telah menyiapkan dua safe house (tempat perlindungan), masing-masing di Wisma Duta dan di kantor KBRI Khartoum. Di Wisma Duta dan di kantor KBRI kami menyediakan persediaan bahan-bahan pokok untuk sekitar 100 orang untuk masa satu minggu," kata Rossalis kepada BBC News Indonesia hari Kamis.

Menurut Rossalis, jumlah warga Indonesia di Sudan sekitar 1.300 orang, sebagian besar adalah mahasiswa di Khartoum.

Jumlah mahasiswa Indonesia sekitar 1.100 hingga 1.150 yang belajar di sejumlah perguruan tinggi di Khartoum, terutama di Universitas Internasional Afrika dan Universitas Omdurman.

Ada juga yang belajar di Univeristas Khartoum, Universitas Sudan dan di perguruan tinggi Alquran.

Selain itu, KBRI memperkuat tim perlindungan WNI yang beranggotakan staf KBRI Sudan dan perwakilan masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa.

"Koordinatornya dipilih berdasarkan wilayah konsentrasi di mana sebagian besar warga Indonesia bermukim, misalnya di sekitar Universitas Internasional Afrika. Banyak mahasiswa Indonesia yang tinggal di daerah ini" kata Rossalis.

 

2 dari 3 halaman

Tidak Ada Korban WNI

Sejauh ini tidak ada laporan tentang warga Indonesia yang menjadi korban atau terkena dampak langsung dari krisis politik di Sudan.

Rossalis mengatakan pihaknya secara terus-menerus memantau situasi dan mengeluarkan imbauan ke warga Indonesia.

"Kami meminta agar tetap tenang tapi juga meningkatkan kewaspadaan," katanya.

Krisis berawal ketika pada akhir Desember 2018, Presiden Omar al-Bashir menerapkan kebijakan darurat yang ditujukan untuk mencegah ambruknya ekonomi Sudan.

 

3 dari 3 halaman

Penangkapan Pemimpin Oposisi Terus Berlanjut

Sementara itu, penangkapan para pemimpin oposisi terus berlanjut meskipun ada seruan dari kekuatan internasional untuk menahan diri. Duta Besar Inggris di Khartoum, Irfan Siddiq, menyebut penahanan itu keterlaluan dan mengatakan membangun kepercayaan daripada eskalasi adalah hal terpenting saat ini.

Penyelenggara protes menolak seruan dari Letjen Abdel Fattah al-Burhan, pemimpin Dewan Transisi Militer (TMC), untuk melanjutkan pembicaraan. Padahal negosiasi mendekati kesepakatan sebelum kekerasan menyeruak sekitar dua pekan lalu.

Mohammed Yousef al-Mustafa, juru bicara Asosiasi Profesional Sudan, mengatakan proposal itu tidak dapat ditanggapi serius ketika "Burhan dan mereka yang di bawahnya telah membunuh orang Sudan dan masih melakukannya".

"Kami akan melanjutkan protes, perlawanan, dan pembangkangan sipil secara menyeluruh," katanya.

Burhan mengatakan pada hari Selasa bahwa pemilu akan diadakan selambat-lambatnya sembilan bulan ke depan, meski semua perjanjian sebelumnya dengan koalisi oposisi utama telah dibatalkan.

Dia juga menjanjikan penyelidikan atas kekerasan terkait, yang dia tuduh telah ditukangi oleh pada penipu berseragam RSF.

Burhan mengunjungi Mesir tak lama setelah kegagalan pembicaraan pada akhir bulan lalu. Dari sana, ia pergi ke UEA di mana putra mahkota, Mohammed bin Zayed, bersumpah untuk membantu Burhan "menjaga keamanan dan stabilitas Sudan".

Video Terkini