Sukses

Indonesia Imbau Transisi Kekuasaan di Sudan Berjalan Damai

Indonesia mengecam rangkaian tindakan kekerasan yang terjadi di Sudan yang mengakibatkan adanya korban jiwa.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia mengecam rangkaian tindakan kekerasan yang terjadi di Sudan yang mengakibatkan adanya korban jiwa dan luka-luka dalam rangkaian aksi di Sudan dalam beberapa hari terakhir.

"Pemerintah dan rakyat Indonesia menyampaikan duka cita yang mendalam kepada korban dan keluarga korban," lanjut pernyataan pemerintah RI, sebagaimana dikutip dari laman resmi Kementerian Luar Negeri RI, Senin (10/6/2019).

Indonesia mengharapkan seluruh pihak di Sudan untuk dapat menahan diri.

Pemerintah RI juga mengharapkan agar pihak militer dan keamanan dapat memberikan perlindungan menyeluruh terhadap rakyat sipil Sudan.

"Indonesia berharap agar proses transisi berjalan dengan damai dan dialog terus dikedepankan sesuai dengan keinginan dan harapan rakyat Sudan serta dengan tetap menghormati hukum humaniter internasional," lanjut Kemlu RI.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

4 Orang Tewas pada Hari Pertama Pembangkangan Sipil di Sudan

Setidaknya empat orang tewas ketika pasukan keamanan Sudan bergerak untuk meredam seruan kampanye pembangkangan sipil yang diluncurkan oleh demonstran pro-demokrasi pada Minggu 9 Juni 2019. Peristiwa itu menyebabkan jalan-jalan di ibukota Khartoum sebagian besar sepi.

Transportasi umum hampir tidak berfungsi dan sebagian besar bank komersial, perusahaan swasta, dan pasar tutup, meskipun beberapa bank pemerintah dan kantor layanan publik tetap buka.

Kelompok oposisi dan protes meminta para pekerja untuk tinggal di rumah setelah pasukan keamanan menyerbu sebuah kamp protes pada Senin 3 Juni 2019. Peristiwa itu menewaskan belasan orang dan memberikan pukulan terhadap harapan transisi damai setelah penggulingan Presiden Omar Hassan al-Bashir pada April 2019.

Para demonstran pro-demokrasi telah berkampanye selama berminggu-minggu untuk menekan Dewan Militer Transisi (TMC) Sudan yang berkuasa untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah yang dipimpin sipil.

Pada Minggu 9 Juni 2019, pengunjuk rasa mengumpulkan ban, batang pohon dan batu untuk membangun penghalang jalan baru di distrik Bahari utara Khartoum, kata seorang saksi mata yang anonim kepada AFP. Tetapi, polisi anti huru hara dengan cepat masuk dan menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa.

Dua orang tewas setelah dipukuli dan ditikam dan dua orang ditembak mati, kata Komite Sentral Dokter Sudan (CCSD), yang juga menyalahkan kelompok paramiliter sebagai biang keladi.