Liputan6.com, Hong Kong - Bentrok antara puluhan ribu pengunjuk rasa dan polisi Hong Kong menyita perhatian komunitas internasional. Beberapa pemimpin dunia bahkan menyerukan agar hak pemrotes dihormati.
Sementara itu, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Kamis (13/6/2019), para demonstran bersumpah tidak akan mundur memperjuangkan tuntutan mereka agar RUU ekstradisi --yang akan memperketat cengkeraman China di wilayah semi-otonom-- dihapuskan.
Advertisement
Baca Juga
Sehari sebelumnya, pada Rabu 12 Juni, polisi menggunakan peluru karet, pentungan, dan gas air mata untuk memukul mundur barisan pengunjuk rasa di jalan-jalan utama Hong Kong.
Di lain pihak, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengtaakan di Gedung Putih bahwa dia yakin China dan Hong Kong dapat menyelesaikan konflik terkait dengan damai.
"Saya mengerti alasan demonstrasi itu, tetapi saya yakin mereka akan bisa menyelesaikannya," ungkap Trump tanpa merinci bagaimana cara penyelesaian yang dimaksudnya.
Perwakilan AS James McGovern, seorang Demokrat, mengatakan ia dan sponsor bersama Republik merencanakan untuk mengajukan undang-undang pada hari Rabu atau Kamis, yang kemungkinan akan meningkatkan standar dalam menentukan apakah Hong Kong cukup otonom untuk menerima perlakuan khusus dari AS pada perdagangan dan ekonomi.
"Presiden Trump harus melihat reaksi di Kongres," kata McGovern. “Ada kemarahan bipartisan atas apa yang terjadi ... pengunjuk rasa damai bertemu dengan kekerasan mengerikan oleh pasukan keamanan Hong Kong. Itu tidak bisa diterima.
Berbagai Dukungan Lain dari Komunitas Global
Dukungan senada disampaikan oleh Uni Eropa, dengan menambahkan bahwa hak bersuara "perlu dihormati" di Hong Kong.
"Selama beberapa hari terakhir, orang-orang Hong Kong telah menggunakan hak dasar mereka untuk berkumpul dan mengekspresikan diri secara bebas dan damai. Hak-hak ini perlu dihormati," tulis pernyataan kementerian urusan luar negeri Uni Eropa.
"Semua pihak harus menahan diri, kekerasan dan respons yang meningkat harus dihindari," tambahnya.
Sementara itu, perdana menteri Inggris yang akan melepaskan jabatannya, Theresa May, menyerukan agar hak dan kebebasan yang ditetapkan dalam perjanjian Sino-Inggris 1984 --tentang masa depan Hong Kong-- dihormati.
"Sangat penting bahwa pengaturan ekstradisi di Hong Kong sejalan dengan hak dan kebebasan yang ditetapkan dalam deklarasi bersama Tiongkok-Inggris," kata May kepada parlemen di London.
Keprihatinan serupa juga turut disampaikan oleh pemerintah Australia, yang menyerukan China dan Hong Kong untuk saling menahan diri.
Menteri luar negeri setempat, Marise Payne, mengatakan: "Pemerintah Australia meyakini penting bahwa setiap perubahan pada pengaturan ekstradisi Hong Kong ... diselesaikan dengan cara sepenuhnya menghormati otonomi tinggi setempat, yang sesuai dengan kerangka satu negara, dua sistem."
Advertisement
Tanggapan Pemerintah Hong Kong
Pada hari Rabu, pemimpin Hong Kong, kepala eksekutif Carrie Lam, menyebut protes itu "tindakan berbahaya dan mengancam jiwa".
Dia mencatat bahwa beberapa pemuda di antara kerumunan itu telah mengekspresikan pandangan mereka secara damai, tetapi mengatakan protes telah berubah menjadi "kerusuhan yang terang-terangan dan terorganisir".